Alya, seorang sekretaris dengan kepribadian "ngegas" dan penuh percaya diri, melamar pekerjaan sebagai sekretaris pribadi di "Albert & Co.", perusahaan permata terbesar di kota. Ia tak menyangka akan berhadapan dengan David Albert, CEO tampan namun dingin yang menyimpan luka masa lalu. Kehadiran Alya yang ceria dan konyol secara tak terduga mencairkan hati David, yang akhirnya jatuh cinta pada sekretarisnya yang unik dan penuh semangat. Kisah mereka berlanjut dari kantor hingga ke pelaminan, diwarnai oleh momen-momen lucu, romantis, dan dramatis, termasuk masa kehamilan Alya yang penuh kejutan.
[REVISI]
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Zaraaa_, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
12. Email Salah Alamat, Cinta Tepat Sasaran?
Alya duduk di mejanya, mengetik dengan cepat, jari-jarinya menari di atas keyboard. Pagi ini begitu sibuk, penuh dengan tugas-tugas yang harus segera diselesaikan. Namun, meskipun kesibukannya, pikirannya tak bisa sepenuhnya lepas dari David Albert. Bosnya yang tampan dan misterius itu masih membekas dalam pikirannya, terutama setelah kejadian kopi tumpah kemarin yang mengubah suasana kantor menjadi lebih ringan. Alya tak bisa menahan senyum kecil saat mengingat David yang tertawa terbahak-bahak, meski seharusnya ia marah.
Namun, perasaan cemas segera muncul. Ada tugas penting yang harus ia selesaikan: mengirim email kepada klien tentang proyek "Rainbow Bridge," proyek ambisius yang tengah digarap oleh Albert Group. Alya mengetik dengan cepat, memastikan setiap detail tersampaikan dengan jelas. Proyek ini sangat penting, dan ia ingin memastikan semuanya berjalan lancar.
Saat ia hampir selesai, tiba-tiba ia merasakan ketegangan di tangannya. Dalam kecepatan itu, ia tanpa sengaja menekan tombol yang salah. Klik! Seketika, ia menyadari kesalahan fatal yang baru saja ia lakukan. Alih-alih mengirimkan email kepada klien, ia telah mengirimkan email yang berisi data-data rahasia tentang proyek "Rainbow Bridge" kepada alamat pribadi David Albert.
Alya meremas tangannya di atas meja. Tidak! Bagaimana bisa ia melakukan ini? Ia menatap layar komputernya dengan rasa panik yang mulai merayap. Email yang sudah terkirim itu berisi informasi yang sangat penting, dan ia tidak ingin David Albert melihatnya. Dalam keadaan panik, ia langsung menutup laptopnya dan menghadap cermin di mejanya. Wajahnya pucat, bibirnya sedikit gemetar. Ia tahu ini bukan kesalahan kecil. Email tersebut bukan hanya berisi data penting, tapi juga beberapa rencana masa depan Albert Group yang sangat rahasia.
Tanpa pikir panjang, Alya memutuskan untuk menghadap David. Ia tahu, apa pun yang terjadi, ia harus segera meminta maaf. Dengan langkah yang tergesa, ia menuju ruangan David, hati berdebar-debar. Pintu ruangan David tertutup rapat, dan Alya mengetuk pelan.
"Masuk," suara David terdengar dari dalam.
Alya menarik napas panjang, membuka pintu, dan melangkah masuk. David sedang duduk di balik mejanya, memandang layar komputernya. Ketika matanya bertemu dengan Alya, ia langsung bisa merasakan ketegangan yang ada.
"Bapak Albert," kata Alya, suaranya terdengar gugup, "Saya... saya ingin meminta maaf."
David mengerutkan kening, tampak bingung. "Minta maaf? Untuk apa?" tanyanya dengan nada yang dingin, tetapi tidak terlalu mengintimidasi.
Alya merasa gugup, namun ia tahu ia harus menjelaskan semuanya. "Tadi, saya... saya mengirimkan email yang salah," katanya, dengan suara pelan. "Saya seharusnya mengirimnya kepada klien kami, tapi... saya malah mengirimnya ke alamat email Bapak."
David tidak langsung bereaksi. Ia hanya menatap Alya dengan ekspresi yang sulit dibaca. Alya melanjutkan penjelasannya, "Email itu berisi data tentang proyek Rainbow Bridge. Saya khawatir Bapak Albert membaca semuanya."
Saat mendengar penjelasan itu, David masih terdiam. Ia memandangi Alya, dan untuk beberapa detik yang terasa lama, suasana menjadi hening. Alya menunggu, merasa waktu seolah berhenti. Namun kemudian, David mengangkat alisnya, dan wajahnya berubah.
"Alya," katanya, suaranya kini terdengar lebih lembut, "Anda ini... lucu sekali."
Alya terkejut. Ia mengira David akan marah, atau bahkan memarahi dirinya habis-habisan. "Saya... saya kira Bapak Albert akan marah," kata Alya, suaranya masih gemetar, tidak percaya dengan reaksi David.
David tersenyum, matanya yang tajam kini tampak lebih ramah. "Marah? Untuk apa?" katanya dengan tenang. "Ini hanya kesalahan kecil. Lagipula, saya sudah membaca email tersebut."
Alya hampir terjatuh mendengar itu. "Bapak Albert... sudah membaca email itu?" tanyanya dengan suara penuh keheranan.
David mengangguk santai, seolah tidak ada yang perlu dikhawatirkan. "Ya, saya sudah membacanya," jawabnya sambil menatap layar komputernya. "Dan jujur saja, saya tertarik dengan proyek Rainbow Bridge yang sedang kalian kerjakan."
Alya terdiam, matanya terbuka lebar. "Bapak Albert tertarik dengan proyek itu?" tanyanya dengan rasa tak percaya. Bagaimana bisa David tertarik setelah mengetahui semua informasi sensitif itu? Ia tidak menyangka bahwa kesalahan ini justru membuka peluang yang lebih besar.
David tersenyum. "Ya, proyek itu sangat menarik," katanya dengan nada serius, namun ada kilau antusiasme di matanya. "Saya ingin membahasnya lebih lanjut dengan Anda."
Alya merasa seolah-olah dunia kembali berputar dengan normal. Rasa cemas yang ia rasakan sejak tadi perlahan hilang. "Benarkah, Pak?" tanyanya, suara penuh ketidakpercayaan bercampur kebahagiaan.
David mengangguk. "Ya. Saya tertarik dengan ide-ide Anda," jawabnya sambil menyandarkan tubuh di kursinya, "Proyek seperti ini bisa membawa perubahan besar. Kita perlu diskusi lebih dalam tentang strategi dan eksekusinya."
Mereka kemudian membahas proyek "Rainbow Bridge" secara detail. David memberikan beberapa masukan yang sangat berharga. Alya merasa terkesan dengan cara David berpikir, bagaimana ia bisa melihat peluang-peluang yang bahkan belum ia pertimbangkan. Diskusi itu berlangsung cukup lama, dan Alya merasa semakin percaya diri dengan arah yang akan mereka ambil.
Tiba-tiba, David berbicara dengan serius. "Alya," katanya, menatapnya dengan tatapan yang lebih hangat. "Saya sangat terkesan dengan ide-ide Anda dalam proyek Rainbow Bridge. Anda memiliki potensi besar."
Alya merasa gugup, namun senyum kecil mulai muncul di wajahnya. "Terima kasih, Pak," jawabnya dengan suara yang sedikit lebih ceria. "Saya juga sangat menghargai saran dan masukan Bapak."
David tersenyum lebar. "Saya ingin Anda menjadi ketua tim proyek Rainbow Bridge," katanya, matanya berbinar-binar dengan kebanggaan. "Saya yakin Anda akan membawa proyek ini ke level yang lebih tinggi."
Alya hampir tidak percaya dengan apa yang baru saja didengarnya. "Benarkah, Pak?" tanyanya, hampir tak bisa menahan rasa terkejutnya.
"Ya, saya percaya Anda bisa melakukannya dengan sangat baik," jawab David dengan keyakinan. "Saya ingin Anda menunjukkan kemampuan luar biasa Anda."
Alya merasa sangat senang, matanya berbinar-binar. "Terima kasih, Pak. Saya akan berusaha untuk tidak mengecewakan Anda."
"Saya yakin Anda akan berhasil," kata David sambil tersenyum bangga. "Tunjukkan kepada kami semua kemampuan terbaik Anda."
Alya meninggalkan ruangan David dengan langkah yang ringan. Ia merasa seperti baru saja terbang tinggi, melepaskan semua beban yang sempat menekan dirinya. Kesalahan yang nyaris menghancurkan hari itu ternyata justru membuka kesempatan besar baginya. David, yang sebelumnya tampak dingin dan misterius, kini muncul dengan sisi lain yang lebih hangat dan penuh perhatian.