Naida dan Saga dulu pernah berpacaran selama delapan tahun terhitung saat kelas 3 SMP, tetapi saat empat tahun berjalannya hubungan Naida dan Saga, ternyata di belakang Naida, Saga menduakan cintanya dengan sahabat baik Naida yaitu Sabira.
Naida dan Sabira sahabat dekat sejak SMA di tambah dengan Umairah yang biasa di panggil Umay. Ketiganya bersahabat baik, dimana ada salah satu diantara mereka pasti ada ketiganya. Namun semuanya hancur saat Naida mengakhiri hubungannya dengan Saga dan menjauh dari Sabira.
Sama seperti Naida, Saga pun memiliki sahabat sejak ia kecil. Arjeon atau Jeon panggilannya. Saat memasuki SMP, Saga dan Jeon sama-sama menyukai Naida yang saat itu satu kelas dengan mereka. Pada akhirnya Saga lah pemenangnya. Saga berhasil berpacaran dengan Naida. Setelah delapan tahun Naida mengakhiri hubungan mereka dengan alasan Naida sudah cukup di duakan.
Mengetahui Naida dan Saga berakhir, Jeon akhirnya mendekati Naida.
update setiap hari.
Instagram : ridhaanasution___
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Ridha Nasution, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Pemaksa.
Jam 9 pagi, Naida baru saja sampai di kantornya. Ia meletakkan tasnya di dalam laci mejanya. Ia membuka laptopnya, bukan untuk bekerja tapi ia ingin membuka emailnya. Surat resign yang semalam sudah ia buat dan akan ia print lalu di serahkan ke managernya. Setelah di rasa sudah selesai di print, Naida menghampiri tempat print yang tidak terlalu jauh dari ruangannya. Saat akan mengambil suratnya, sebuah tangan lebih dulu merebut suratnya. Naida menatap kesal laki-laki di depannya. Tanpa menunggu bibirnya bicara, kertas itu sudah remuk, tak berbentuk.
“Ikut ke ruangan gue!”
Tanpa menunggu persetujuan darinya, bosnya sudah melangkah meninggalkan dirinya. Terpaksa ia pun harus mengikuti Langkah kaki bosnya yang sudah cukup jauh dari pandangannya.
“Kemana lo semalam?” Tanyanya langsung tanpa adanya basa-basi, bahkan tanpa meminta Naida duduk.
“Kenapa?” Tanyanya datar.
“Kemana? Gue tanya lo semalam kemana nggak pulang? Lo ingkarin janji!”
“Gue di Umay!”
“Lo kan bisa kabarin gue!”
“Siapa lo harus gue kabarin?!”
Laki-laki di depannya sudah bertahun-tahun makan hati karena ucapan gadis di depannya. Sudah bertahun-tahun juga ia menahan perasaannya untuk tidak ia ungkapkan. Selama ini dirinya hanya berperan sebagai teman. Menunjukkan sikapnya yang jauh dari kata mencintai. Terhitung sudah hampir sembilan tahun dirinya menahan perasaannya pada gadis di depannya. Bahkan ia membiarkan Saga melabelkan Naida sebagai pacar. Selama Naida pacaran dengan Saga, selama itu juga ia berperan sebagai teman yang selalu ada untuk Naida. Naida tidak pernah menyadari perasaan dirinya.
Satu tahun lalu Saga memberitaukannya kalau dirinya dan Naida sudah berakhir, saat itu juga dirinya meminta Naida berpindah tempat kerja di tempatnya. Selama setahun ini juga ia menjaga Naida dengan embel-embel sebagai teman!
“Nanti makan siang di sini. Nggak usah di pantry!” Ucap dirinya tanpa ingin di bantah.
“Gue bawa makan!”
“Makan di sini!”
“Gue mau resign!”
“Lo boleh keluar. Sebentar lagi gue mau meeting!”
“Je---”
“Mau keluar sendiri atau gue seret?”
Ingin rasanya Naida menjambak rambut rapi yang ada di depannya. Dengan rasa kesal, ia terpaksa harus keluar. Sebelum ia membuka pintu, ia menoleh kearah bosnya yang sedang menatapnya tajam. Tanpa ada rasa takutnya, ia memberi jari tengahnya pada bosnya lalu memilih lari daripada ia akan di terkam serigala galak.
Sesampainya di meja, Naida melihat lampu handphonenya berwarna merah, bertanda adanya pesan masuk. Naida sudah dapat menebak siapa yang mengirim pesan padanya.
“Jangan harap hari ini lo aman!”
“Gue nggak takut!” Balasnya cepat.
Naida kembali berkutik dengan laporan keuangannya yang sudah hampir rampung ia kerjakan. Ia sedang kesal pada si bos yang selalu berlagak berkuasa, tapi memang berkuasa. Bos-nya adalah pemilik perusahaan yang saat ini tempatnya menggantungkan hidupnya. Tak jarang ia ingin mencari pekerjaan yang lain tapi tidak pernah ada yang panggilan interview. Padahal sudah ratusan ia melamar tetapi hasilnya tetap nihil.
Driiing…
Telpon di depannya berdering, mau tak mau ia harus mengangkatnya.
“Hallo selamat pagi, dengan Naida…”
“Ke ruangan saya sekarang!”
“Baik Bu.”
Naida mengupat dalam hatinya. Kalau saja ia memiliki kekuasaan yang sama dengan seseorang yang baru saja memerintahnya, mungkin ia dapat membantahnya. Namun, ia hanyalah karyawan biasa.
“Mau kemana, Nai?” Tanya Tama yang duduk di depan mejanya.
“Bu Ilma manggil gue. Kayaknya ini masalah laporan gue deh.”
“Hati-hati di makan.” Ledek Tama.
“Ah nggak takut gue.” Sahutnya lalu pergi menuju ruangan Bu Ilma sebagai managernya.
Tok! Tok! Tok!
Naida mengetuk pintu ruangan Bu Ilma dengan sopan. Kalau ia tidak mengetuk atau meminta ijin, ia akan segera di marahi. Setelah mendapat ijin untuk masuk, Naida menggeser pintu ruangan dengan hati-hati.
“Pagi Bu.” Sapanya sopan. Begitulah aturannya harus menyapa lebih dulu pada atasan.
“Iya.” Sahut Bu Ilma, setelahnya Bu Ilma mendorong laporan yang lusa kemarin ia kerjakan, “Revisi laporanmu. Pabos Jeon menolak laporanmu. Kamu kalo nggak bisa kerjain laporan begini bilang, biar saya cari orang baru!”
Naida mengerutuki dalam hatinya, menyumpah serapahkan bosnya yang sudah mulai mempermainkannya. Padahal lusa kemarin laporan yang ia serahkan di puji karena sudah rapi dan detail.
Naida mengambil kembali laporannya. Ia menundukkan kepalanya sopan. “Maaf Bu, akan saya perbaiki lagi.” Ucapnya.
“Saya tunggu sebelum makan siang.” Ucap Bu Ilma.
“Baik Bu.”
“Kamu boleh keluar.”
“Permisi Bu.” Naida keluar dengan hati menggondok. Ingin sekali rasanya Naida mengajak bosnya adu tinju di ring tinju agar bosnya tau kalau ia masih memiliki kekuatan untuk melawannya.
“Kenapa lagi laporan lo?” Tanya Riyani yang baru saja datang membawa gelas kopinya.
“Laporan gue harus di revisi lagi. Pabos Jeon nggak puas sama laporan yang gue buat. Padahal lusa kemarin katanya udah perfect. Emang gila ini Bos!”
“Hust!” Omel Melody, “Nanti ada yang denger kamu di marahin.” Bisiknya.
“Nggak takut!”
“Emang cuma lo yang berani.”
“Udahlah kerja lagi kerja.” Ucapnya menahan kesal.
Naida kembali fokus pada pekerjaannya yang sudah menumpuk. Laporan mingguannya belum selesai, di tambah harus revisi laporan yang baru saja ia terima. Bisa-bisa ia harus lembur lagi. Ini masih pagi, tapi pikirannya sudah kacau. Semua ini gara-gara Bosnya.
Dua puluh lima menit lagi jam istirahat, tetapi laporannya belum selesai. Sudah dua gelas kopi ia habiskan untuk mencerahkan isi kepalanya yang ingin sekali meledak. Ia menatap nanar gelas kopinya. Tiba-tiba handphone di samping laptopnya menyala, lampunya berwarna merah, menandakan adanya sms masuk. Ia melihat nama di layar handphonenya. Ingin rasanya ia mengutuk tetapi, ia masih memiliki rasa peduli.
Abang Dalas
Kirimin gue duit
Duit gue udah abis
Naida Gadisha
Gue belum gajian bang
Lagian kan gue udah kasih minggu kemarin
Abang Dalas
Jadi lo nggak mau kasih gue duit?
Gue siksa Dyo!
Naida Gadisha
Iya gue kirim sekarang
Jangan apa-apain Dyo
Naida tidak bisa berbuat apapun kalau abang tirinya sudah mengancam membawa nama adik tirinya. Dalas dan Dyo saudara kandung satu Ayah dan Ibu, berbeda dengan Naida yang lain Ibu. Dulu saat Naida masih SD, Ibu kandungnya meninggal dunia dan Ayahnya menikah dengan Ibunya Dalas. Dari pernikahan Ayahnya dan Ibu tirinya lahirlah Dyo. Jarak usia Naida dan Dalas empat tahun, sedangkan Naida dan Dyo delapan tahun.
Saat ini Dalas hanya seorang pengangguran yang selalu meminta uang pada Naida. Kalau Naida tidak memberinya uang, maka Dyo akan menjadi korban kekerasan. Sebenarnya Naida ingin sekali membawa Dyo pergi dari rumah Ibu tirinya hanya saja Ibu tirinya dan Dalas melarangnya membawa Dyo. Karena kalau Naida membawa Dyo maka Ibu tirinya dan Dalas tidak akan mendapatkan uang. Jangan tanyakan kemana Ayahnya. Ayahnya sudah meninggal empat tahun lalu karena serangan jantung yang di akibatkan dengan kebangkrutan perusahaannya.
Pabos Jeon
Riyani Novrilia
~Sahabat Naida~
dapatpin nai lagi.....