NovelToon NovelToon
Pernikahan Satu Tahun

Pernikahan Satu Tahun

Status: tamat
Genre:Tamat / Pernikahan Kilat / Dijodohkan Orang Tua
Popularitas:21.9k
Nilai: 5
Nama Author: wiwit rthnawati

Andara Mayra terpaksa menerima perjodohan dengan seorang pria yang sudah dipilihkan oleh ayahnya.

Namun dibalik perjodohan yang ia terima itu ternyata ia sudah memiliki kesepakatan sebelumnya dengan sang calon suami. kesepakatan jika setelah satu tahun pernikahan, mereka akan bercerai.

akankah mereka benar-benar teguh pada kesepakatan mereka? atau malah saling jatuh cinta dan melupakan kesepakatan itu?

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon wiwit rthnawati, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

apa dia sakit?

Tak lama mama dan papa datang.

"Tambah cinta siapa yang tambah cinta?" Papa menyahuti perkataan suamiku. Kulihat mama dan papa berjalan mendekat. Aku dan mas Bara bangkit hendak menghampiri mereka.

"Ini pa. Aku tambah cinta sama anak papa ini." Mas bara merengkuh pinggangku dan mengecup pipiku. Sontak mataku membola. Bisa-bisanya dia mencari kesempatan.

Aku menghampiri mama dan papa. Aku menyalami mereka dan seperti biasa aku bergelayut manja dilengan papaku itu.

"Duh anak papa. Udah punya suami juga masih manja aja." Papa mengacak rambutku pelan.

"Mama sama papa tumben kompakan kesini, ada apa? Papa juga, emang gak kerja?" Aku melihat kedua orang tuaku aneh.

"Gak tau nih mamamu tiba-tiba ngajakin papa kesini. Ya papa turuti keinginan kanjeng ratu dulu lah."

"Enggak. Mama semalam pergokin abang kamu keluar. Pas mama tanya katanya habis jemput kamu. Kamu gak papa kan? Gak ada yang cedera kan?" Mama meneliti tubuhku.

"Aku gak papa kok ma. Mobilnya aja yang kebakar." Aku terkekeh pelan.

"Mobil? Terbakar? Kenapa? Kamu habis ngapain hmm?" Papa menatapku penuh tanya.

"Aku habis balapan pa."

"Apah? Balapan? Kamu? Putri cantik papa habis balapan?" Papa nampak tak percaya menatapku.

"Ya ampun sayang? Kamu gak sakit kan? Atau kamu ketempelan jin mungkin? Kita cari ustad yuk." Papa sama gesreknya seperti bang erik.

"Aku gak sakit pa. Aku juga gak ketempelan jin. Aku juga bingung dapet darimana nyali aku balapan semalam."

"Ya tuhan sayang. Kalau terjadi apa-apa sama kamu gimana? Kamu gak pikirin papa hmm?"

"Maaf pa. Aku janji gak bakal main balap-balapan lagi." Aku sedikit menyesal menatap papa yang terlihat khawatir.

"Bener loh. Janji. Awas papa perhatiin nanti."

"Ya udah yuk mending papa sama mama makan dulu. Aku habis masak sup loh."

"Hah kamu masak sayang?" Mama nampak tak percaya menatapku. Wajar saja mama kaget, sebelum menikah aku tak pernah sekalipun memasak.

"Iya ma."

"Wah ada kemajuan besar pah. Syukurlah kalau kamu udah bisa masak. Mama seneng dengernya.Gak sia-sia kita cepet-cepet nikahin kamu. Ayo pa, kita makan masakan perdana anak kita."

"Mayra sudah lama bisa masak kok ma." Mas Bara ikut nimbrung diantara pembicaraan kami.

"Oh ya?"

"Iya."

"Kenapa kalau main kamu gak pernah masakin buat kami may?"

"Hehe. Aku pengen dimasakin sama mama."

Cukup lama kami berbincang. Hingga akhirnya papa dan mama pamit untuk pulang.

"Ternyata banyak perubahan baik karena pernikahan ini." Mas Bara tiba-tiba berbicara saat kami kembali setelah mengantar papa dan mama kedepan.

"Tapi kesepakatan pernikahan kita takkan pernah berubah." Aku langsung meninggalkannya menuju kamarku.

Ah mengingat waktu, tak terasa tinggal sebulan lagi usia pernikahan kami berakhir. Ternyata sudah sebelas bulan aku dan mas Bara bersama. Memang benar banyak perubahan terjadi pada kami. Dan ya, kuanggap itu adalah pelajaran.

Dering pada ponsel membuyarkan lamunanku. Panggilan video dari kak Satria.

"Hallo kak."

"Hai sayang. Sudah tidur?"

"Belum."

"Aku kangen sama kamu."

"Kan tadi pagi udah ketemu."

"Masih belum cukup."

"Terus gimana dong? Ini udah malam."

"Aku jadi pengen cepet-cepet nikah sama kamu. Biar ketemu terus dan gak jauh-jauh." Aku hanya tersenyum ragu.

"Tinggal nunggu satu bulan lagi kan kalian bercerai?" Aku hanya mengangguk pelan.

"Oh iya. Aku mau ngajak kamu makan malam bareng keluarga aku besok. Aku harap kamu bisa. Papa mama aku udah lama pengen ketemu kamu, mereka gak berhentinya nanyain kamu. Pernikahan kalian juga cuma tinggal satu bulan ini yah. Please." Ia terlihat memelas. Aku sebenarnya ragu, tapi tidak enak juga menolak.

"Iya kak. Aku usahain dateng ya."

"Yes. Makasih sayang."

"Kak udah malam, udah dulu ya. Aku takut kesiangan besok."

"Iya sayang. Selamat bobo ya. I love you."

Aku hanya tersenyum membalasnya. Aku membuang nafasku kasar. Kenapa rasanya lelah sekali yah. Padahal aku tidak ngapa-ngapain.

Akupun terlelap.

"Oeeeeek. Oeeeeek." Pagi hari saat hendak turun, aku tak sengaja mendengar suara mas Bara yang seperti sedang muntah. Kenapa dia apa dia sakit.

Kulanjutkan langkahku menuju meja dapur. Kulihat mas Bara turun dengan wajah lesu. Sepertinya dia sedang tidak baik.

Dia duduk menatap kosong pada meja didepannya.

"Mas Bara sakit?" Aku menatapnya khawatir. Ia hanya menggeleng pelan.

Bik sumi pun datang dengan satu piring cumi pedas manis ditangannya. Kulihat wajah mas bara berubah, Mas Bara tiba-tiba bangun dan pergi ke wastafel.

"Oeeeek. Oeeeek." Ia kembali muntah. Kenapa dia.

"Bi, bisa jauhkan itu dari sana. Baunya sangat tidak enak." Mas Bara mencoba menutup hidungnya. Aku mengeryit heran. Baunya sangat enak kok.

"Eeet. Ini baunya enak kok." Aku mengambil piring itu saat bi sumi hendak membawanya menjauh.

"Aku mual mencium baumya. Kamu paham gak sih. Ambil bi. Bawa sana yang jauh." Bik sumi nampak bingung, akhirnya aku merelakan makanan itu dibawa oleh bik sumi.

"Aneh banget." Semua masakan yang bi sumi buat mas Bara suruh bi sumi bawa pergi. Alasannya dia mual mencium bau masakan itu. Aku hanya melongo dan kesal karenanya.

"Bisa tolong buatkan aku telur mata sapi? Rasanya aku ingin sarapan dengan itu." Aku menatap aneh pada mas Bara. Tak bisa ku tolak juga karena dia hanya meminta sebuah telur mata sapi. Apalagi melihat kondisinya yang seperti itu membuatku kasihan.

Mau tidak mau aku membuat dua telur mata sapi. Satu untuknya dan satu untukku. Tak mungkin kan aku tidak sarapan dulu.

Ia nampak lahap sekali makan dengan telur mata sapi. Padahal itu hanya telur mata sapi.

"Ayo berangkat." Ia kembali seperti biasa. Seolah tak pernah terjadi drama apapun tadi.

"Aku naik taksi saja."

"Masuk. Atau aku telepon papa agar ia mau menyuruhmu masuk kedalam mobilku?" Ancaman macam apa itu. Aku mendengus kesal tak ingin memperpanjang masalah.

"Oeek." Ia nampak menahan mual saat memasuki mobilnya. Drama apalagi ini.

"Ish. Kenapa mobil ini bau sekali." Ia menggerutu dan mencari bau yang ia maksud.

"Yee. Mobil-mobil siapa." Aku memakai seatbeltku.

"Pengharum macam apa ini. Baunya tak enak sekali." Ia nampak menutup hidung dan membuang pengharum yang kurasa sudah ada sejak lama.

"Ahh lega." Ia langsung menancapkan gas melajukan mobilnya menuju kantor.

Aku kembali pada pekerjaanku. Kulihat beberapa OB memasuki ruangan mas Bara dengan tergesa. Ada apa.

"Buang semua benda yang bau disini."

"Ish bau apa sih ini." Kudengar ia menggerutu kesal.

"Ada apa pak?" Dari luar ruangan aku melihat bu Eka masuk kedalam ruangan mas Bara. Namun mas Bara langsung peegi menuju toilet.

"Oeeek... oeeeek... oekkk." Semua orang yang ada di sana nampak heran menatap pak Bara. Aku masuk dan meminta para OB tadi untuk kembali saja. Toh mereka juga bingung benda bau apa yang harus mereka buang.

"Sepertinya pak bara sedang tidak enak badan bu. Harap di maklum saja."

Aku menuju pantri untuk membuatkan mas bara teh manis hangat. Mungkin akan sedikit membantu.

Kulihat asisten lie berdiri dengan bingung disana. Ternyata mas Bara masih didalam kamar mandi.

"Tuan kenapa non?"

"Dari pagi dia muntah-muntah. Mual katanya."

Tak lama mas Bara keluar dengan wajah lesu. Aku membantunya duduk di sofa dan memberikannya teh manis yang sudah ku buat.

"Buang semua bajumu." Mas Bara menatap tajam pada asisten lie.

"Buang? Kenapa tuan?"

"Bajumu sangat bau. Aku mual menciumnya. Minyak wangi apa sih yang kamu pakai hah? Kenapa baunya sangat tidak enak."

"Saya memakai minyak wangi yang biasa saya pakai tuan."

"Mulai besok. Jangan kamu pakai minyak itu lagi. Aku tidak suka. Sekarang buang bajumu."

"Mas. Masa di buang, nanti asisten lie pake baju apa dong? Udah mending sekarang mas pulang aja yah. Kayaknya mas juga lagi kurang sehat hari ini."

"Sama kamu yah?" Ia memelas menatapku.

"Sama asisten lie saja."

"Gak mau. Dia bauuu." Kenapa dia terlihat seperti anak kecil sekarang.

"Ya udah. Okey. Aku ijin HRD dulu yah."

"Gak usah. Biar lie yang urus."

"Oh iya lie. Jangan lupa kamu juga temui ana ya. Kamu paham kan maksudku?" Asisten lie mengangguk. Entah apa yang mereka maksud. Aku berusaha tak peduli.

Aku mengantar mas Bara pulang. Iapun terlelap. Karena jam kerja masih lama. Akhirnya aku menitipkan mas Bara pada bik sumi dan memilih kembali ke kantor.

"Sayang. Jangan lupa nanti malam ya."

Kak Satria tiba-tiba menelponku.

"Iya kak. Nanti tinggal share lok aja tempatnya dimana."

"Gak mau aku jemput? Bukankah mobilmu juga masih rusak?"

"Gak usah. Gak enak juga kan masa iya kak satria harus jemput aku dulu."

"Ya udah deh."

Karena menjelang weekend, jam pulang lebih cepat dari biasanya.

1
aca
may uda kayak. pelacur murah
aca
pergi aja may
aca
kata cerai bukan main2 woy aneh
Adinda
biru adalah bara
Cahaya Senja: terimakasih sudah mengamati
total 1 replies
Ruzita Ismail
Luar biasa
Ruzita Ismail
Lumayan
Chysea
kebalik kalimatnya
Cahaya Senja: eh iya, baru nyadar kalimatnya kebalik. thanks kak sudah komen.🙏
total 1 replies
Guillotine
Nyesel kalo gak baca.
Cahaya Senja: thank you
total 1 replies
Niki Fujoshi
Nggak bisa move on.
Cahaya Senja: terimakasih atas komenannya
total 1 replies
Shinn Asuka
Ngga bisa berhenti!
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!