"Putuskan anak saya sekarang juga! Saya sudah menyiapkan sosok laki-laki yang lebih pantas buat dia daripada kamu yang hanya seorang montir."
"Maaf Pak, tapi anak anda cintanya cuma saya."
Satya Biantara, seorang pria yang hanya bekerja sebagai montir tiba-tiba malah di buat jatuh cinta oleh seorang gadis dari keluarga kaya, dia lah Adhara Nayanika.
"Mas Bian, kita kawin lari aja yuk!"
"Nggak ah capek, enak sambil tiduran."
"Mas Biaaaaannn!!"
Follow IG : Atha_Jenn22
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Atha Jenn, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 3
Dhara pun masuk ke rumahnya sambil senyam senyum tampak begitu senang. Gadis itu teringat akan senyum seorang Satya Biantara, senyum pria itu seolah telah meracuni otaknya.
"Adhara__" panggil seseorang membuat senyum Dhara seketika luntur.
"Iya Pa" sahut Dhara menoleh dimana sang Papa berada.
Dhanu Wiratmaja, salah satu pengusaha tersohor di negeri ini. Seorang pemilik perusahaan besar ekspor impor furniture, belum lagi dia juga memiliki beberapa pusat perbelanjaan yang sangat ramai tersebar di beberapa kota. Dalam dunia bisnis namanya sudah sangat terkenal, si pengusaha bertangan dingin sebagai julukannya.
Sosok pria dan Ayah yang keras bagi kedua anaknya, si sulung Pandhu Raga Wiratmaja yang sekarang mengurus bisnis mereka di Bali, dan si bungsu Adhara Nayanika Wiratmaja. Bungsu yang paling keras kepala dan sangat susah di handle.
"Ada apa Pa?" tanya Dhara, gadis itu langsung duduk di depan sang Papa.
"Apa kamu sudah punya pacar?" tanya Dhanu tiba-tiba, membuat Dhara terkejut.
"Belum Pa, belum ada yang cocok" jawab Dhara jujur, padahal dalam hati dan pikirannya sedang terBian-Bian.
"Baguslah kalau memang belum punya, Papa akan mengenalkan kamu sama anak temennya Papa" ucap Dhanu tersenyum lebar.
"Jangan bilang kalau Dhara mau di jodohin sama orang itu?" tanya Dhara dengan raut wajah tak suka.
"Lho memangnya kenapa kalau dijodohin? Papa nggak bakal rela kalau kamu sampai salah jodoh dengan pria yang tak jelas asal usulnya. Kamu pasti cocok bergabung dengan circle keluarga Nawasena Dhara, jadi tolong dengerin Papa, tolong terima Arsen jadi calon suami kamu ya ."
Dhara menghela nafas, "Pa, tolong untuk urusan satu itu biarkan Dhara memilih sendiri siapa yang akan jadi suami Dhara kelak, lagian Dhara juga belum lulus kenapa udah sibuk banget mikir perihal suami buat Dhara sih?"
"Baiklah, Papa akan biarkan kamu memilih jodoh kamu sendiri, tapi kalau pria itu tidak masuk kriteria Papa, maka kamu harus siap kalau Arsen bakal jadi suamimu, gimana? Deal?"
Dengan ragu Dhara menjabat tangan sang Papa, "Oke, deal!"
***
Risa mengernyit heran saat melihat putrinya sudah bangun dan berdandan cantik di hari minggu yang masih pagi ini.
"Sayang, tumben udah cantik sama rapi gini? Mau kemana?" tanya Risa berjalan mendekat dan duduk di samping Dhara.
"Dhara mau kencan Ma" jawab Dhara, sedangkan bukannya terheran Risa malah langsung tertawa.
"Sayang, baru semalem lho Papa bilang katanya kamu belum ada pasangan, tapi ini malah bilang mau kencan, yang bener yang mana Adhara?" tanya Risa.
"Ya emang Dhara belum punya pacar, makanya ini mau di usahakan dulu siapa tahu emang jodohnya Dhara Ma" jawan Dhara terkekeh.
"Temen kuliah? Atau anaknya siapa?" tanya Risa antusias, sebab baru kali ini sang putri punya niatan ingin mencari pacar, bahkan Risa pernah berpikir sang anak belok saking kemana-mana cuma sama Aletta terus.
"Bukan temen kuliah sih. Anaknya siapa ya? Yang jelas anak emak bapaknya lah Ma, Mama nih ada-ada aja deh."
"Ya siapa tahu kan Mamanya teman arisan Mama gitu sayang" ucap Risa.
"Bukan kok Ma, ya udah ya Ma Dhara berangkat dulu, bye Mama" pamit Dhara sambil mencium pipi Risa.
"Hati-hati, jangan malam-malam pulangnya!"
"Okee!" Teriak Dhara.
Sedangkan Bian sendiri sedang membujuk sang kekasih untuk ikut belanja dirinya.
"Ray, ikut belanja yuk! Temenku soalnya ada yang mau ikut belanja ke pasar, temenin yuk Ray!" Pinta Bian pada Raya.
"Bakal aku temenin kalau belanjanya ke supermarket, kalau ke pasar nggak ah, mana bau amis, belum lagi bau got dan lain-lainnya, no no no!" tolak Raya dengan ekspresi wajah jijik.
Di luar, Bhumi yang mendengar perkataan Raya langsung membanting panci yang sedang ia pegang.
Praaanngggg...
Bian dan Raya refleks terkejut, mereka berdua langsung keluar melihat apa yang terjadi.
"Ci panci, udah tahu kere berlagak lu kaya sultan aja ci, udah biasa buat masak mie instan nggak usah berlagak naik tahta buat masak sup truffle segala ci" omel Bhumi sambil menepuk-nepuk panci yang sudah penyok itu.
Bian sebisa mungkin menahan tawanya, "Buang aja, nanti gue beliin panci yang baru di pasar" ucap Bian pada Bhumi.
Bhumi langsung menatap Bian serius, "Iya kan, mending di buang kan daripada nggak ada fungsinya malah jadi bebankan, beban tembok yang semakin banyak perintilannya."
"Mas Satya, kayaknya aku balik ke kostan aku dulu ya. Nanti aku nggak usah di sisain makanannya, aku mau keluar sama temen-temen aku" pamit Raya, kostan dia dekat hanya berjarak tiga rumah dari kostan Bian.
"Oke kalau gitu, have fun ya" balas Bian.
Setelah Raya pergi, Bhumi langsung mensidak kamar Bian.
"Sat, lu nggak ehem-ehem kan sama tuh cewek?" tanya Bhumi dengan tatapan menajam.
"Ehem-ehem apaan sih maksud lu?" tanya Bian kurang mengerti apa yang di maksud sang sahabat.
"Itu lho Sat, pak cepak cepak jeder" jelas Bhumi sambil menyatukan telapak tangannya memberikan kode pada Bian.
Bian yang baru sadar langsung melempar lap yang sedang ia pegang ke arah Bhumi.
"Otak lu sepertinya butuh di cuci terus di kasih citrun biar kinclong deh Bhum."
"Ya gimana nggak mikir ke arah situ, kalau pakaian yang ia pakai aja modelan kurang bahan semua gitu, coba kalau saja cowoknya bukan lu apa nggak habis tuh cewek di obok-obok."
"Bahasa lu di obok-obok kayak air aja dah, padahal udah gue bilang kalau main kesini setidaknya harus berpakaian pantas, tapi sepertinya Raya kegerahan mungkin makanya suka pakai tanktop sama hot pants doang."
"Bukan dianya yang kegerahan, dasarnya emang gatel aja pengen lu sentuh, penasaran tuh dia sama onderdil lu" perkataan Bhumi sukses membuat Bian melotot.
"Njirr perkataan lu makin kemana-mana aja, dah lah gue mau nunggu Dhara dulu, kira-kira tuh anak nyasar nggak ya?"
"Lah gaya lu nggak suka nggak suka di gaet juga tuh cewek" sindir Bhumi.
"Nggak gitu yang bangsul, kemarin kan ngobrol-ngobrol random gitu, eh dia jadi pengen ikutan ke pasar ya udah kan sekalian ini gue juga mau belanja" jelas Bian sambil memakai sepatunya.
"Udah gue bilang mending putusin tuh cewek toxic lu deh terus pepet aja si Dhara, di jamin bakal bahagia deh lu Sat. Kalau lu nggak mau biar gue deketin aja" ucap Bhumi sambil tertawa.
"Emang dianya mau sama lu?" ledek Bian pada sahabatnya itu.
"Kampret lu Sat! Dah sana pergi-pergi, enek gue lihat muka tengil lu itu" usir Bhumi pada Bian yang terus meledeknya.
"Sesama berwajah tengil di larang saling meledek" sahut Bian tertawa.
Mereka berdua pun di kejutkan dengan sapaan lembut seorang gadis. Sontak Bhumi dan Bian pun mendongak.
"Hai Mas Bian..." sapa gadis itu tersenyum lebar, mengangguk sambil menatap Bian bergantian dengan Bhumi.
"Hai juga, nggak nyasar kan?" tanya Bian seraya berdiri dari duduknya.
"Nggak kok Mas, tadi tanya-tanya gitu ternyata orang-orang sini kenalnya Mas Satya, untung aku masih inget waktu temen Mas itu manggil Mas Bian Sat-sat gitu" jawab Dhara tertawa kecil.
"Soalnya emang jarang banget yang manggil aku Bian, kebanyakan emang Satya. Beneran jadi ikut nih?" tanya Bian memastikan.
"Ya kali pagi-pagi udah sampai sini masa nggak jadi sih Mas" jawab Dhara dengan ekspresi serius.
"Ha ha ha, oke-oke. Sekali lagi aku kasih tahu ya, di sana agak bau yang bermacam-macam jadi satu, belum lagi ada jalanan yang agak becek gitu, yakin masih mau?"
"Asal sama kamu jalan terjal berkelak kelok akan tetap ku lewati, Mas Bian" batin Dhara.
"Udah sih ayo, keburu habis barang-barang yang mau Mas Bian beli" dengan sedikit mengeluarkan tenaga Dhara menarik tangan Bian supaya cepat jalan.
"Kita naik motor aja, lumayan capek kalau jalan" Bian mengeluarkan motor matic kesayangannya, Dhara yang melihat itu sedikit terkejut sebab kemarin yang di pakai motor gede, sedangkan sekarang berbanding terbalik.
Bian tersenyum melihat wajah Dhara yang seperti bingung itu.
"Ini motor pertama aku, mau di jual sayang. Udah nemenin dari jaman kuliah sampai awal-awal kerja, nggak malu kan aku boncengin pakai kayak gini?"
Tanpa menjawab pertanyaan Bian, Dhara langsung membonceng begitu saja.
"Mas Bian tuh nggak usah banyak sungkannya, takut kalau aku nggak nyaman ini itunya kan, tenang aja Mas Bian aku bukan tipe cewek menye-menye yang heboh ini itu" ucap Dhara menegaskan.
"Ya udah kalau gitu, kita berangkat!!"
Entah kenapa perasaan Bian terasa begitu bahagia, ada rasa berbeda saat bersama Dhara, padahal mereka baru tiga kali ini bertemu.
"Kayaknya gue udah terpengaruh perkataan Bhumi, perasaan apa ini masa gue nyaman sama Dhara sih. Inget Raya Sat ingat Raya." Batin Bian berusaha untuk mempertahankan kesetiaannya.
/Sob//Sob/