KESHI SANCHEZ tidak pernah tahu apa pekerjaan yang ayahnya lakukan. Sejak kecil hidupnya sudah bergelimang harta sampai waktunya di mana ia mendapatkan kehidupan yang buruk. Tiba-tiba saja sang ayah menyuruhnya untuk tinggal di sebuah rumah kecil yang di sekelilingnya di tumbuhi hutan belukar dengan hanya satu orang bodyguard saja yang menjaganya.
Pria yang menjadi bodyguardnya bernama LUCA LUCIANO, dan Keshi seperti merasa familiar dengan pria itu, seperti pernah bertemu tetapi ia tidak ingat apa pun.
Jadi siapakah pria itu?
Apakah Keshi akan bisa bertahan hidup berduaan saja bersama Luca di rumah kecil tersebut?
***
“Kamu menyakitiku, Luca! Pergi! Aku membencimu!” Keshi berteriak nyaring sambil terus berlari memasuki sebuah hutan yang terlihat menyeramkan.
“Maafkan aku. Tolong jangan tinggalkan aku.” Luca terus mengejar gadis itu sampai dapat, tidak akan pernah melepaskan Keshi.
Hai, ini karya pertamaku. Semoga kalian suka dan jangan lupa untuk selalu tinggalkan jejak🥰
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon fasyhamor, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Sarapan Bersama
Keshi terbangun mendadak dengan jantung berdegup cepat, ia terkejut bukan main saat mendengar bunyi derum mobil sport yang terdengar dari halaman depan mansionnya. Kepalanya melongok pada jendela di sebelah ranjangnya untuk melihat halaman depan.
Terlihat dua mobil sport berwarna hitam dan merah sedang terparkir rapih di depan sana. Alisnya menukik tajam melihat itu. Siapa orang tidak tahu diri yang berisik sepagi ini?
Keshi mengerang kesal ketika mobil itu kembali berderum dengan kencang. Kepalanya menoleh dan melihat jam dinding menunjukkan pukul tujuh pagi. Ini masih pagi? Mengapa mereka berisik sekali?!
Gadis itu masih nyaman menonton dua mobil sport tersebut dari jendela kamarnya, matanya beberapa kali terpejam dan terbuka karena ia benar-benar masih mengantuk, tetapi ia penasaran siapa dua orang menyebalkan itu.
Keshi berdecih sinis karena pada akhirnya ia bisa melihat salah satu pria yang ia kenal baru saja keluar dari mobil sport berwarna hitam. Luca menutup pintu mobil tersebut, ia sekarang hanya menggunakan kemeja putih yang mengepas pada tubuh kekarnya.
“Luc, tangkap.” seorang pria lain keluar dari mobil berwarna merah dan melemparkan sebuah kunci pada Luca.
Keshi mendengkus dan kembali berbaring nyaman di atas ranjangnya, bergelung dibawah selimut tebalnya.
...\~\~\~...
Di meja ruang makan, terlihat banyak sekali makanan menggiurkan yang membuat Keshi kelaparan saat kedua kakinya sudah menuruni anak tangga.
“Wah, mengapa hari ini ada banyak makanan?” Keshi bertanya dengan semangat, kedua matanya berbinar senang.
Bibi Daya datang sembari menaruh sebuah mangkuk besar berisi soup ayam. “Untuk merayakan hari ulang tahuhmu, Nona Keshi.”
Keshi tersenyum semakin lebar, ia duduk di salah satu kursi makan tersebut. “Tapi ‘kan ulang tahunku itu kemarin.” ucapnya pada Bibi Daya.
Bibi Daya tersenyum lembut. “Tuan Rio meminta para koki untuk memasak banyak makanan hari ini untuk dirimu dan beberapa orang lain.”
Keshi mengerutkan dahinya bingung. “Beberapa orang? Siapa? Apa itu rekan kerja ayah?”
“Saya tidak tahu, Nona Keshi. Beberapa pelayan juga di suruh ikut membantu memasak untuk menyediakannya di ruang makan.” Bibi Daya menggeleng sembari masuk ke dalam dapur untuk membawa beberapa piring bersih.
Keshi hanya dapat menonton para pelayan yang bekerja dengan sibuk. Sejujurnya sejak semalam ia sudah sangat kenyang sekali saat makan-makan dengan ayahnya. Tetapi karena ia tidak ingin menyakiti perasaan para koki dan pelayan di sini yang sudah susah payah memasak, Keshi akan memakan secukupnya saja.
“Putriku.” ayahnya datang memasuki area ruang makan, pria paruh baya itu masih terlihat tampan walau rambut dan jenggotnya sudah memutih.
“Ayah!” Keshi memanggilnya dengan senang.
Ayahnya berjalan menghampiri putrinya lalu mengelus lembut puncak kepalanya dengan sayang. Ia lalu mendudukkan bokongnya pada kursi bagian tengah di meja makan panjang tersebut.
“Sebenarnya, mengapa mereka masak banyak hari ini? Bibi Daya bilang katanya akan ada beberapa orang lagi.” ucap Keshi pada sang ayah.
Rio menatap putrinya sekilas sebelum meneguk segelas kopi hangat di hadapannya. “Benar, ayah mengajak beberapa orang untuk sarapan bersama dengan kita. Ada beberapa penjaga baru yang masuk ke sini, dan ayah menyuruh mereka untuk sarapan bersama dengan kita. Salah satunya juga pengawal barumu itu.”
“Luca?” Keshi bertanya bingung.
Bukan sekali dua kali ayahnya selalu mengajak para pelayan atau para penjaganya untuk ikut makan bersama mereka. Keshi tidak paham dengan jalan pikiran ayahnya, pria tua itu terlalu baik. Ada secuil rasa terharu melihat sikap baik ayahnya.
“Ya, Luca. Dia juga akan sarapan bersama kita. Sekaligus bisa kamu gunakan untuk banyak bertanya tentang dirinya supaya kalian tidak canggung lagi.” ucap ayahnya.
Keshi mendengkus. “Kenapa harus akrab dengan pengawal sendiri? ‘kan itu tidak perlu.”
Rio mendatarkan ekspresi wajahnya dengan kerutan halus di dahinya. “Tidak bisa seperti itu. Kamu harus selalu dekat dengan pengawalmu dan kalau bisa kalian berteman juga.”
Keshi menganga tidak percaya. “Apa?! Berteman? Aku tidak mau!”
Sang ayah menghela napasnya pelan, sejak kecil Keshi memang sulit berteman dengan orang lain karena putrinya terlalu selektif dalam berteman. Sejujurnya itu bukanlah sifat sombong atau apa, justru seleksi dalam pertemanan tidaklah buruk karena kita bisa menghindari pengaruh-pengaruh buruk untuk diri kita sendiri.
Tetapi Rio selalu berharap bahwa putrinya mau berteman dekat dengan orang-orang yang bekerja di rumahnya, bahkan jika bisa pun berteman dengan para pengawalnya atau para penjaga yang lainnya.
“Kamu tidak boleh seperti itu, Keshi. Luca akan menjadi pengawalmu dan kamu tidak boleh memandang rendah pengawalmu sendiri.”
Keshi melongo. “Aku tidak memandang rendah pria itu! Hanya saja….terlalu sulit bagiku untuk berteman dengan pria.”
Satu hal yang membuat Keshi selalu sendiri dan tidak memiliki kekasih adalah karena gadis itu sulit berinteraksi dengan para pria. Bahkan hingga sekarang pun ia masih sulit berbicara akrab dengan supirnya, padahal supirnya sudah bekerja di sini sejak Keshi masih kecil.
“Kalau begitu kamu harus berusaha keras untuk bisa berteman dengan pengawalmu.” ayahnya berucap dengan nada datar.
Keshi tidak pernah paham mengapa ia harus berteman dengan para penjaga dan para pelayannya. Ayahnya memang mudah mendapatkan teman dan rekan, tetapi tidak dengan dirinya yang kesulitan untuk berinteraksi dengan orang lain.
Gadis itu memanyunkan bibirnya sedih. “Baiklah, ayah. Aku akan mencoba.”
Rio mengangguk, ia mengelap bibirnya yang basah karena kopi dengan serbet di atas meja makan. Pria tua itu kemudian menoleh pada seorang pelayan pria yang sedang berdiri di depan pintu dapur. “Panggilkan mereka untuk masuk karena makanannya sudah jadi.”
Pelayan pria itu mengangguk lalu berjalan keluar ruang makan menuju halaman depan yang di padati oleh lima orang penjaga pria yang baru. “Tuan Rio mengizinkan kalian untuk masuk ke dalam.”
Keshi tersenyum saat Bibi Daya menuangkan beberapa lauk ke atas piringnya. “Jangan banyak-banyak.” ucapnya pada wanita paruh baya itu untuk mengingatkan.
Bunyi derak sepatu membuat Keshi mendongak dan menoleh, sedikit terkejut melihat lima pria yang tidak ia kenal. Ah, hanya satu yang ia kenal. Luca berada di belakang keempat pria itu dengan sebuah kemeja putih yang sempat Keshi lihat dari jendela kamarnya.
“Kalian bisa makan bersama kami, gentleman.” ayahnya menyapa kelima pria itu.
Keshi menunduk saat melihat Luca yang duduk di hadapannya. Entah mengapa jantungnya berdegup cepat melihat pria itu yang berada di hadapannya. Kemudian gadis itu mendongak, berusaha terlihat biasa saja dan makan dengan tenang.
“Terima kasih banyak karena mengizinkan kami sarapan bersama, Sir Sanchez.” salah satu dari kelima pria itu berucap dengan nada senang.
Keshi menoleh melihat pria yang tengah memakai kemeja hitam, rambutnya berwarna cokelat gelap dan terlihat muda.
Rio menyesap kopinya lalu terkekeh pelan. “Tentu saja, Rick. Aku memperlakukan para bawahanku seperti temanku sendiri. Jangan sungkan karena sekarang kalian sudah menjadi temanku.”
Keshi mendengarkan perbincangan mereka sembari menyuap makanannya, beberapa kali ia melirik pada Luca di hadapannya yang terlihat tenang sembari memakan makannya dengan wajah datar.
Apa Luca tidak mengerti cara tersenyum? Pertanyaan tersebut terlintas begitu saja di pikirannya.
...***...
...Luca...