abella dan sembilan teman dekatnya memutuskan untuk menghabiskan liburan musim dingin di sebuah kastil tua yang terletak jauh di pegunungan. Kastil itu, meskipun indah, menyimpan sejarah kelam yang terlupakan oleh waktu. Dengan dinding batu yang dingin dan jendela-jendela besar yang hanya menyaring sedikit cahaya, suasana kastil itu terasa suram, bahkan saat siang hari.
Malam pertama mereka di kastil terasa normal, penuh tawa dan cerita di sekitar api unggun. Namun, saat tengah malam tiba, suasana berubah. Isabella merasa ada yang aneh, seolah-olah sesuatu atau seseorang mengawasi mereka dari kegelapan. Ia berusaha mengabaikannya, namun semakin malam, perasaan itu semakin kuat. Ketika mereka semua terlelap, terdengar suara-suara aneh dari lorong-lorong kastil yang kosong. Pintu-pintu yang terbuka sendiri, lampu-lampu yang padam tiba-tiba menyala, dan bayangan gelap yang melintas dengan cepat membuat mereka semakin gelisah.
Keesokan harinya, salah satu teman mereka, Elisa, ditemukan t
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Doni arda, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 3: Cermin yang Menelan
Suasana di dalam ruangan itu semakin mencekam. Isabella merasa seolah-olah waktu berhenti saat pandangannya terkunci pada cermin besar di tengah meja. Bayangan gelap dalam cermin bergerak, seakan-akan ada sesuatu—atau seseorang—yang terperangkap di dalamnya, mengintip dari balik permukaan kaca yang berkilau itu. Ia merasakan kegelisahan yang semakin dalam di dadanya, dan tanpa sadar, kakinya mundur sedikit.
“Isabella...” suara Maria terdengar gemetar di belakangnya. Isabella menoleh, melihat sahabatnya yang tampak ketakutan. “Apa yang terjadi? Ada yang tidak beres di sini.”
Isabella menelan ludah, mencoba mengalihkan pandangannya dari cermin yang semakin menakutkan itu. “Aku... aku tidak tahu. Tapi kita harus berhati-hati. Seperti ada yang mengawasi kita.”
Jonathan, yang tampak lebih tenang, berusaha meraih cermin itu, seolah ingin melihat lebih dekat. "Cermin ini tampak biasa saja. Hanya kaca tua," ujarnya, mencoba meyakinkan mereka.
Namun, saat tangan Jonathan hampir menyentuh permukaan cermin, bayangan dalam cermin itu bergerak lagi, lebih cepat, seolah berusaha menjauhi sentuhan manusia. Isabella melihat dengan jelas—bayangan itu bukan sekadar pantulan, tetapi sesuatu yang hidup, yang mengintai mereka.
“Jonathan, jangan!” Isabella berteriak, suaranya terdengar nyaris tidak dikenali oleh dirinya sendiri.
Jonathan terhenti, tangannya terhenti di udara, dan semua orang di dalam ruangan itu merasakan ketegangan yang luar biasa. Keheningan mencekam menyelimuti ruangan, hanya ada suara napas yang berat dan cepat, mencampuri udara yang terasa semakin berat.
Tiba-tiba, pintu besar yang tadi mereka buka tertutup sendiri dengan suara keras yang menggelegar. Semua terlonjak, dan gelombang ketakutan melanda mereka. Pintu itu kini terkunci dari luar. Mereka terjebak.
“Tidak! Kita terjebak!” teriak Viktor, suaranya hampir hilang dalam kepanikan. Ia mencoba mendorong pintu, tetapi tidak bisa. Semua usaha mereka sia-sia. Pintu itu terkunci rapat.
“Tenang... tenang!” perintah Isabella, meskipun suaranya tidak terdengar tenang sama sekali. Tubuhnya terasa kaku, tetapi ia berusaha mengendalikan diri. “Kita harus mencari jalan keluar.”
Tiba-tiba, suara gemuruh terdengar dari atas, suara langkah kaki berat yang datang dari lorong-lorong yang gelap. Langkah itu semakin dekat, lebih berat, seolah-olah sebuah tubuh besar dan berat sedang mendekat dengan kecepatan yang mengerikan.
“Siapa itu?” tanya Maria dengan suara yang nyaris tak terdengar.
Tidak ada jawaban. Hanya suara langkah kaki yang semakin dekat, semakin keras. Mereka semua terdiam, menahan napas, mencoba mendengarkan setiap detil suara itu. Saat langkah itu tiba di luar pintu, seketika semuanya hening.
Dan kemudian, suara berdesir halus terdengar dari dalam cermin.
Isabella memalingkan wajahnya kembali ke cermin, matanya terbelalak. Bayangan itu—makhluk itu—sekarang terlihat lebih jelas. Ia terlihat seperti sosok yang terperangkap di dalam cermin, tetapi matanya... matanya memandang langsung ke mereka.
Tiba-tiba, dengan gerakan yang cepat dan tak terduga, bayangan itu muncul dari dalam cermin, seperti sebuah makhluk yang merangkak keluar dari kegelapan. Semua orang terbelalak, terkejut dan ketakutan. Bayangan itu tidak manusiawi, wajahnya kabur dan buram, tubuhnya berkelok dengan cara yang tidak wajar, dan tangannya terulur ke arah mereka.
“Lari!” teriak Viktor, hampir tidak bisa menguasai dirinya lagi. Semua berlarian menuju pintu yang terkunci, mencoba membuka pintu dengan segala cara. Namun, pintu itu tetap tidak bergerak.
Isabella merasa terhimpit. Jantungnya berdegup sangat kencang. Di luar sana, makhluk itu semakin mendekat. Wajahnya semakin jelas, tampak seperti wajah seorang wanita yang sudah mati. Raut wajahnya tampak hancur dan rusak, penuh dengan luka-luka yang dalam dan darah yang mengalir dari matanya yang kosong. Wajah itu menyeringai, mengeluarkan suara tertawa yang terdengar seperti teriakan ketakutan.
"Apa ini?" bisik Jonathan, hampir tidak percaya pada apa yang dilihatnya.
"Seseorang... seseorang di sini membunuh mereka," kata Isabella dengan suara parau, tubuhnya gemetar. Ia tahu, untuk pertama kalinya, bahwa mereka tidak hanya terperangkap dalam kastil ini—mereka juga terperangkap dalam permainan yang jauh lebih jahat, yang dimainkan oleh kekuatan yang tidak bisa mereka pahami.
"Jangan biarkan dia mendekat!" teriak Maria, menjerit keras. Tetapi saat itu, dengan satu gerakan cepat, bayangan itu menggapai salah satu dari mereka—Elisa, yang masih tergeletak tak bernyawa di sudut ruangan.
Semua orang menjerit ketakutan. Elisa tiba-tiba bangkit, matanya yang kosong memancarkan cahaya aneh. Tubuhnya bergerak dengan cara yang tidak manusiawi, dan mulutnya terbuka lebar, seolah-olah ia mencoba berbicara, namun hanya suara-suara aneh yang keluar dari tenggorokannya.
Sosok Elisa itu berjalan mundur ke arah mereka, bergerak dengan cara yang mengerikan. “Dia—dia sudah mati!” teriak Jonathan, gemetar ketakutan.
Isabella mundur satu langkah, matanya tak bisa melepaskan pandangannya dari tubuh Elisa yang terbangun dengan penuh kebingungan dan keganasan. "Ini bukan Elisa lagi..." kata Isabella dengan suara gemetar. "Ini... ini adalah roh yang terperangkap di dalam kastil ini. Dia kembali untuk membalas dendam."
"Pembunuhnya!" teriak Viktor, matanya melotot penuh kebingungan dan ketakutan. "Pembunuhnya ada di antara kita."
Isabella menoleh dengan cepat ke teman-temannya. Mereka semua tampak bingung, ketakutan, dan tak tahu harus berbuat apa. Saat itu, sesuatu yang sangat aneh terjadi. Cermin di belakang mereka berkilau tiba-tiba, memancarkan cahaya gelap yang menghisap semua energi mereka. Dan bayangan yang terperangkap di dalamnya kembali mengangkat tangan, seolah memberikan petunjuk bahwa pembunuh itu ada di dalam kastil ini—dan dia sudah siap untuk menyerang.
Dalam keheningan yang menyelimuti ruangan itu, Isabella merasakan firasat yang sangat kuat: mereka semua berada dalam bahaya yang jauh lebih besar dari yang mereka kira. Dan dalam malam yang gelap ini, mereka bukan hanya harus berjuang untuk bertahan hidup—mereka harus mengungkap siapa yang sebenarnya telah membunuh Elisa, dan siapa yang bersembunyi di balik pembunuhan yang mengerikan ini.
Makhluk itu—apakah itu hanya roh pembalasan, atau sesuatu yang lebih jahat? Isabella tahu satu hal pasti: mereka tidak akan keluar dari kastil ini jika mereka tidak menemukan jawaban.
"Siapa di antara kita yang sebenarnya pembunuhnya?" pikir Isabella, dengan mata yang semakin melebar karena ketakutan.