Mereka bertemu dalam tujuan masing-masing. Seperti kata temannya dalam hubungan itu tidak ada perasaan yang dipertaruhkan hanya ada profesionalitas semata.
Bersama selama tujuh bulan sebagai pasangan suami-istri palsu adalah hal yang mudah pikir mereka. Tapi apakah benar takdir akan membiarkannya begitu saja?
"Maksudku. Kita tidak mudah akur bukan? kita sering bertengkar dan tidak cocok."
"Bernarkah? tapi aku merasa sebaliknya."
***
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Karangkuna, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
34. Kita Butuh Waktu
Matahari sore mengintip malu-malu dari balik awan, menyinari jalanan kecil di tempat Kani sedang berjalan. Sudah beberapa bulan berlalu sejak ia dan Baswara, pria yang pernah menjadi suaminya, memutuskan untuk berpisah. Dia dengan sadar telah memutuskan akhirnya dan meskipun pria itu tidak setuju namun itu adalah hal yang baik untuk mereka.
Kani dengan yakin awalnya, semua berjalan sesuai rencana, hingga perasaan mereka mulai bercampur aduk. Namun, ego dan luka masa lalu menghancurkan segala kemungkinan cinta yang tumbuh di antara mereka.
Setelah kontrak berakhir, Kani memilih kembali ke kehidupannya yang sederhana. Namun, tak bisa dipungkiri, ia sering merindukan pria yang akhir-akhir ini sering datang mengunjunginya meskipun sangat sedikit peluang yang ia dapatkan karena Kani benar-benar memberi batasan terhadapnya. Meskipun pernikahan mereka tak nyata, Kani pernah merasa hubungan itu begitu nyata—setidaknya untuknya.
Sore itu, Kani sedang berjalan menuju taman tempat ia biasa melepas penat, taman itu tak jauh dari toko tempatnya bekerja. Angin sepoi-sepoi menggoyangkan dedaunan, menciptakan suasana damai.
Namun, ketenangan itu pecah saat matanya menangkap sosok Baswara di kejauhan, sedang apa dia di sana pikirnya penasaran. Ia sedang berbicara dengan seorang wanita berambut panjang yang terlihat anggun.
Mereka terlihat akrab, perlahan Kani bisa menebak siapa wanita tersebut. Dia memutuskan untuk mengabaikan pemandangan itu dan pergi. Namun, langkahnya terhenti ketika ia berbalik melihat Baswara dipeluk oleh wanita itu.
Dadanya terasa sesak.
Ada rasa cemburu yang memenuhi dirinya, rasa amarah berkecamuk namun buru-buru ditepisnya.
"Mengapa aku peduli?" pikirnya. "Kami sudah selesai."
Namun, hatinya tidak bisa berbohong. Ia berbalik lagi, mengamati mereka dari kejauhan. Wanita itu tersenyum lembut, dan Baswara membalas dengan tatapan penuh kasih. Dia tidak tahan lagi dan segera meninggalkan taman dengan air mata yang menggenang di pelupuk mata.
***
Malam itu, Kani mencoba menenangkan dirinya. Dia berdiri di depan jendela menatap ke langit yang gelap lengkap dengan bintang dan bulan yang menghiasi. Namun, pikirannya terus dipenuhi bayangan Baswara dan wanita itu. Ia merasa bodoh karena membiarkan dirinya terluka oleh seseorang yang seharusnya tidak lagi memiliki tempat di hatinya.
Namun, takdir punya rencana lain. Keesokan harinya, Baswara muncul di depan pintu rumahnya. Wajahnya tampak tegang, seolah menyadari bahwa ada sesuatu yang salah pada mereka berdua tepatnya hubungan mereka yang dipikirannya telah—atau mungkin telah membaik.
"Kani, aku butuh bicara," katanya pelan.
Kani menatapnya dingin. "Tidak ada yang perlu dibicarakan, Bas. Bukankah semua sudah selesai?"
"Kani, aku tahu kau melihatku kemarin. Aku bisa menjelaskan," katanya dengan nada memohon.
Kani tertawa sinis. "Oh, jadi sekarang kau ingin menjelaskan? Tentang apa? Tentang pelukanmu dengan wanita itu? Tentang bagaimana kau terlihat begitu bahagia bersamanya?"
"Itu tidak seperti yang kau pikirkan," Baswara membela diri. "Yang terjadi sebenarnya—"
"Sudahlah," potong Kani. "Aku tidak butuh penjelasanmu. Lagipula, siapa aku untuk mempertanyakan apa yang kau lakukan? Terserahmu. Jujur aku tidak peduli lagi, Bas."
Baswara terdiam. Ia tahu bahwa kata-katanya tidak akan mudah mengubah apa yang dirasakan Kani. Namun, ia tidak bisa membiarkan wanita yang diam-diam ia cintai pergi begitu saja.
"Kau jelas salah paham," Baswara akhirnya menjelaskan.
"Dia datang untuk meminta maaf atas apa yang terjadi di masa lalu. Dia memelukku tiba-tiba, itu hanya pelukan sebagai teman. Tidak ada apa-apa di antara kami lagi."
Kani menatapnya tajam. "Dan kau pikir aku akan percaya begitu saja?"
"Aku tahu ini sulit bagimu untuk percaya, tapi aku serius, Kani. Aku hanya ingin meluruskan masa laluku agar aku bisa melangkah maju," kata pria itu, suaranya penuh kejujuran. "Denganmu."
Kata-kata terakhir itu membuat Kani tertegun. Namun, luka dan amarahnya masih terlalu besar untuk menerima penjelasan Baswara. Ia menggelengkan kepala, mencoba mengusir perasaan yang mulai tumbuh kembali.
"Maaf. Aku tidak bisa melakukan ini lagi," katanya dengan suara lirih sebelum menutup pintu di hadapan pria itu.
Hari-hari berlalu, tetapi Kani tidak bisa menghilangkan rasa sesak yang menghantuinya. Ia terus memikirkan pria itu, meskipun ia berusaha keras untuk melupakannya. Di sisi lain, Baswara juga tidak menyerah. Ia mencoba berbagai cara untuk menunjukkan bahwa perasaannya pada sang mantan istri tulus, tetapi wanita itu terus menjaga jarak.
***
Malam itu, Kani menemui Baswara di cafe milik sahabatnya tempat mereka pertama kali menyadari perasan satu sama lain. Baswara sudah menunggu dengan wajah penuh harap. Ketika melihat Kani datang, ia segera berdiri.
"Terima kasih sudah datang," katanya dengan tenang.
Kani duduk di hadapannya dan menatapnya dalam-dalam. "Aku di sini bukan untuk kembali padamu, Bas. Aku hanya ingin menyelesaikan semuanya denganmu."
Pria itu mengangguk. "Silahkan tanya apapun yang kau mau. Mari kita bicara dengan tenang. Aku akan menjelaskan semua."
Malam itu, mereka berbicara panjang lebar, tidak ada perdebatan hanya ada pertanyaan dan jawaban yang jelas dengan suara yang tenang. Baswara menjelaskan segala hal yang membuat Kani ragu, dan untuk pertama kalinya, Kani merasa bahwa ia benar-benar memahami pria itu. Meskipun luka masih ada, Kani akhirnya lega bisa mengetahui segala hal tentang pria itu.
Baswara mengantarkannya pulang dengan perasaan yang tidak bisa dijelaskan. Dia masih berharap bisa memperbaiki hubungan mereka namun dia tidak yakin wanita itu bisa diluluhkan hatinya dalam waktu singkat.
Mereka berhenti di depan gedung tempat Kani tinggal setelah neneknya meninggal. Sebelum Kani turun, Baswara memegang lengannya untuk sekedar memastikan sesuatu.
"Apa tidak ada kesempatan untuk kita lagi?" tanyanya berharap.
Kani menatap ke depan sembari menghela napas, "Kurasa kita harus menjauh sejenak Bas. Untuk memikirkan kembali semua ini. Baik diriku ataupun dirimu, kita berdua butuh waktu." Kani melangkah turun meninggalkan pria itu yang tertegun sambil memandangi kepergiannya.
Semangag berkarya👍🏻💪🏻