Asyifa rela jadi adik madu dari Naura, wanita cantik yang bersosialita tinggi demi pendidikan yang layak untuk kedua adiknya. Hanya saja, Adrian menolak ide gila dari Naura. Jangankan menyentuh Asyifa, Adrian malah tidak mau menemui Asyifa selama enam bulan setelah menikahinya secara siri menjadi istri kedua. Lantas, mampukah Asyifa menyadarkan Adrian bahwa keduanya adalah korban dari perjanjian egois Naura, sang istri pertama?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Hany Honey, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Tiga - Menikahi Asyifa
Entah apa yang dilakukan Naura, tapi Adrian memang akhirnya menuruti keinginan gila istrinya itu untuk menikahi Asyifa.
Hanya saja, Asyifa dibawa Adrian ke sebuah rumah kecil di perumahan baru agar tak seatap dengan Naura.
Kini sepasang suami istri baru itu berada di sana.
Adrian memperhatikan lingkungan yang belum banyak dihuni, bahkan masih banyak rumah yang belum selesai dibangun.
“Asyifa, nanti kalau ada apa-apa kamu bilang sama asistenku. Nanti uang bulanan kamu saya titipkan padanya dan dia yang akan aku utus ke sini,” ucap pria itu pada akhirnya.
“Baik, Pak,” ucap Asyifa, takzim.
Adrian menghela napas panjang. “Ya sudah, saya pergi dulu.”
“Yoga tolong bantu angkat koper Asyifa, dan setelah itu langsung ke kantor, kita bahas meeting dengan klien kita!” perintah Adrian pada asistennya.
“Baik, Tuan,” jawab Yoga dengan hormat.
Adrian langsung meninggalkan mereka. Dia tidak ingin lama-lama di rumah Asyifa karena masih tak nyaman dengan istri keduanya itu.
Di sisi lain, Yoga tampak membantu Asyifa memasukkan barang miliknya.
Sebenarnya, barang bawaan Asyifa hanya sedikit. Namun entah Naura membawakan apa lagi, sampai ada dua koper yang ada di sini..
Untungnya, tak butuh waktu lama, semua pun rapi.
“Terima kasih, Pak Yoga, sudah membantu saya,” ucap Asyifa.
“Ah iya, Nyonya, sama-sama. Saya pamit ke kantor ya? Menyusul Tuan Adrian.”
“Iya, Pak. Tapi, jangan panggil saya Nyonya lagi, ya?” pinta Asyifa.
“Loh kenapa? Bukannya benar saya panggil Nyonya? Kan Nyonya istri kedua Tuan Adrian?” bingung pria itu.
“Sudah panggil saja Asyifa, jangan Nyonya lagi,” ucap Asyifa.
“Ya sudah saya panggil Mbak Asyifa saja. Sepertinya, Mbak Asyifa masih muda sekali?” ujar Yoga.
“Saya masih dua puluh dua tahun, Pak.”
“Pantas saja!” ujar Yoga. “Ya sudah saya pamit, Mbak. Nanti Tuan menunggu lama,” pamit Yoga.
“Baik, Pak. Hati-hati, ya.”
Yoga tersenyum, lalu segera pergi. Hanya saja, itu tak berlangsung lama karena begitu tiba di kantor, Adrian tampak geram.
“Kamu tahu aku sudah berapa lama menunggu kamu, Yoga? Dari mana saja sih? Disuruh bawakan masuk koper saja lama sekali?”
“Iya, maaf, Tuan. Tadi saya ngobrol dulu sama Istri mudanya Tuan,” jelasnya.
”Oh iya, dia baik sekali. Beruntung sekali Tuan punya istri muda yang ramah dan sopan santunnya terjaga,” puji Yoga lagi.
Bukannya senang, Adrian justru tambah geram.“Beruntung? Asal kamu tahu Yoga, kalau bukan karena aku sangat mencintai Naura dan tak mau bercerai darinya, aku tidak akan menikahi Asyifa yang kerempeng dan dekil.
“Dia bagai langit dan bumi dengan Naura!” kesal atasannya itu.
“Maaf, Tuan. Tapi, saya rasa Nyonya Asyifa hanya belum dipoles dengan berbagai macam skincare. Coba Tuan kasih perawatan yang sama dengan Nyonya Naura,” ucap Yoga berani, “Kalau sudah kenal perawatan tubuh, bakalan kalah Nyonya Naura, Tuan!”
“Orang sudah setelannya begitu, ya tetap begitu lah! Gak mungkin berubah!” ucap Adrian.
“Jangan salah tuan, nanti kalau Istri Muda Tuan sudah glowing bisa-bisa Tuan kepincut deh,” ledek Yoga.
Asistennya itu memang berani karena sudah lama dengan Adrian.
Meski kaya, atasannya itu sebenarnya tak suka membanding-bandingkan orang. Yoga bahkan sudah dianggap Adrian seperti saudaranya sendiri.
Tak segan, Adrian memberikan biaya kuliah untuk dua adik Yoga, sampai perawatan ibunya di rumah sakit.
Hanya saja, mood-nya berubah akhir-akhir ini akibat menghadapi kelakuan Naura.
Sebenarnya, Yoga sedikit berharap pada Asyifa. Mungkin dengan adanya istri kedua, mampu membuat Adrian kembali menjadi seperti dulu?
“Ck! Jangan bahas soal Asyifa. Aku yakin perempuan itu cuma mau duit saja, makanya mau jadi istri kedua!” gerutu Adrian, “Lebih baik, kita segera ketemu klien!”
Yoga menggelengkan kepala. “Ya sudah pasti lah, pasti butuh duit. Nyonya Naura juga pastinya nyari perempuan yang sedang butuh banyak uang.”
“Gak mungkin orang sudah kaya raya dan cantik jelita mau dijadikan istri kedua yang hanya diminta anaknya saja, kan? Nanti, gak bisa ditindas dong!” ucap asisten Adrian itu lagi.
Mata Adrian sontak menatap Yoga tajam, seolah mengingatkan agar Yoga tak terlalu banyak bicara.
Namun, Yoga hanya mengendikan bahu, tak takut.
Percayalah, dia ingin terbaik untuk Adrian.
Dan Naura, sepertinya bukanlah orang yang tepat untuk mendampingi pria sebaik dirinya….
Sayangnya, enam bulan sudah berlalu dari hari itu.
Tapi, Adrian sama sekali tidak pernah menemui Asyifa lagi.
Ia hanya mengutus Yoga untuk membawakan jatah bulanannya.
Kabar Asyifa, selalu didapatkannya dari Yoga. Entah mengapa, asistennya itu selalu antusias menceritakan kabar istri keduanya itu padanya meski tidak diminta.
“Tuan, yakin Tuan gak mau menemui Asyifa? Sudah setengah tahun, Tuan. Pasti Tuan akan terkejut kalau melihat Nyonya Muda,” ucap Yoga tiba-tiba.
“Gak ada topik pembicaraan lain, Ga? Aku lagi riweh ngurus Naura, jangan kau tambah dengan pembicaraan gak penting soal Asyifa!” kesal Adrian.
Memang, apa hal dari Asyifa yang bisa membuatnya terkejut?
“Serius, Tuan! Asyifa sekarang udah glowing. Jadi, ngapain yang riweh diurusi? Sedangkan di tempat lain ada yang lebih baik? Gak riweh, dan gak neko-neko. Kayaknya penurut juga,” kata Yoga lagi.
“Memang benar-benar ya kamu, Ga? Balik ke ruang kerjamu kalau hanya ingin bahas Asyifa!” perintah Adrian.
“Oke, Bos!” Yoga langsung keluar dari ruangan Adrian, sebelum atasannya itu bertambah geram padanya.
Sebenarnya, ada hal yang tidak pernah diinfokan Yoga pada Adrian.
Dia sendiri menginginkan Istri yang seperti Asyifa, tapi sayangnya dia sudah milik sang atasan.
**
Di sisi lain, Adrian meremas rambutnya. Sebenarnya, ia sadar bahwa Yoga tak salah.
Kepalanya sudah pusing dengan kelakukan Naura yang semakin hari semakin menjadi.
Pulang kumpul dengan teman-temannya sampai malam.
Rumah tidak diurus.
Kalau Adrian pulang kerja, selalu tidak disambut dengan baik.
Dan, yang lebih membuat Adrian naik darah, Naura sama sekali tidak mau disentuh Adrian karena Adrian tidak mau menemui Asyifa. Dia lebih memilih main solo dibandingkan minta jatah pada Adrian.
Pria itu sampai tidak tahu harus bicara dari mana untuk menasehati istrinya. Padahal, di kota berbeda, ibu Adrian dan ibu Naura sudah sangat menginginkan cucu dan meneror dirinya.
“Sudah di rumah bertengkar mulu sama Naura, di sini malah diajak ribut sama asisten sendiri,” gerutu pria itu kesal.
Sepulangnya dari kantor, Adrian merasa harus membicarakan ini segera dengan Naura. Tapi, lagi-lagi istrinya itu justru menolak.
“Mas! Kalau kamu mau kita seintim dulu, kamu harus sentuh Asyifa dan hamili dia segera!” teriak Naura sembari menyingkirkan tangan Adrian, “apa susahnya sih Mas? Toh, dia istrimu juga, bukan orang lain!”
Tangan Adrian, mengepal menahan amarah.
Pria tampan itu bisa saja memaksa Naura untuk “melayaninya”, tapi ia tak mau melakukan tindakan kasar yang akan disesalinya.
“Baik. Jika itu maumu,” geramnya.
Adrian lalu memilih keluar rumah dan mengambil kunci mobilnya. Tak lupa, dia juga membawa kunci serep rumah Asyifa.