Valerie terpaksa menikah dengan Davin karena permintaan terakhir papanya sebelum meninggal. Awalnya, Valerie tidak tahu-menahu tentang rencana pernikahan tersebut. Namun, ia akhirnya menerima perjodohan itu setelah mengetahui bahwa laki laki yang akan dijodohkan dengannya adalah kakak dari Jean, pria yang diam-diam ia kagumi sejak SMA dulu, meskipun Jean pernah menolaknya
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon xxkntng, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
3. Plan
"Coba kasih tahu saya, apa yang kamu gak suka dari saya. Biar saya belajar buat ngerti kemauan kamu," Davin memulai dengan nada serius.
Valerie menghela napas. "Gue tuh cuma gak suka kalau lo terlalu ikut campur sama apa yang mau gue lakuin."
"Kalau keinginan kamu masih dalam batas wajar, saya bisa maklumin," jawab Davin.
"Minimal izinin gue keluar malam," Valerie menjawab tegas.
"Gue udah kebiasaan keluar malam. Jadi, lo jangan ngelarang kebiasaan gue itu." Ucap valerie
"Mama sama papa gue aja gak pernah ngelarang gue ini itu!"
"Jadwal main kamu dari pagi sampai jam lima sore. Di bawah itu, kamu harus sudah ada di rumah buat nemenin saya," Davin menjelaskan.
"Kenapa sih lo ngatur hidup gue banget? Gue berasa dipenjara tau gak?!!" Valerie merasa frustasi.
"Coba kasih tahu saya alasan kamu keluar malam setiap hari itu apa?" Davin bertanya.
"Barr bukanya malam," ucap Valerie terus terang.
"Kalau cuma sekedar pergi ke barr, saya bisa sediain kamu barr khusus di rumah ini," Davin menawari.
"Segitunya?" Valerie membalas dengan sinis.
"sekarang giliran gue yang tanya,"
"Alasan lo apa ngatur hidup gue kayak gini?"
"Saya gak mau istri saya hidup tanpa aturan,"
"Gue juga punya aturan, Lo pikir selama ini hidup gue gak punya aturan? "
"Aturan yang kamu buat gak jelas," ucap Davin terus terang.
"Jelas kalau menurut gue,"
"Gue happy sama peraturan yang gue buat sendiri,"
"Saya mau ngerubah aturan yang kamu buat,"
"Ih, Lo tuh kenapa ngeselin banget si,"
"Ah, males,"
"Gue mau tidur," ucap Valerie sebal.
"Keluar dari kamar gue,"
"Gue bakalan turutin kemauan Lo. Asal kita gak tidur satu ranjang," ucap Valerie.
••••••

"Gimana istri lo?" tanya Regan.
"Mantep nggak?" Regan menaikkan alisnya sambil tersenyum menggoda.
"Gue harap lo nggak nganggurin perempuan secantik itu," ucap Dilan.
"Gue nggak pernah maksa dia buat ngelayanin gue," jawab Davin santai.
"Maksud lo apa?" tanya Dilan penasaran. "Jangan bilang kalau dia nggak mau."
"Nunggu dia siap," jawab Davin tenang.
"Siap nggak siap harusnya lo terkam aja," sahut Dilan.
"Nunggu perempuan siap itu lama, apalagi pernikahan kalian itu bukan karena cinta, tapi perjodohan," lanjutnya lagi. "Yakali mau ngelewatin kesempatan emas ini."
"Lo nggak pisah ranjang kan sama dia?"
"Kalau pisah kenapa?" balas Davin.
"What?" Dilan terkejut. "Apa-apaan sih lo?"
"Suami-istri itu harusnya seranjang," Dilan mendesak. "Lo jangan jadi suami takut istri."
•••••
APART JENA
"Gue jadi takut sama davin karena kejadian kemarin malam," ucap Valerie.
"Takut kenapa? takut diterkam?" goda Jena.
"Apaansi lo. "
"Terus?" Jena menatap temannya, masih bingung. "Apa yang lo takutin?"
"Gue kan udah nikah..."
"Suami lo tajir, duitnya oke, parasnya juga oke. Pak Davin itu mantep banget buat jadi suami," lanjut Jena. "Dia itu gambaran pria matang-laki-laki yang udah siap finansial dan mental buat nikah. Nggak perlu ragu atau takut kalau nikahnya sama dia."
"Gue takut bukan karena itu, bego."
"Terus takut kenapa?" tanya Jena penasaran.
"Gue takut kalau dia minta jatah ke gue."
"Lo belum siap, gitu?"
"Ya, gue belum siap digrepe-grepe," Valerie berbisik dengan wajah serius. "Bayangin aja, 21 tahun gue jaga tubuh gue. Yakali gue serahin ke orang yang nggak gue cinta."
"J-jadi maksud lo apa?"
"Ya, gue takut kalau dia minta jatah itu sama gue," jawab Valerie tegas. "Pokoknya gue nggak mau. Tubuh gue cuma boleh disentuh sama orang yang gue suka."
"Perempuan gila," Jena menatap temannya tidak percaya. "Jadi, kemarin malam, Lo belum disentuh sama sekali?"
"Gue pisah ranjang sama dia."
"What the fuck... L-lo nganggurin Pak Davin?" Jena menatap Valerie serius. "Pak Davin beneran lo anggurin? Lo nggak tertarik atau tergiur sedikit pun kalau lihat body-nya?"
"Yang bener aja lo."
"Lo nggak lesbi kan?" Jena mulai curiga. "Lo masih normal kan?"
"Lo beneran nanyain hal itu sama gue?"
"Kalau lo normal, harusnya cowok modelan Pak Davin nggak lo tolak," Jena menyindir.
"Kalau cowoknya modelan Jean, gue mau," ucap Valerie santai.
"STOP NAKSIR SAMA ADIK IPAR LO SENDIRI !!!" ucap Jena kesal.
"Jean makin lama makin ganteng kalau dilihat-lihat." Ucap valerie.
"Jean udah nolak lo ke seribu kali, nggak usah ngarepin dia lagi," Jena menasihati.
"Masih ada kesempatan, tau, Jena. Gue sama Jean itu sekarang udah satu rumah. Masih ada kesempatan buat godain dia."
"Mau lo godain pakai gaya apa juga nggak bakalan mempan. Jean bukan tipe orang yang gampang kegoda," balas Jena. "Digoda setan aja nggak kegoda, apalagi digoda cewek modelan lo."
"Gue takut kalau Jean gay," ucap Valerie khawatir.
"Kenapa sih pikiran lo udah sampai ke sana aja?" Jena geleng-geleng.
"Soalnya gue nggak pernah lihat dia gandeng atau pacaran sama perempuan."
"Kalau dia gay, gimana dong?" Valerie terlihat makin cemas. "Gue harus meluruskan masalah ini. Cowok seganteng Jean nggak boleh gay."
"Minimal dia harus sama gue. Iya, kan, Jena?"
"Tetep nggak. Gue tetep shipper lo sama Pak Davin. Valerie-Jean nggak boleh berlayar sampai kapan pun."
"Sialan, lo ini temen gue atau bukan sih?" ucap Valerie kesal.
"Ya, karena gue temen lo, makanya gue harus nyadarin lo kalau suami lo itu Davin, bukan Jean."
"Harusnya Mama sama Papa ngejual gue ke Jean, bukan ke Davin."
"Untung lo dijual ke Pak Davin, daripada ke orang nggak jelas," Jena menyentil.
"Kayaknya gue harus ngebujuk Davin biar dia ngizinin gue magang di perusahaan nya," Valerie merenung.
"Ngapain lo magang?" tanya Jena curiga. "Gue yakin niat lo magang bukan cuma sekedar cari pengalaman. Niat lo apa?"
"Gue nggak mau sekantor sama perempuan bawel kayak lo," ucap Jena terus terang.
"Lo temen gue, bukan sih? Kenapa lo nggak mau sekantor sama gue?"
"Gue nggak siap denger omelan lo itu setiap hari."
"Tenang, gue nggak akan bawel," Valerie tertawa kecil. "Gue magang buat mantau Davin."
"Davin atau Jean?" jena memastikan.
"Dua-duanya. Tapi gue bakalan lebih fokus ke Jean."
Jena menghela napas. "Davin nggak akan ngizinin lo jadi anak magang di perusahaan miliknya sendiri. Yakali istrinya jadi kasta terendah di kantor."
"Kayaknya gue harus ngebujuk Davin deh."
"Oke, gue tahu. Rencana gue malam ini cuma satu, ngebujuk Davin biar dia ngizinin gue magang di kantornya."
"Biar gue juga bisa sekantor sama lo dan jean. " ucap valerie antusias