Gadis manis bernama Rania Baskara, usia 17 tahun. Baskara sendiri diambil dari nama belakang Putra Baskara yang tak lain adalah Ayah angkatnya sendiri.
Rania ditolong oleh Putra, ketika masih berusia 8 tahun. Putra yang notabenenya sebagai Polisi yang menjadi seorang ajudan telah mengabdi pada Jendral bernama Agung sedari ia masih muda.
Semenjak itu, Rania diasuh dan dibesarkan langsung oleh tangan Putra sendiri.
Hingga Rania tumbuh menjadi gadis yang cantik dan manis.
Seiring berjalannya waktu, cinta tumbuh pada diri Rania terhadap Putra, begitu juga Putra merasakan hal yang sama, namun ia tidak ingin mengakuinya..
Bagaimana kelanjutannya? ikuti kisahnya..
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Mahkota Pena, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Second First Kiss
"Bagaimana bisa? Kapan? Kok aku tidak merasakannya?" Rania mengabsen satu persatu pertanyaannya.
"Bisa saja, saat kamu pingsan tercebur di kolam renang, kamu tidak akan bisa merasakannya, karena kamu sedang pingsan." Jelas Putra pada Rania.
Rania merasa kesal, karena ia tidak dapat merasakannya.
"Ayah, curang. Ayah bisa merasakannya, sedangkan aku tidak." Sungut Rania dengan kesal. Ia memanyunkan bibirnya, membuat Putra tidak dapat menahan imannya.
Putra membelai pipi Rania, kemudian belaiannya turun hingga kebagian dagu.
Putra menyentuh rahang Rania dengan lembut.
"Apakah kamu ingin mencobanya denganku?"
Putra menawarkan dirinya.
Rania menatap wajah Putra dengan begitu dalam. Jarak keduanya begitu dekat. Hingga hembusan nafas keduanya terasa hangat.
Rania mengangguk tanda mengiyakan.
Dengan hati berdebar-debar, keduanya tampak bersiap-siap untuk menikmati first kiss yang sesungguhnya.
Dada Rania terasa sesak, ini kali pertama ia akan merasakannya. Bahkan ia akan merasakannya dengan Putra. Ayah angkatnya yang akhir-akhir ini memenuhi pikiran dan perasaannya.
Putra mendekatkan b*birnya pada b*bir Rania. Dan Putra berhasil mel*mat dengan lembut b*bir ranum Rania.
Kali ini, ia dapat merasakan yang sesungguhnya.
Rania memejamkan matanya seolah tengah menikmati lumat*n dari Putra.
Putra kemudian melepaskannya.
"Bagaimana? Sudah tidak penasaran kan?" Tanya Putra tatapan menggoda.
Tidak menjawab pertanyaan dari Putra, Rania malah menyentuh kedua rahang Putra menggunakan kedua tangannya.
Rania melum*t b*bir Putra dengan gerakan sensual. Ia meluapkan isi hatinya dan rasa penasarannya. Rania sangat terlihat agresif, membuat Putra sedikit sulit mengimbanginya.
Bahkan Rania mengorek lidah Putra dengan begitu dalam, mendapat serangan dari Rania, tidak membuat Putra patah semangat. Ia tidak ingin melewatkan kesempatan kali ini. Putra membalasnya dengan sangat liar.
Putra langsung menind*h tubuh Rania yang tidak mengenakan bra serta penutup bagian bawah. Selimut yang menghalanginya, terpaksa ia singkirkan, agar tidak menghalangi aktifitas keduanya.
"Rania, apa yang sedang kamu pikirkan." Ucap Putra ketika sedang mengukung tubuh Rania.
Bahkan, keja*tanannya berada tepat di bagian aset berharga Rania.
"Ayah, kalau aku boleh jujur. Aku mencintai, Ayah. Aku ingin menjadi kekasih, Ayah. Bahkan jika Ayah berkenan, aku bersedia untuk menjadi isterimu, Ayah." Ungkap Rania kepada Putra.
Putra menatap tajam wajah Rania.
Rania tampak terengah-tengah dengan bagian dada bergerak mengikuti irama nafasnya., membuat Putra mengalihkan pandangannya mengarah kebagian tumpukan sesuatu yang kenyal itu.
Putra kembali melum*t b*bir Rania dengan begitu liar. Karena, selama ini ia tidak pernah melakukannya dengan siapapun.
Tangan Putra mulai nakal, ia menyentuh daging kenyal yang tidak ada penutupnya.
Ia meremas dengan lembut, membuat Rania mend*sah.
"Ah.. Ayah!" Des*han Rania langsung ia bungkam kembali menggunakan b*birnya.
Takut ada yang mendengarnya.
Malam itu menjadi malam terlarang bagi Putra dan Rania. Tapi, tidak sampai menjamah aset berharga pada keduanya.
***
Disebuah rumah mewah pada Kabupaten Jaya Purna, terdapat banyak pengawal bersenjata.
Tampak seorang Jendral turun dari mobil sedan nan mewah.
Ia berjalan menuju ruangan dimana ia dan para ajudannya berkumpul.
"Jendral, ada laporan bahwa Desa Seruni saat ini sedang dikuasai oleh Iptu Putra Baskara." Seorang berseragam hitam sedang memberikan laporan kepada orang yang ia sebut sebagai Jendral.
Siapakah dia?
Ya, dia adalah Jendral Chandra Bakti. Ia terkenal sadis, tegas, galak bahkan ia tidak menghargai nyawa orang-orang. Yang penting tujuannya tercapai.
"Dibawah naungan siapa dia?" Tanya Jendral Chandra dengan tatapan tajamnya.
"Menurut laporan, dibawah naungan Jendral Agung Adikusuma." Jawabnya.
Wajah bengis Jendral Chandra terpancar begitu menakutkan.
Sungguh tidak ada yang berani menatapnya, ketika ia sedang marah.
"Cari informasi lengkapnya, segera bawa kesini!" Titah Jendral Chandra.
"Baik, Jendral." Jawabnya.
Braaakkk...
Jendral Chandra tersenyum sinis.
"Agung, Agung... Masih belum cukup kamu menggangguku?" Ucapnya dengan menggebrak meja.
***
"Kak Dicky, ingin kemana?" Tanya Rania ketika melihat Dicky hendak masuk ke dalam mobilnya.
Dicky menghentikan langkahnya tatkala mendengar suara teriakan Rania.
"Ingin ke rumah Jendral Agung. Ada hal penting yang harus segera diselesaikan." Jawab Dicky.
"Lalu, Ayah dimana?" Tanya Rania kembali.
"Komandan sudah disana sejak pagi, Jendral meminta komandan untuk segera datang menemuinya." Jawab Dicky seraya melambaikan tangannya dan segera masuk kedalam mobilnya.
Dengan segera Dicky melajukan mobilnya dengan kecepatan tinggi.
"Ada apa, ya? Apakah ada sesuatu yang genting? Semoga Ayah dan Kak Dicky baik-baik saja." Ucap Rania lirih.
Rania hendak masuk kedalam rumah. Namun, langkahnya terhenti ketika ia merasa ada seseorang berpakaian serba hitam tengah mengamatinya dari kejauhan.
Ia menoleh dengan cepat, namun ia tidak menemukan siapa orang yang telah mengamatinya.
(Apakah ini yang dimaksud, Ayah? Bahwa banyak yang mengintai keberadaan kami?)
Ia berlari masuk dan menemui Minah.
"Mbak Minah, Mbak. Cepat bilang ke Bang Tirta, rapatkan semua gerbang, pintu dan juga jendela. Sekarang juga, Mbak!" Perintah Rania kepada Minah.
Minah begitu panik.
"Ada apa, Nona? Ada apa?" Tanya Minah.
"Nanti akan aku jelaskan, Mbak. Ikuti perintahku, sekarang!" Ucap Rania kembali.
"Baik, Nona." Jawab Minah dengan berlari dan menemui Tirta.
Setelah diberikan informasi oleh Minah, Tirta langsung melaksanakannya.
Semua telah rapat, Tirta dan Minah serta seluruh asistennya datang menemui Rania.
"Sebenarnya ada apa, Nona?" Tanya Tirta.
"Bang Tirta, selama diluar harus lebih berhati-hati dan berjaga-jaga ya. Karena, aku tadi sempat melihat ada orang yang mengamati dari kejauhan. Tapi, aku tidak tahu itu siapa. Yang jelas, Ayah pernah bilang kepadaku, kalau jangan pernah keluar rumah sendirian atau dengan mudah menjawab pertanyaan dari orang-orang yang berusaha untuk mencari tahu informasi tentang isi rumah ini dan siapa saja yang tinggal dirumah ini. Ditakutkan, orang-orang itu adalah suruhan dari musuh Jendral Agung, yang bisa berdampak pada keselamatan kita-kita juga. Kalian mengerti?" Jelas Rania kepada semuanya.
"Mengerti, Nona."
***
"Tolong selidiki penambangan emas itu, Putra. Kalau perlu, kamu bisa menyelidikinya langsung ke lokasi." Titah Jendral Agung kepada Putra.
Putra menatap tajam ke arah luar ruangan dan tampak berpikir sejenak.
"Baik, Jendral. Akan segera saya selidiki dan juga menyebarkan tambahan penambang untuk disana." Jawab Putra dengan tegas.
Jendral Agung mengangguk perlahan.
"Tetap hati-hati dan waspada, Putra. Karena, banyak sekali anak buah Chandra yang menyamar dan juga berusaha untuk melengserkan kita semua." Jendral Agung memberikan peringatan kepada Putra.
Putra tampak berpikir sejenak.
"Jendral Chandra sejak dulu memang mengincarmu, Jendral. Bahkan, sudah ada beberapa mata-mata yang kerap membuntutiku." Jelas Putra kepada Jendral Agung.
Jendral Agung mengerutkan dahinya.
"Betulkah?" Jendral Agung begitu terkejut.
"Betul, Jendral. Namun, saya berhasil menghilangkan jejak, sehingga saya bisa lolos dari mata-mata mereka." Jawab Putra.
Jendral Agung mengangguk perlahan, ia tampak sedang mengatur strategi.
"Kalau begitu, kamu tambah pengawal. Agar, segala aktifitas kamu lebih aman. Terutama orang-orangmu, tambah pengawalan juga untuk Dicky dan Rania. Aku khawatir, mereka akan bertindak lebih jauh kepada Dicky dan Rania." Pinta Jendral.
"Siap, laksanakan!"
***
"Sedang apa kamu, Rania?" Putra berjalan mendatangi Rania yang berdiri menghadap jendela dengan diberikan celah sedikit agar udara silih berganti.
Rania terkejut dengan kedatangan Putra. Ia membalikkan tubuhnya menghadap pada Putra.
"Ayah, tadi ada yang seperti mengintai rumah ini. Aku khawatir dengan apa yang tempo hari Ayah bicarakan, jika ditakutkan musuh Jendral Agung mengutus para anak buahnya untuk memantau aktifitas kita yang notabenenya Ayah adalah ajudan dari Jendral Agung." Rania mengucapkannya dengan penuh rasa kecemasan. Ia seolah sedang menyusun strategi.
Putra terkejut mendengar penuturan Rania.
"Benarkah? Bagaimana ciri-cirinya?" Putra mulai penasaran.
"Aku tidak tahu pasti wajahnya seperti apa, yang jelas aku sempat melihat sekilas kalau pakaiannya serba hitam. Namun, ketika aku perjelas kembali untuk melihatnya, dia sudah tidak ada. Apakah dia adalah suruhan musuh Jendral Agung yang bernama Chandra Bakti?"
Putra tampak berpikir sejenak dengan tatapan tajamnya.
"Mulai sekarang, jangan pernah keluar rumah sendirian. Siapapun dirumah ini yang akan keluar, harus dengan pengawal tanpa kecuali. Demi keselamatan kita semua. Mengerti kamu, Rania?" Tegas Putra pada Rania.
Rania mengangguk tanda mengerti. Namun, pandangannya yang tadinya tampak serius dan tegas, kini berubah menjadi lebih manja dan menggoda.
"Ayah, kamu seharian ini beraktifitas diluar. Bagaimana, kalau kita berenang bersama?" Rayu Rania pada Putra.
Putra mulai meleleh tatkala Rania sudah mulai menggodanya. Namun, ia harus tetap menjaga image. Perangai dingin dan cuek memang sudah melekat pada diri Putra.
"Aku lelah. Ingin segera beristirahat. Bagaimana jika besok?" Jawab Putra dengan nada cueknya.
Rania bersungut kesal. Wajahnya mulai murung dan rasanya ingin mengacak-acak tong sampah saja.
"Maaf, Rania. Aku izin ke kamar dulu. Selamat malam!"