NovelToon NovelToon
Titik Balik Kehidupanku

Titik Balik Kehidupanku

Status: sedang berlangsung
Genre:CEO / Ibu Pengganti / Cinta Paksa / Beda Usia
Popularitas:2.1k
Nilai: 5
Nama Author: Aufklarung

Di sebuah kota yang tampak tenang, Alvin menjalani hidup dengan rutinitas yang seolah-olah sempurna. Seorang pria berusia awal empat puluhan, ia memiliki pekerjaan yang mapan, rumah yang nyaman. Bersama Sarah, istrinya yang telah menemaninya selama 15 tahun, mereka dikaruniai tiga anak: Namun, di balik dinding rumah mereka yang tampak kokoh, tersimpan rahasia yang menghancurkan. Alvin tahu bahwa Chessa bukan darah dagingnya. Sarah, yang pernah menjadi cinta sejatinya, telah berkhianat. Sebagai gantinya, Alvin pun mengubur kesetiaannya dan mulai mencari pelarian di tempat lain. Namun, hidup punya cara sendiri untuk membalikkan keadaan. Sebuah pertemuan tak terduga dengan Meyra, guru TK anak bungsunya, membawa getaran yang belum pernah Alvin rasakan sejak lama. Di balik senyumnya yang lembut, Meyra menyimpan cerita duka. Suaminya, Baim, adalah pria yang hanya memanfaatkan kebaikan hatinya.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Aufklarung, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Bab 3

Hari itu, sinar matahari menerangi halaman TK tempat Chessa bersekolah. Chessa anak ketiga Alvin yang bukan merupakan anak perselingkuhan Sarah dengan lelaki lain. Di sekolah Chessa ada acara dan Alvin menghadiri acara tersebut karena guru Chessa menghubungi Alvin lebih dari satu kali untuk memastikan bahwa Alvin akan datang pada acara itu. Bendera-bendera kecil warna-warni berkibar di sepanjang pagar, dan tawa anak-anak terdengar riuh memenuhi udara. Acara tahunan TK diadakan untuk mempererat hubungan antara orang tua, anak-anak, dan guru. Alvin, dengan kemeja biru dan celana panjang rapi, melangkah ke halaman dengan tangan menggenggam tangan kecil Chessa.

“Papa, nanti lihat aku ya. Aku mau nyanyi di panggung,” kata Chessa dengan senyumnya yang cerah.

“Tentu saja, sayang. Papa akan duduk di barisan depan,” jawab Alvin sambil tersenyum lembut pada putrinya.

Saat Chessa berlari bergabung dengan teman-temannya, Alvin duduk di deretan kursi yang telah disiapkan untuk para orang tua. Ia mengamati anak-anak yang sibuk bersiap-siap di panggung kecil, lalu matanya tertuju pada seorang wanita yang berdiri di dekat mereka. Wanita itu mengenakan blus sederhana berwarna peach dan rok hitam, rambutnya dikuncir rendah. Wajahnya memancarkan ketenangan dan kelembutan, terutama saat ia berbicara dengan anak-anak.

“Itu pasti gurunya Chessa,” pikir Alvin dalam hati.

Alvin sering menerima telepon dari guru Chessa tetapi baru kali ini mereka bertemu. Guru yang selalu memberi kabar mengenai prestasi- prestasi Chessa di sekolahnya.

Wanita itu beralih ke arah Alvin, dan mata mereka bertemu sesaat. Wanita itu tersenyum hangat dan melangkah mendekatinya.

“Selamat pagi, Pak Alvin,” sapanya dengan suara lembut. “Saya Meyra, guru Chessa.”

Alvin berdiri dan mengulurkan tangan. “Selamat pagi, Bu Meyra. Senang akhirnya bisa bertemu langsung dengan Anda. Chessa sering bercerita tentang betapa ia menyukai kelas Anda.”

Meyra tersenyum lebih lebar, tampak tulus. “Chessa anak yang manis dan pintar. Ia selalu membawa energi positif ke dalam kelas dan saya sering memberi kabar mengenai prestasi yang Chessa dapatkan di sekolah. Semoga dengan hadirnya Bapak pada acara ini Chessa semakin bersemangat untuk tampil”

Percakapan mereka berlangsung singkat karena acara segera dimulai. Alvin duduk kembali di kursinya, tetapi matanya terus memperhatikan Meyra yang memandu anak-anak dengan sabar di atas panggung. Ada sesuatu tentang wanita itu yang membuat Alvin merasa nyaman dan tertarik.

Setelah acara selesai, para orang tua diberi waktu untuk berbincang dengan guru-guru. Alvin memanfaatkan kesempatan itu untuk mendekati Meyra.

“Bu Meyra, acara hari ini sangat menyenangkan,” ujar Alvin membuka percakapan.

“Terima kasih, Pak Alvin. Kami semua bekerja keras untuk membuatnya berkesan bagi anak-anak dan orang tua,” jawab Meyra.

“Dan Anda melakukannya dengan baik,” Alvin memuji. “Ngomong-ngomong, saya selalu penasaran, bagaimana Anda bisa sabar menghadapi anak-anak kecil setiap hari?”

Meyra tertawa kecil. “Ini memang pekerjaan yang menuntut kesabaran, tapi saya mencintai anak-anak. Mereka selalu punya cara untuk membuat hari saya terasa bermakna.”

Alvin mengangguk, terkesan dengan jawaban itu. “Chessa sangat beruntung punya guru seperti Anda.”

Di tengah percakapan itu, seorang pria mendekati mereka. Pria itu terlihat berantakan dengan kaus lusuh dan mata yang agak merah. Ia melirik Alvin dengan curiga sebelum memandang Meyra.

“Mey, ayo pulang,” katanya singkat.

Meyra tampak sedikit tegang. “Ini suami saya, Baim,” katanya memperkenalkan pria itu kepada Alvin.

Alvin mengulurkan tangan, tetapi Baim hanya menatapnya dengan dingin dan tidak membalas salamnya. “Aku tunggu di luar,” katanya sebelum berjalan pergi tanpa menunggu jawaban.

Setelah Baim pergi, suasana menjadi canggung. Meyra mencoba tersenyum, tetapi ada kesedihan di matanya yang tidak bisa disembunyikan. Alvin merasa tidak enak hati, tetapi ia juga penasaran.

“Sepertinya suami Anda tidak terlalu suka berada di keramaian,” ujar Alvin dengan hati-hati.

Meyra mengangguk pelan. “Dia... lebih suka menyendiri.”

Alvin ingin bertanya lebih jauh, tetapi ia menahan diri. Ia merasa tidak pantas mencampuri urusan rumah tangga orang lain, terutama seseorang yang baru saja ia temui. Namun, dari cara Meyra berbicara dan ekspresinya, Alvin bisa merasakan bahwa ada masalah di balik pernikahan wanita itu.

Setelah berpamitan, Alvin mengantar Chessa pulang. Dalam perjalanan, pikirannya terus dipenuhi oleh bayangan Meyra. Ia tidak tahu mengapa, tetapi wanita itu meninggalkan kesan yang mendalam. Ada sesuatu tentang kelembutannya yang membuat Alvin merasa tenang, sesuatu yang sudah lama ia rindukan di rumahnya sendiri.

________________________________________

Malam itu, Alvin duduk sendirian di ruang tamu. Ia memikirkan pertemuannya dengan Meyra, dan tanpa sadar ia membandingkannya dengan Sarah. Istrinya yang glamor dan ambisius adalah kebalikan dari Meyra yang sederhana dan rendah hati.

Di sisi lain kota, Meyra sedang membersihkan meja makan di rumah kecilnya. Baim duduk di sofa dengan botol bir di tangannya, menonton televisi tanpa memperhatikan Meyra.

“Mey, uang bulan ini mana?” tanya Baim tiba-tiba, suaranya kasar.

“Aku baru dibayar minggu depan, Baim. Uang yang ada sekarang untuk kebutuhan rumah tangga,” jawab Meyra dengan lembut.

“Aku butuh uang, Mey! Aku nggak bisa terus-terusan hidup begini. Kau kan kerja di dua tempat, masa nggak cukup?”

Meyra terdiam, mencoba menahan air mata. Ia tahu bahwa apa pun alasannya, Baim tidak akan peduli. Pria itu akan terus menuntut lebih, meskipun ia sendiri tidak memberikan apa-apa untuk rumah tangga mereka.

“Kalau kau nggak mau kasih, ya sudah. Jangan salahkan aku kalau aku cari tempat lain buat tinggal,” ancam Baim sebelum berjalan keluar, membanting pintu di belakangnya.

Meyra terduduk di kursi, merasa hancur. Hidupnya bersama Baim telah menjadi neraka kecil yang terus ia jalani karena ia masih berharap suaminya akan berubah. Namun, semakin hari, harapan itu semakin pudar.

________________________________________

Hari-hari berikutnya, Alvin tidak bisa mengabaikan pikirannya tentang Meyra. Ia mencoba mencari tahu lebih banyak tentang wanita itu dari obrolan singkat dengan Chessa.

“Papa, Bu Meyra bilang aku pintar nyanyi tadi,” cerita Chessa suatu malam.

“Ya? Bu Meyra baik, ya?” Alvin mencoba menggali lebih jauh.

“Iya, Bu Meyra selalu senyum. Tapi kadang-kadang dia sedih, Papa,” jawab Chessa polos.

“Sedih? Kenapa, sayang?” Alvin bertanya, meskipun ia tahu Chessa mungkin tidak punya jawaban.

“Nggak tahu Pa. Tapi aku pernah lihat matanya merah, kayak habis nangis.”

Kata-kata Chessa membuat hati Alvin semakin gelisah. Ia ingin membantu Meyra, tetapi ia tidak tahu bagaimana caranya tanpa terlihat mencampuri urusan pribadi wanita itu.

Namun, satu hal yang pasti: Meyra telah meninggalkan jejak di hati Alvin, dan untuk pertama kalinya dalam waktu yang lama, Alvin merasa ada harapan baru di tengah kehidupannya yang suram.

1
Anastasia Silvana
Baik,bisa diikuti alurnya.
Anastasia Silvana
Akhirnya satu persatu menemukan jalannya
Happy Kids
rasain tuh kesepian. salah sendiri diajak jd pasanhan normal saling berbagi gamau. rasain aja tuh. ga perlu sedih sedih
XimeMellado
cerita ini sudah bikin saya merinding dan ingin tahu terus plotnya. Bravo thor!
paulina
Keren banget gambaran tentang Indonesia dalam cerita ini, semoga terus mempromosikan budaya! 🇮🇩
Reana: terima kasih atas dukungannya🙏🙏
total 1 replies
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!