NovelToon NovelToon
Dosa Dibalik Kebangkitan

Dosa Dibalik Kebangkitan

Status: sedang berlangsung
Genre:Cintapertama / Beda Usia / Cinta pada Pandangan Pertama / Kutukan / Fantasi Wanita / Kriminal dan Bidadari
Popularitas:960
Nilai: 5
Nama Author: Wati Atmaja

Di sebuah negeri yang dilupakan waktu, seorang jenderal perang legendaris bernama Kaelan dikutuk untuk tidur abadi di bawah reruntuhan kerajaannya. Kutukan itu adalah hukuman atas dosa-dosa yang dilakukannya selama perang berdarah yang menghancurkan negeri tersebut. Hanya seorang gadis dengan hati yang murni dan jiwa yang tak ternoda yang dapat membangkitkannya, tetapi kebangkitannya membawa konsekuensi yang belum pernah terbayangkan.
Rhea, seorang gadis desa yang sederhana, hidup tenang di pinggiran hutan hingga ia menemukan sebuah gua misterius saat mencari obat-obatan herbal. Tanpa sengaja, ia membangunkan roh Kaelan dengan darahnya yang murni.
Di antara mereka terjalin hubungan kompleks—antara rasa takut, rasa bersalah, dan ketertarikan yang tak bisa dijelaskan. Rhea harus memutuskan apakah ia akan membantu atau tidak.
"Dalam perjuangan antara dosa dan penebusan, mungkinkah cinta menjadi penyelamat atau justru penghancur segalanya?"

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Wati Atmaja, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Terlambat

Semenjak dari pasar, aku terus kepikiran dengan ibu. Kenapa aku di sebut mayat hidup, sedangkan aku hidup normal. Dari mana kabar aku adalah mayat hidup padahal aku hidup. Aku hirup lagi udara untuk mengisi paru-paruku supaya penuh dengan udara. Walaupun sedikit bingung dengan semua ini. Aku mau bertanya lagi kepada ibuku.

Suasana hutan yang rimbun memanjakan mataku. Setiap aku pergi ke pasar banyak pemandangan dan juga orang - orang. Orang sibuk membawa hasil bumi dan menjualnya. Adegan tawar menawar membuatku lebih sedikit santai.

Di kejauhan sudah terhampar hutan yang menjulang tinggi. Mulai sudah terlihat rumah sederhana. Rumah yang aku tinggali dengan ibuku. Ibuku adalah harta berharga ku. Aku sambil membawa barang yang aku beli dari pasar.

" Ibu ini barang yang aku beli dari pasar" kataku sambil mencari ibu di dalam rumah.

Tak ada jawaban dari ibuku. Aku mencari ibuku tapi tidak ketemu. Aku langsung menyusun barang barang yang aku beli dari pasar tadi ke tempat penyimpanan. Aku pikir ibuku mencari bahan makanan atau mencuci di sungai. Aku langsung memakan makanan yang ada di meja makan.

Aku langsung pergi kehutan untuk menyusul ibuku. Tapi yang aku lihat adalah pemandangan yang membuatku menangis. Aku melihat darah yang mengalir di kepala ibuku. Akupun langsung memeluk ibuku.

" Ibu ...kenapa ibu begini....?" kataku dengan menahan tangis.

Dengan mata yang hampir tertutup, ibu berusaha menjawab pertanyaan ku. Ibuku memberikan sebuah buku tanganku.

" Sayang, ini pesan terakhir ibu....?" kata ibuku dengan terbata - bata.

" Ibu, aku ambilkan obat untuk ibu ya..." kataku lagi dengan derai air mata.

" Ini adalah hari terakhir ibu, tinggal saja aku di sini. Kamu harus pergi..." kata ibuku lagi.

" Aku mau sama ibu, ibu harus hidup..." kataku sambil membalut luka dengan tanaman obat dan kain.

" Pengawal ayahmu menemukan ibu di sini.. " kata ibu dengan napas yang dalam.

Aku lihat dada ibuku naik turun dengan cepat, seperti ada beban berat yang menekan paru-parunya. Setiap helaan napas terdengar serak, putus-putus, dan tidak teratur, seolah udara di sekitar tidak pernah cukup untuk mengisi paru-parunya. Dia berusaha menarik napas lebih dalam, tapi hanya menghasilkan desahan pendek yang terputus sebelum mencapai tenggorokan.

" Kamu haru pergi dari sini, tinggalkan saja ibu di sini...." kata ibuku lagi.

Sesekali, ibuku memejamkan mata, berharap bisa mengatur ritme pernapasannya kembali.

" Kita pergi sama - sama Bu ..." kataku sambil menangis pilu.

" Kalau ibu pergi, kamu akan bahaya. Kamu harus hidup..." kata ibu lagi.

" Kenapa aku harus hidup Bu... " kata ku dengan berat.

" Kamu harus balas dendam, jangan bunuh ayahmu. Tapi buatlah kamu berhasil dan umumkan pada dunia kamu adalah anak yang dibuang dan kamu berhasil menaklukkan dunia... " kata ibuku sambil mengelus pipiku.

" Ibu..." kataku lagi.

Mata ibuku tidak terbuka lagi. Nafasnya berhenti. Udara terasa tajam di hidung dan tenggorokan, membuatnya semakin gelisah. Keringat dingin membasahi pelipisnya, dan rasa pusing mulai menyerang, membuat pandangannya sedikit kabur. Tangannya menggenggam lutut, mencoba menopang tubuh yang terasa semakin berat. Jantungnya berdegup kencang, beradu dengan ritme napas yang berantakan, seolah tubuhnya bekerja terlalu keras hanya untuk tetap berdiri.

Aku yang masih pusing karena menangis pergi ke dalam hutan. Aku berjalan tanpa memperdulikan tubuhku terkena akar dan tumbuhan berduri. Dunia terasa sepi dan hancur.

Berikut deskripsi suasana masuk ke dalam hutan yang semakin dalam dan menyeramkan. Awalnya, hutan itu tampak tenang dan bersahabat. Cahaya matahari menyusup melalui celah dedaunan lebat, menciptakan pola-pola terang di atas tanah berlumut. Angin sepoi-sepoi membawa aroma segar dari pepohonan pinus yang menjulang tinggi, dan suara burung-burung bernyanyi di kejauhan melengkapi suasana damai. Namun, semakin jauh langkah menapaki jalan setapak yang sempit, kerapatan pepohonan mulai menyelimuti dunia di sekitarnya.

Bayangan pohon yang dahulu hanya membentuk garis lembut kini menjadi gelap pekat, seperti dinding hidup yang menutup pandangan. Langit biru perlahan menghilang, digantikan oleh kanopi hijau gelap yang memblokir sisa-sisa cahaya. Udara yang sebelumnya hangat dan nyaman berubah menjadi dingin menusuk, seolah hutan menyembunyikan rahasia kelam di dalamnya.

Suara burung-burung mendadak lenyap. Yang tersisa hanyalah kesunyian yang memekakkan telinga, sesekali dipecahkan oleh suara ranting patah entah dari mana. Fajar yang cerah berganti menjadi senja, dan tanpa disadari, malam mulai merayap masuk. Kabut tipis muncul dari tanah, menyelimuti pohon-pohon tua yang batangnya penuh lumut.

Kini, setiap langkah terasa berat, tidak hanya karena jalanan menjadi licin oleh dedaunan basah, tetapi juga karena rasa takut yang perlahan menyusup. Suara asing—mungkin angin, atau mungkin sesuatu yang lain—menggemakan bisikan lembut di antara pepohonan. Rasa panik semakin memuncak ketika bayangan gelap di kejauhan tampak bergerak, seperti makhluk yang mengintai dari dalam kegelapan.

Di tengah hutan, malam sepenuhnya mengambil alih. Hanya ada kegelapan yang pekat, ditemani oleh suara serangga malam yang terdengar seperti nyanyian penghantar mimpi buruk. Cahaya bulan sesekali menyelinap melalui celah-celah daun, namun terlalu redup untuk memberikan rasa aman. Hutan Eropa itu kini terasa seperti labirin tak berujung, tempat di mana waktu dan arah seolah berhenti, meninggalkan siapa pun yang masuk terperangkap dalam keheningan yang mencekam.

Aku duduk termenung sambil menggenggam buku yanga ada di tanganku. Aku tidak berpikir kehilangan ibuku secara mendadak. Aku tidak menyangka mereka memeriksa setiap rumah, apalagi rumahku yang berada di pinggir hutan.

Aku berusaha menarik nafas sedalam dalamnya. Tapi rasanya seperti ada lubang besar di dalam dada, kosong namun berat, menghimpit setiap tarikan napas. Dunia yang dulu terasa penuh warna kini memudar menjadi abu-abu, seolah kehilangan nyawa bersamanya. Setiap sudut rumah menjadi pengingat kehadirannya yang kini hanya tinggal kenangan apalagi aroma masakan ibu kemudian suara lembutnya memarahiku kerena sering berteriak atau nakal, atau tawa kecilnya yang dulu memenuhi ruangan kini tiada lagi. Aku kehilangan rumah dan juga ibu.

Aku pikir aku akan kembali ke rumah, tapi entahlah. Aku tidur dulu dan bersandar di pohon oak yang besar. Batang pohon itu besar dan kokoh, dengan kulit kayu yang kasar dan sedikit retak, memberikan kesan tua namun penuh wibawa. Pohon ini berdiri menjulang, akarnya yang besar dan menjalar mencengkeram tanah dengan kuat, seolah-olah memeluk bumi. Di bawah kanopi dedaunan yang lebat, cahaya matahari tersaring menjadi sinar-sinar lembut yang menari di permukaan tanah.

Batangnya cukup lebar untuk menahan punggung ku yang habis menangis, pohon oak ini memberikan rasa nyaman saat bersandar. Aku tertidur di dekapan pohon oak dan menunggu besok.

1
seftiningseh@gmail.com
menurut aku episode satu di novel ini sangat bagus aku tarik baru baca sedikit menurut aku pribadi novel ini memiliki sedikit nuansa fantasi
semangat terus yaa berkarya
oh iya jangan lupa dukung karya aku di novel istri kecil tuan mafia yaa makasih
Wati Atmaja: terima kasih ya komentarnya.Aku makin semangat.
total 1 replies
Subaru Sumeragi
Begitu terobsesi sama cerita ini, sampai lahap ngelusin buku dari layar!
Wati Atmaja: makasih kaka. tambah semangat nulis cerita ya
total 1 replies
naruto🍓
Penulis berhasil menghadirkan dunia yang hidup dan nyata.
Wati Atmaja: terima kasih atas komentarnya /Heart/
total 1 replies
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!