Choki Zakaria atau yang biasa dipanggil 'Jack', adalah ketua geng motor yang ditakuti di kotanya mendadak harus menikah dengan Annisa Meizani karena kesalahpahaman dari para warga.
Annisa, seorang gadis muslimah dengan niqob yang menutupi sebagian wajahnya ini harus ikhlas menerima sikap cuek Jack yang mengira wajahnya buruk rupa.
Sikap Jack berubah setelah tau wajah Annisa yang sebenarnya. Bahkan ketua Genk motor itu menjadi pria penurut dan manja di hadapan istrinya.
Akankah niat Jack untuk bertobat mulus tanpa hambatan?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon chibichibi@, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab#32. Bidadari Itu Memang Ada.
Choki membantu Annisa untuk memasukkan semua belanjaan mereka dan menatanya kedalam kulkas dan juga lemari di dapur.
Beberapa daging dan ikan harus Annisa bersihkan lebih dulu sebelum masuk kedalam kulkas.
"Biar aku yang kerjakan. Kamu ganti baju aja," usir Choki pada Annisa.
"Sebentar lagi selesai. Tinggal bersihkan ikan. Setelah ini Annisa akan mandi," jawab gadis muslimah yang telah membuka niqob dan jga khimarnya.
Sejak tadi, Choki setengah mati menahan dirinya untuk tidak mencium tengkuk Annisa yang janjang menggoda itu.
"Aw!"
"Kenapa, An!" Mendengar teriakan Annisa, maka pemuda berwajah kebulean itu langsung berlari menghampiri.
"Sshh. Hanya tertusuk duri ikan, tak apa," ucap Annisa sambil meringis kecil.
Buru-buru Choki meraih tangan ramping Annisa yang halus dan lembut itu lalu memasukkan salah satu jari Annisa yang berdarah kedalam mulutnya.
"Eh."
Annisa tak bisa menolak, pasrah saja atas apa yang sang suami lakukan sebagai pertolongan pertama.
Akan tetapi, dengan begini Annisa harus merasakan jantungnya berdebar tak seperti biasa.
"Astagfirullahal adzim, astagfirullahal adzim," batin Annisa.
"Lukanya cukup dalam ini, makanya darah yang keluar banyak. Pasti akan agak nyeri setelahnya," ucap Choki seraya menatap wajah Annisa dengan lekat.
"Annisa punya kotak P3K. Ada di dalam lemari ruang--" Belum selesai bicara, Choki sudah berlari dengan cepat meninggalkan Annisa di dapur.
Tak lama berselang pemuda itu kembali dengan kotak berwarna putih di tangannya. Lalu ia menarik lengan Annisa lembut dan mendudukkannya di atas kursi meja makan.
Annisa, meskipun selama ini tinggal sendirian tetapi perabot di dalam rumahnya cukup komplit. Bahkan ketika pindahan saja mereka harus menyewa mobil pick up.
"Sini!" kata Choki. Meraih tangan Annisa.
Annisa menurut saja, sekalipun ia ingin tertawa ketika melihat Choki mengeluarkan perban. Sejenak pemuda itu nampak kebingungan.
"Ini kan luka kecil. Annisa hanya butuh plester saja," ucap Annisa dengan senyumnya.
"Ah, begitu ya." Choki pun langsung mencari uang namanya plester tetapi tak ia temukan. Atau memang sebenarnya Choki yang tak tau bagaimana bentuk benda itu.
"Ini, yang namanya plester. Pak suami," jelas Annisa. Sedetik kemudian kedua manik matanya kembali membulat sempurna.
"A–maksud Annisa --"
"Nah, itu yang tadi kamu bilang pas di pasar!"
"Ayo, ucapkan sekali lagi!" pinta Choki setelah pemuda itu selesai membungkus jemari Annisa yang terluka dengan plester.
"B–bilang apa?" tanya Annisa berlagak tak tau. Padahal, kedua pipinya sudah bersemu merah muda. Sekali lagi, mulutnya keceplosan bicara.
"Sudah dua kali. Masa kamu gak ingat bilang apa. Menyebalkan," rajuk Choki, yang mana hal itu itu justru membuat Annisa seketika tergelak.
"Kok malah ketawa sih."
Annisa menutup mulutnya dengan punggung telapak tangan ketika tertawa lalu kedua matanya menyipit.
Pemandangan ini membuat Choki merasakan desiran hangat yang tak pernah ia rasakan sebelumnya.
Nampaknya, pemuda ini sudah sungguh-sungguh merasakan jatuh cinta pada gadis yang telah menjadi istrinya itu.
Istri mendadak yang harus ia nikahi tiba-tiba.
Karena sebuah dugaan masyarakat.
Hingga, tanpa persiapan apapun. Bahkan, Choki hanya memberikan uang seadanya sebagai mahar.
Choki pun merogoh uang dari dalam kantung gamisnya.
"Annisa," panggil Choki seraya menyodorkan amplop berwarna coklat itu keatas telapak tangan Annisa.
Posisi Choki saat ini tengah berlutut sementara Annisa duduk di kursi kayu.
"Apa ini, Bang Zakaria?" heran Annisa.
"Ini, uang sisa hasil penjualan ponsel. Setelah aku belanjakan tadi. Anggap saja, ini adalah nafkah pertamaku buat kamu," jelas Choki seraya menundukkan wajahnya.
"Alhamdulillah," ucap Annisa seraya menggenggam uang tersebut.
"Kenapa Abang Zakaria menunduk saja?" heran Annisa menahan keinginannya untuk menarik wajah Choki agar kembali mendongak dan menatapnya.
Choki perlahan menaikkan kepalanya.
Hingga, raut wajah sendu yang pertama kali Annisa tangkap dari pemuda di hadapannya ini.
"Aku malu. Memberimu nafkah bukan dari hasil peras keringat sendiri," jawab Choki pelan. Pemuda itu bahkan sempat menghela napasnya.
"Abang. Mungkin pada saat ini hanya ini yang bisa kamu berikan dan lakukan untuk Annisa dan rumah tangga kita. Tetapi, insyaallah setiap niatanmu, telah di catat oleh malaikat dan menjadi beribu kebaikan untukmu. Bagaimanapun ini tetap hasil dari Abang Zakaria. Bahkan, Abang sudah merelakan harta satu-satunya demi rumah tangga kita ke depan. Sebuah pengorbanan yang insyaallah menjadi pemberat timbangan amalmu di akhirat kelak."
Ucapan dari bibir Annisa barusan sontak membuat Choki mendongak kembali. Hatinya menghangat saat gadis di hadapannya begitu bangga terhadapnya.
"Terimakasih Annisa. Kamu sudah begitu pengertian dan menerima keadaanku apa adanya. Seandainya kedua orangtuaku tau, betapa mulianya wanita yang saat ini Allah kirimkan sebagai bidadari putranya. Mereka tentu akan sama sepertiku. Merasa bahwa semua ini layaknya mimpi," ucap Choki yang sudah menggenggam tangan Annisa.
"Kita, sama-sama berdoa kepada Allah. Agar hati dan pikiran kedua orangtua Abang Zakaria, yang notabenenya sekarang adalah kedua orang tua Annisa juga. Mau menerima ketentuan yang telah Allah gariskan dalam kisah dari perjalanan hidup kita yang sementara ini," ucap Annisa yang sangat menenangkan batin Choki.
Dimana hatinya bergejolak tak tenang selama beberapa hari setelah pertemuan dengan kedua orangtuanya.
"Masyaallah. Kenapa pemuda sebrengsek aku bisa begitu beruntung mendapatkan gadis baik-baik sepertimu, Annisa. Aku bahkan, tidak pernah beribadah kepadanya selama umurku ini," ucap Choki lirih dengan air mata yang tanpa terasa tumpah ruah hingga membasahi wajah tampan itu.
"Abang ... Abang Zakaria tidak boleh menghina diri sendiri seperti itu."
"Allah maha tau segalanya. Pasti ada hal baik yang pernah Abang lakukan selama ini, sehingga Allah sayang sama Abang."
"Entahlah, Annisa. Aku ini pendosa."
"Tidak! Abang sudah bertobat. Janganlah menghujat dirimu karena masa lalu. Tetapi jadikanlah sebuah pelajaran dan pengingat. Allah maha luas kasih sayangnya. Allah itu memiliki pintu maaf yang luasnya melebihi langit dan bumi. Bahkan jika keduanya di satukan!" .
Annisa menunduk dan menangkup kedua pipi Choki. Saat ini mata indahnya menatap lekat manik kebiruan suaminya itu.
"Abang boleh menangis sejadi-jadinya karena penyesalan. Insyaallah setiap teks air mata yang kau keluarkan akan menjadi pelebur berdosa dan satu kebaikan untukmu. Akan tetapi, jangan menghujat dirimu. Sehina-hinanya manusia, tetap memiliki hak untuk mendapatkan kesempatan yang sama untuk bertobat. Jadikan hal ini sebagai pengingat, untuk semakin menguatkan keimanan kita," tutur Annisa lembut tapi mengena.
"Annisa. Aku yakin jika surga dan bidadari itu memang ada."
Annisa lantas mengerutkan keningnya.
"Kenapa, Abang bisa begitu yakin?"
"Karena, Allah telah mengirimkannya satu untukku," ucap Choki seraya mengelus pipi kemerahan Annisa.
Blush.
Annisa menunduk dan tersenyum malu.
Belum pernah ada lelaki manapun yang memujinya seperti yang Choki lakukan.
Karena, belum pernah ada pria manapun yang pernah melihat bentukan wajah Annisa sebenarnya.
Kecuali sang ayah dan adik laki-lakinya, sebelum mereka tiada.
Annisa mendongak karena Choki menyentuh lembut dagunya yang lancip.
"Ternyata bibir Abang Zakaria bisa sepahit empedu tapi bisa juga semanis madu ya," sindir Annisa.
"Maksudnya?" heran Choki dengan kening berkerut.
"Siapa yang kala itu menawarkan Annisa operasi plastik?"
"Mati aku!!"
"Dia masih ingat rupanya!" batin Choki.
________
"Anak itu menjual ponsel mahalnya dengan harga murah!!" Alberto sontak berdiri ketika ia mendapatkan laporan dari balik telepon.
...Bersambung...
Jazakillah khairan author
👍👍👍👍👍
ana uhibbuki fillah untuk perempuan