5 hari sebelum aku koma, ada sesuatu yang janggal telah terjadi, aneh nya aku tidak ingat apa pun.
__________________
"Celine, kau baik-baik saja?"
"Dia hilang ingatan!"
"Kasian, dia sangat depresi."
"Dia sering berhalusinasi."
__________________
Aku mendengar mereka berbicara tentang ku, sebenarnya apa yang terjadi? Dan aneh nya setelah aku bangun dari koma ku, banyak kejadian aneh yang membuat ku bergidik ketakutan.
Makhluk tak kasat mata itu muncul di sekitar ku, apa yang ia inginkan dari ku?
Mengapa makhluk itu melindungi ku?
Apakah ini ada hubungan nya dengan pria bermantel coklat yang ada di foto ku?
Aku harus menguak misteri ini!
___________________
Genre : Horror/Misteri, Romance
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Maylani NR, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Tangan pucat
Pukul 22:30 malam, angin dingin berhembus lembut saat Celine melangkah keluar dari stasiun kereta. Jalan setapak menuju rumahnya terasa lengang, hanya ditemani suara langkah kakinya dan gemerisik daun yang terinjak.
Dengan satu tangan menggenggam ponsel, ia sesekali membuka galeri fotonya, mencari petunjuk yang mungkin bisa menjelaskan sesuatu tentang dirinya dan Devid, dan kenapa tidak ada satu pun memori tentang pria itu di ingatannya.
"Aku penasaran," gumamnya pelan. "Devid bilang dia adalah kekasihku. Tapi kenapa tidak ada satu pun foto dirinya atau pun foto kebersamaan kami di dalam album fotoku?"
Set! set!
Jari-jarinya terus bergerak di layar, men-scroll galeri foto dengan cepat. Namun, tidak ada tanda-tanda keberadaan Devid. Semua foto hanya menampilkan dirinya, Sovia, dan beberapa rekan kerja lain.
"Aneh, seharusnya satu foto ada, kan?" pikirnya, alisnya berkerut.
Tiba-tiba, jari-jarinya berhenti di salah satu foto yang terlihat aneh. "Hem?"
Pip!
Celine memperbesar foto tersebut. Di layar, terlihat seseorang sedang membawa kue ulang tahun. Namun, suasana dalam foto itu gelap, dan sebagian gambar tampak terpotong, membuatnya sulit mengenali siapa orang tersebut.
"Aku tidak ingat siapa yang membawa kue ini ya?"
Ia memiringkan kepala, mencoba mengingat. Tapi pikirannya kosong. Tidak ada ingatan yang muncul.
Celine memperhatikan lebih dekat. Tiba-tiba, ia menyadari sesuatu—orang dalam foto itu mengenakan mantel musim dingin berwarna cokelat.
"Ah? Mantel musim dingin? Siapa orang ini? Apakah Devid? Tapi..." Celine mengerutkan kening. "Seingat ku, Devid jarang mengenakan mantel."
Ia terdiam, menatap layar ponselnya lebih lama. Hatinya dipenuhi kebingungan.
"Aku akan menanyakan hal ini pada Sovia nanti. Mungkin dia tahu sesuatu tentang foto ini."
Dengan pikiran yang penuh tanda tanya, Celine memasukkan kembali ponselnya ke dalam saku. Langkah-langkahnya terasa lebih berat, seolah-olah setiap pertanyaan di benaknya menambah beban di pundaknya.
.......
.......
.......
Tap... Tap... Tap!
Langkah kaki Celine bergema samar di sepanjang jalan yang semakin sunyi. Udara malam terasa dingin, menambah suasana mencekam di sekitar. Ia memandangi gang sempit yang membentang di depannya, diapit dua bangunan tua dengan lampu redup yang nyaris tidak berfungsi.
"Jalan ini gelap sekali, tapi ini yang paling cepat," gumamnya, mencoba meyakinkan diri.
Ia menoleh ke sisi kanan, melihat jalan akses utama yang lebih terang dan ramai. Namun, jalur itu memutar jauh, dan Celine sudah terlalu lelah setelah seharian bekerja.
"Kalau aku lewat jalan akses utama, waktu yang ku habiskan bisa dua kali lipat."
Matanya kembali menatap gang alternatif yang suram.
"Jalan alternatif saja, aku ingin lebih cepat sampai rumah," putusnya.
Dengan langkah hati-hati, ia mulai memasuki gang itu. Bayangan tubuhnya bergerak samar di tembok-tembok kusam, mengikuti setiap langkahnya.
Tap... Tap... Tap!
Ketika mencapai tengah gang, Celine mendengar suara gaduh dari ujung jalan. Ia berhenti sejenak, matanya memperhatikan tiga pria berandalan yang sedang memukuli seseorang.
Bug! Bug! Bug!
"Aaaaahh hentikan! Aku mohon jangan pukuli aku lagi! Aku mohon!" Suara rintihan itu begitu memilukan, membuat Celine mematung di tempat.
Salah satu dari berandalan itu berteriak garang, "DIAM! Ini ganjaran untuk orang yang berani berurusan dengan kami!"
Bug! Bug! Bug!
"Hng, kejamnya mereka," gumam Celine dalam batinnya, mencoba menekan rasa ngeri yang menyeruak di dadanya.
Ia mempercepat langkah, berusaha tidak menoleh sedikit pun ke arah para berandalan itu. Keinginannya hanya satu—keluar dari gang ini secepat mungkin. Namun, nasib buruk menimpanya.
Tiba-tiba, salah satu dari mereka menarik tas selempangnya dengan kasar. Tarikan itu membuat tubuh Celine tersentak mundur, dan ia hampir kehilangan keseimbangan.
"Ah? Apa yang kau lakukan? Lepaskan tasku!" seru Celine dengan suara tegas, mencoba mempertahankan tasnya.
Namun, bukannya melepas, pria itu justru tersenyum licik. "Nona cantik mau ke mana? Jangan buru-buru! Bagaimana kalau kita bersenang-senang dulu?" ucapnya sambil menarik tas itu lebih kuat.
"Lepaskan tasku, bajingan!"
Dalam sekejap, Celine mengepalkan tinjunya dan memukul wajah pria itu dengan keras.
BUG!
Pria itu mundur selangkah, terkejut dengan keberanian Celine. Tapi, tindakan itu malah membuat mereka semua murka.
"Wah, wah, wah... apa ini?" salah satu dari mereka terkekeh. "Sepertinya jalang ini perlu kita ajari caranya menyenangkan laki-laki."
"Hahahaha, kita bawa saja dia ke markas!" ujar pria lain dengan tawa menggema.
Celine merasa darahnya membeku mendengar kata-kata itu. Ia menelan ludah, tubuhnya mulai gemetaran. Dengan langkah perlahan, ia berjalan mundur, bersiap untuk melarikan diri. Namun, baru saja ia memutar tubuhnya untuk lari, rambut hitam panjangnya dijambak dengan kasar.
"KYAAAAAAA!"
Jeritannya menggema di sepanjang gang, namun tidak ada yang datang menolong.
Zruuuk!
Tubuhnya tersungkur ke belakang. Lutut dan sikunya menghantam tanah dingin dengan keras.
"Hahahaha, jalang mau kabur? Oh, tidak bisa! Kami akan menghabisi mu malam ini juga! Ahahahaha ..." tawa berandalan itu menggema, dipenuhi kepercayaan diri yang menakutkan.
Celine yang terkulai di tanah, tubuhnya gemetaran tak berdaya. Matanya terpejam, merasakan ketakutan yang sangat mendalam. Setiap detik terasa lebih berat dari sebelumnya, seolah dunia ini semakin sempit. Kepalanya berdenyut dengan rasa sakit yang menusuk, semakin kuat, seperti ada sesuatu yang terbangun di dalam dirinya.
"Ah, kepala ku sakit sekali?" gumam Celine, memegangi kepalanya yang berdenyut, berusaha menahan rasa sakit yang datang begitu mendalam.
Ke tiga berandalan itu, dengan kekuatan yang mereka miliki, mulai memegang tangan dan kaki Celine dengan paksa, mengunci tubuhnya agar tidak bisa bergerak. Tubuhnya semakin lemah, tetapi hati kecil Celine terus bergemuruh, berharap seseorang akan datang untuk menolong.
"Tolong! Siapa pun tolong aku!" teriak Celine, namun suara itu hampir tak terdengar, seolah tertelan dalam kegelapan.
"Aku mohon!" tambahnya dalam hati, namun hanya kesepian yang menyambut doanya.
Dan tepat ketika ia mulai merasa bahwa segala harapan telah lenyap, kilasan ingatan tiba-tiba muncul begitu tajam, menyatu dengan rasa sakit yang menjalar di kepalanya.
"Ah?" Celine menjerit dalam hati, matanya terbuka lebar, melihat bayangan samar dalam ingatan yang tak ia mengerti.
.......
.......
.......
Memori itu datang dengan cepat, seperti kilat yang menyambar dalam gelap.
"TOLOOOOONG! TOLOOOOONG! Siapa pun tolong kami!" teriak Celine, dalam ingatan itu. Suaranya penuh ketakutan, berharap ada seseorang yang akan datang menyelamatkan mereka.
Di sekelilingnya, kabut gelap mengelilingi, wajah-wajah samar terlihat di tengah ketakutan yang membekap. "Celine, pergi!" terdengar suara seseorang yang sangat ia kenal, namun wajahnya kabur, penuh darah.
"Selamatkan dirimu!" suara itu menguat, seolah memaksa Celine untuk menjauh.
"Jangan hiraukan aku!" suara itu terdengar lebih keras, lebih mendalam, menyentuh jiwa Celine dengan perasaan yang sulit dijelaskan.
Celine ingin melihat lebih jelas, ingin tahu siapa yang sedang berbicara padanya. Namun, seperti mimpi buruk, wajah itu terhapus dalam kabut cahaya yang menyilaukan, memudar begitu cepat.
.......
.......
.......
"Hah?"
Celine membuka kedua matanya, dan seketika, ingatan yang baru saja muncul itu terputus. Kejutan datang begitu mendalam saat ia melihat tangan pucat yang tiba-tiba menjulur melewati sisi kanan bahunya. Tangan itu mencekik salah satu berandal yang ingin melukainya, dengan kekuatan yang tidak bisa ia jelaskan.
"Ah? Tangan?" suara Celine terlepas, gemetar dalam kebingungannya.
"Aarghh!!! ... ke-kenapa leher ku?" teriak Jack, berandalan yang tengah dipermainkan oleh tangan misterius tersebut. Wajahnya memerah, berusaha melepaskan diri, namun cengkeraman itu semakin kuat.
"Woy ada apa Jack?" tanya salah satu temannya dengan kebingungan, mencoba mendekat.
"Leher ku, a-aku ti-tidak bisa bernafas!" Jack merintih, tubuhnya semakin lemas, sementara rasa panik mulai merasuk ke dalam diri teman-temannya.
Celine yang duduk tak berdaya, menoleh ke arah kanan untuk melihat siapa yang datang menolongnya, tetapi anehnya, tidak ada siapa pun di sana.
"Tidak ada siapa pun? Bahkan tangan pucat yang barusan muncul tidak ada?" pikir Celine, mencoba mengerti apa yang baru saja ia saksikan. Kebingungannya semakin mendalam.
"Aaaaaaargh!!!"
Tiba-tiba, terdengar suara jeritan yang sangat keras, dan seketika itu juga, tubuh Jack terpental mundur dengan kecepatan yang luar biasa, menghantam dinding dengan sangat keras. Suara benturan itu bergema di sekitarnya, meninggalkan ketegangan di udara.
"BRAAAAAAKKK!"
Teman-teman Jack yang berada di dekatnya, terperanjat dan mundur dengan cepat, kebingungan melihat apa yang baru saja terjadi.
"Ada apa dengan Jack?" tanya salah satu dari mereka, mencoba memahami kejadian yang sangat tidak masuk akal itu.
"Aku juga tidak tahu, kenapa bisa dia terpental seperti itu?" jawab yang lainnya dengan nada panik, tidak bisa mengerti apa yang sedang terjadi di depan mata mereka.
Celine, yang masih dalam posisi duduk, tanpa sadar mengalihkan pandangannya ke arah sebuah potongan besi panjang yang tergeletak di sisi kanan. Sesuatu yang tak terlihat, atau mungkin, kekuatan yang datang entah dari mana, membuat besi itu bergerak-gerak dengan sendirinya.
"Ah? Besi itu bergerak sendiri?" gumam Celine dengan kaget. Matanya terbelalak, mencoba memproses apa yang baru saja ia lihat.
Syuuuuuuuuuttt!
JLEEEEBBB!!!
Dengan kecepatan yang luar biasa, potongan besi panjang itu melesat tanpa ada yang menyentuhnya. Dalam sekejap, besi itu menusuk perut salah satu berandal dengan sangat mengerikan, mengeluarkan suara berdarah yang menambah ketegangan di tempat itu.
"AAAARGHHH!!!" teriak berandalan tersebut, tubuhnya terjatuh ke tanah dengan darah mengalir deras dari perutnya.
Keheningan tiba-tiba menyelimuti mereka semua. Mereka terkejut, tidak bisa percaya dengan apa yang baru saja terjadi di depan mata mereka. Semua orang yang ada di sana hanya bisa terdiam, tak tahu harus berkata apa. Keadaan yang sebelumnya begitu kacau kini terhenti, dipenuhi rasa takut yang begitu mendalam.
Celine merasa jantungnya berdegup kencang, ketakutan dan kebingungannya bercampur aduk. "Apa yang baru saja terjadi?" pikirnya, mencoba memahami kekuatan yang tak terlihat ini. Namun, satu hal yang pasti, seseorang atau sesuatu yang tidak terlihat sedang melindunginya.
"Woooyyy? Jack?"
Mike, yang masih terkejut, memanggil teman yang baru saja jatuh ke tanah dengan tubuh tergeletak tanpa nyawa. Ia berlari menghampiri, namun matanya terbuka lebar, tak percaya dengan apa yang terjadi.
"Gila, ba-bagaimana bisa?" ucap Mike, terengah-engah, bingung dengan kejadian yang begitu cepat dan mengerikan. Jack... teman mereka yang sedang dipermainkan, tiba-tiba terlempar begitu saja, dan kini ia sudah tergeletak dengan darah yang mengalir deras.
Kedua berandal lainnya, Roy dan Mike, menatap Jack dengan tatapan terbelalak. Mereka tidak bisa mencerna apa yang baru saja terjadi. Kejadian itu begitu cepat, dan mereka merasa seperti ada kekuatan yang tak terlihat yang berperan dalam insiden tersebut.
"Kita harus pergi Roy! KITA HARUS PERGI!" teriak Mike, suara paniknya mengiris udara. Ia merasa hidupnya dalam bahaya, dan satu-satunya hal yang bisa ia pikirkan adalah melarikan diri dari tempat itu.
"Ta-tapi Jack-" Roy mencoba menjelaskan, namun suara Mike sudah menggelegar.
"DI SINI ADA HANTU, KITA HARUS PERGI!" teriak Mike lagi, panik luar biasa, tubuhnya gemetar ketakutan.
"Tapi-"
"PERSETAN LAH!" Mike menyambar, mengabaikan kata-kata Roy. Ia sudah terlalu takut, tak peduli lagi dengan apa yang terjadi pada Jack.
"MIKE TUNGGU!" Roy berlari mengejarnya, berusaha untuk mengikuti teman yang sudah terlanjur panik dan melarikan diri.
Taptaptaptaptap!
Kedua berandal itu berlari, tanpa menoleh lagi. Mereka meninggalkan tempat itu secepat kilat, seakan dunia mereka sudah berubah menjadi mimpi buruk yang tak bisa dijelaskan.
Celine, yang masih duduk di tempat yang sama, mengatur napasnya, mencoba menenangkan diri setelah kejadian yang begitu menegangkan. "Apa yang ha-harus aku lakukan sekarang?" pikirnya, tubuhnya gemetar dan pikirannya berputar. Dia merasa aneh, bingung dengan apa yang baru saja terjadi. Apakah ia benar-benar aman?
"Nona, lebih baik kita pergi juga dari sini!" suara laki-laki yang tadi menjadi korban pemukulan terdengar, seraya berjalan mendekati Celine.
Celine menoleh ke arah laki-laki itu. Ia mengangguk pelan, merasakan getaran ketakutan dalam dirinya. "Ah? Ka-kamu benar, ayo!" jawabnya dengan cepat.
Karena Celine merasa tidak ingin berurusan lebih jauh dengan pihak kepolisian dan merasa tempat itu tidak aman, dia memutuskan untuk pergi bersama laki-laki itu. Mereka harus segera keluar dari sana, sebelum hal-hal yang lebih buruk terjadi.
Taptaptaptaptap!
Langkah kaki mereka bersatu, berlari meninggalkan gang gelap itu, meninggalkan kenyataan yang baru saja mereka hadapi. Namun, dalam hati Celine, ada pertanyaan yang menggelayut. Apa yang sebenarnya terjadi? Apa yang melindunginya tadi? Apakah ini pertanda dari sesuatu yang lebih besar?
...Bersambung......