SEQUEL LENTERA DON GABRIEL EMERSON
Meskipun menikah atas dasar perjodohan, Zeda Humaira Emerson dan Arsyad Ibrahim menjalani pernikahan dengan cinta yang tulus.
Arsyad adalah seorang pria yang sholeh, pintar, dermawan, pendiri sekolah TK gratis, dan tentu Arsyad juga sangat tampan, tidak ada alasan bagi Aira untuk menolak perjodohan itu.
Cintanya pada Arsyad tumbuh semakin besar saat Arsyad tak mempermasalahkan Aira yang tak kunjung hamil setelah 5 tahun pernikahan mereka berjalan.
Namun, Aira tertampar sebuah kenyataan pahit saat ia menemukan fakta, bahwa sang suami telah menikah lagi dengan salah satu guru TK-nya, bahkan istri kedua suaminya itu kini tengah mengandung.
Sementara Arsyad, ia sangat mencintai Aira lebih dari apapun, Aira adalah wanita muslimah yang begitu taat pada agama, orang tua, dan suami. Namun, ia terpaksa menduakan Aira karena sebuah alasan yang tak bisa ia tolak.
Apakah karena Aira yang tak kunjung hamil?
Atau ada alasan yang lain?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon SkySal, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
MC Zeda Humaira #19 - Keyakinan Aira
Keesokan harinya, Aira menemui ibu mertuanya di kamarnya karena Aira harus meluruskan apa yang membuat hatinya merasa tak nyaman sebelum rasa tak nyaman itu berubah menjadi noda kebencian yang tersimpan.
"Ada apa, Aira?" Tanya Ummi Ridha sembari membersihkan ranjangnya.
"Ummi, maaf sebelumnya, tapi apa benar Ummi pernah mengatakan sesuatu pada Bu Kinan? Bahwa aku nggak bisa hamil?" Tanya Aira langsung pada intinya yang membuat Ummi Ridha sedikit terperangah dan aktifitasnya itu terhenti.
"Aku tahu dari Via," imbuh Aira dan Ummi Ridha pun hanya menggumam sambil mengangguk. "Aku harap itu nggak benar." lanjut Aira penuh harap.
"Maaf ya kalau Ummi bilang begitu sama bu Kinan," ucap Ummi Ridha kemudian tanpa mengelak sedikitpun yang membuat Aira langsung merasa kecewa. "Ummi nggak bermaksud membuat kamu malu, Aira. Ummi hanya berkeluh kesah aja, curhat, soalnya setiap kali melihat anak-anak, Ummi ingin sekali punya cucu, jadi curhatan itu keluar begitu saja tanpa maksud apapun." lanjutnya yang membuat Aira tersenyum masam.
"Ummi, aku bukannya malu," ujar Aira penuh penekanan. "Tapi aku sedih aja kenapa Ummi bicara seperti itu pada orang lain, seolah aku memang nggak bisa punya anak. Dan jika-pun aku memang nggak bisa punya anak, aku mohon jangan bicarakan aku di belakangku, apalagi pada orang asing. Karena aku sedih, kesal, bahkan sakit hati. Aku takut kalau sampai aku membenci Ummi karena itu, aku nggak mau ada perasaan benci di hatiku untuk Ummi karena Ummi itu ibuku, sangat tidak pantas jika aku punya kebencian sedikit saja dihatiku. " Ummi Ridha terdiam mendengar kata-kata Aira, apalagi saat tatapannya bertemu dengan tatapan sayu Aira.
"Kalau Ummi memang ingin membicarakan kekuranganku yang membuat Ummi sedih sampai ingin curhat pada seseorang, pilihlah ibuku sebagai teman curhat Ummi, agar kemudian dia memberi tahuku apa saja kekuranganku dan membantuku memperbaikinya."
"Nggak ada yang bisa di perbaiki jika ini tentang masalah anak, Aira. Bahkan ibumu juga nggak akan bisa membantu itu," ujar Ummi Ridha kemudian dengan lirih, Aira berusaha menanggapi ucapan ibu mertuanya itu dengan senyum.
"Nggak ada yang nggak mungkin, Ummi. Semuanya mungkin jika Allah berkehendak," Balas Aira. "Dan ibuku juga bisa membantu lewat do'a-do'anya. Dia seorang ibu, yang pasti akan mendoakan anaknya dengan khusyuk, dengan tulus dan do'a itu akan ia lantunkan setiap saat, apakah saat dia berdiri, rukuk duduk atau sujud. Aku yakin, Allah akan berbelas kasih pada kami yang terus memohon padanya tanpa lelah. Ayahku juga akan berdo'a demikian, kami semua berdo'a untuk itu. Jadi jangan katakan tidak mungkin, itu sama saja Ummi ragu dengan do'a kita atau ragu dengan belas kasih Allah. Dan kalau nanti ada keajaiban, aku hamil, apa Ummi nggak malu karena sudah meragukan Dia?"
Ummi Aira tak bisa berkata-kata mendengar ucapapan Aira yang sebenarnya mengguncang hatinya itu, dan ia ingin membalas ucapan Aira dengan memberi tahunya bahwa Aira memang tidak mungkin punya anak, tapi entah kenapa lidahnya terasa kelu apalagi saat ia melihat rasa percaya diri dan keyakinan dalam diri Aira, seolah apa yang di katakannya itu pasti akan terjadi.
"Maaf kalau kata-kataku menyinggungmu, Ummi," ucap Aira kemudian sambil tersenyum lembut. "Biar aku membantu Ummi membersihkan ranjang."
"Nggak usah, Ummi bisa sendiri," lirih Ummi Ridha.
Sementara di luar kamar, Arsyad menguping pembicaraan mereka karena ia takut ibunya menyakiti Aira dengan kata-katanya. Dan kini ia bisa bernapas lega karena Aira seolah memenangkan percakapan itu dengan telak walaupun Arsyad sedikit bingung, kenapa Umminya tidak berdebat dengan Aira seperti berdebat dengannya?
"Apa mungkin karena Aira selalu menunjukan sikap hormat dan penuh cinta sehingga Ummi merasa sungkan membalas ucapan Aira? Atau Ummi merasa apa yang dia katakan itu benar?" Gumam Arsyad, tapi apapun alasannya, Arsyad sangat lega dan ia semakin takjub pada ketegasan Aira, keterbukaan Aira juga dan pada keyakinan Aira.
Arsyad lega sekaligus merasa malu pada Aira, karena ia telah banyak berbohong sementara Aira tidak menyembunyikan hal apapun dan sedikitpun di hatinya, baik pada suaminya ataupun ibu mertuanya.
"Ya Allah, aku harus memberi tahu semuanya sekarang juga, berikanlah aku kekuatan untuk itu. Aira berhak tahu, sudah saatnya dia tahu dan aku sangat tidak pantas memperlakukannya seperti itu.
...TBC......