"Untukmu Haikal Mahendra, lelaki hebat yang tertawa tanpa harus merasa bahagia." - Rumah Tanpa Jendela.
"Gue nggak boleh nyerah sebelum denger kata sayang dari mama papa." - Haikal Mahendra.
Instagram : @wp.definasyafa
@haikal.mhdr
TikTok : @wp.definasyafa
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon definasyafa, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
⋆˚𝜗 Like a brother 𝜚˚⋆
..."Jangan membandingkan dirimu dengan orang lain, sebab semua sudah di atur oleh Tuhan dengan takarannya masing-masing.” - Haikal Mahendra.
...
Segerombolan siswa-siswi menengah pertama berbondong-bondong keluar kelas karena waktu pulang sekolah telah tiba. Suara riuh terdengar di seluruh penjuru gedung besar itu, akibat celotehan-celotehan semua murid yang bersorak senang juga derap langkah kaki yang menggema di setiap lorongnya.
Begitu juga dengan Haikal dan Cakra yang saat ini tengah berjalan beriringan keluar kelas mereka. Kedua lelaki yang baru bersahabat bahkan sudah terlihat sangat akrab layaknya saudara kembar yang baru di pertemukan setelah sekian lama terpisah. Selalu ada percakapan yang meramaikan perjalanan mereka, entah itu membicarakan tentang sekolah, cafe milik Cakra, hingga membicarakan beberapa banyak ikan cupang yang ada di belakang sekolah. Random memang, tapi kerandoman itu justru yang memberi warna dalam persahabatan baru mereka.
“Kal lo pulang bareng gue aja sekalian, kan mau ketemu Daddy masalah kerjaan lo.” Usul Cakra saat mereka sudah keluar gerbang besi yang menjulang tinggi itu. Lelaki keturunan Tiongkok itu sedang menunggu jemputan dari supir pribadi keluarganya.
Karena memang hari ini adalah hari pertamanya sekolah, jadi orang tua Cakra menugaskan supir pribadi keluarga untuk mengantar jemput putra tunggal mereka. Meskipun Cakra lahir di Indonesia, tapi tetap saja dia belum begitu hafal dengan jalan-jalan yang ada di kota ini, karena di umurnya yang ke 5 tahun dia harus ikut orang tuanya tinggal dan menetap di Tiongkok selama bertahun-tahun lamanya.
“Ngerepotin nggak nih?” tanya Haikal sambil membenarkan letak tas pada pundak kanannya.
Cakra berdecak pelan, “lo kan mau ke mansion gue, emang lo tau letak mansion gue?”
Cakra menatap Haikal sedikit kesal, lemot juga ternyata sahabat barunya ini, tapi ya sudahlah toh dia juga sama lemotnya dengan Haikal, sesama kaum lemot tidak boleh saling menghakimi, bukan?
Haikal menyengir lebar, “hehehee iya juga,” dia menggaruk tengkuknya yang tak gatal, kenapa dia bodoh sekali. Memalukan, bahkan dia terlihat bodoh di depan sahabat barunya itu.
“Yaudah ayo tunggu supir gue di halte itu.” Lelaki berbalut baju hitam itu menunjuk halte yang ada di depan sekolah mereka.
Haikal mengangguk mengiyakan.
Baru saja kaki keduanya hendak melangkah, suara klakson mobil dari belakangnya sontak berhasil memberhentikan gerakan kaki mereka.
Tin!
Tak lama pria berbaju serba hitam keluar dari mobil mewah itu dan berjalan menghampiri Haikal dan juga Cakra.
“Ck, lama.” Cakra berucap dengan menatap tajam sopir pribadinya itu.
Pria itu menurut takut, “maaf tuan muda.” badannya sedikit ya bungkukkan memberi hormat.
Cakra hanya berdehem singkat, sedangkan Haikal hanya melihat interaksi keduanya. Dia cukup tercengang saat melihat mobil yang digunakan untuk menjemput Cakra, sebenarnya kayak apa sahabat barunya ini.
Pria setengah baya berjas serba hitam itu membukakan pintu mobil untuk tuan muda dan juga temannya. Cakra yang melihat itu pun langsung masuk ke mobilnya dan duduk dengan nyaman diikuti Haikal yang duduk di sebelahnya. Mobil mewah itu melesat membelah jalanan menuju kediaman keluarga Diningrat.
Tak butuh waktu lama mobil mewah berwarna hitam itu memasuki area bangunan megah milik keluarga Cakra. Kedua lelaki berusia 13 tahun itu turun dari mobilnya, Cakra dengan santainya berjalan menuju pintu utama mansion. Berbeda dengan Haikal, lelaki itu menatap takjub bangunan besar yang ada di depannya, bangunan itu menjulang tinggi layaknya sebuah apartemen.
Cakra menoleh ke belakang melihat Haikal yang tengah menganga lebar, “kal, ayo masuk ngapain lo bengong di situ?”
Haikal mengerjakan matanya berulang kali, “hah? oh iya, sorry hehehee.” kakinya melangkah mendekat ke arah Cakra.
Di depan pintu utama sudah ada dua pria berbadan besar dengan kepala botaknya. Anda sedang apa kedua pria itu yang hai kalian mereka hanya berdiri hitam nggak di depan pintu bangunan tinggi milik Cakra. Saat dia dan juga Cakra hendak memasuki rumah megah itu, kedua pria berbadan besar itu membukukan membukakan pintu untuk mereka sambil membungkukkan setengah badannya.
“Selamat siang tuan muda.” Sapanya sangat ramah.
Haikal manggut-manggut, sekarang dia tahu apa tugas dua pria berbadan besar itu ternyata mereka bertugas untuk membukakan pintu. Aneh sekali, badannya sebesar raksasa tapi kenapa hanya bertugas membukakan pintu saja.
Ternyata bukan hanya di luar, saat masuk pun Haikal juga dibuat tercengang dengan kemewahan mansion milik sahabat barunya ini. Dia dibuat makin penasaran, sebenarnya sekaya apa Cakra, lalu keluarganya bekerja apa hingga dia dapat sekaya ini.
"Xiàwǔ qīn’ài de” teriakan melengking itu menggema di ruang tamu yang sangat luas.
*selamat siang sayang.
Haikal sedikit terlonjak kaget dengan teriakan tiba-tiba itu, beda halnya dengan Cakra yang terlihat biasa-biasa saja. Sepertinya Cakra sudah terbiasa dengan teriak-teriak akan melengking yang mendadak seperti ini.
Haikal menoleh ke arah sumber suara, di sana sudah ada seorang wanita yang sepertinya seumuran dengan mamanya itu tengah berjalan tergesa ke arah mereka. Apa itu Mama Cakra, begitulah kira-kira yang Haikal pikirkan.
Wanita setengah baya dengan pakaian feminimnya itu tersenyum ceria, “Yuánlái māmā de hái zǐ huíláile.” ujarnya antusias sambil menatap putranya dengan senyuman merekah, dahinya menyerngit saat melihat ada teman putranya juga disini. Belum sempat dia bertanya, Cakra sudah lebih dulu menyelanya.
*Ternyata putra Mama sudah kembali.
“Mommy jangan teriak-teriak.” peringat Cakra, pasalnya saat ini tengah ada teman barunya, dia kan malu kalau Mommy-nya teriak-teriak seperti itu.
Haikal sedari tadi hanya diam menatap interaksi ibu dan anak itu dengan mata mengerjap pelan, entah apa yang Mommy Cakra katakan Haikal tidak dapat mengerti sedikitpun.
Wanita yang dipanggil Mommy itu menyengir, “iya-iya sayang maafin Mommy, loh ini anak ganteng siapa?” tangannya mengusap rambut Haikal pelan.
Haikal tersenyum ramah, ada desiran hangat di hatinya saat Mommy Cakra mengelus rambutnya lembut. Dia merindukan peran ibu dalam hidupnya, entahlah rasanya sungguh sangat hangat bila diperlakukan seperti itu oleh Mommy Cakra.
“Haikal tante,” Haikal meraih tangan kanan wanita itu untuk ia kecup, kebiasaannya saat bertemu dengan orang yang lebih tua darinya.
Mommy Cakra tersenyum saat melihat betapa sopannya anak ini, zaman sekarang sangat jarang dapat menemui anak yang sopan ini.
“Sahabat baru Cakra, Mom.” ujar Cakra sambil berjalan menyerap Haikal untuk duduk di sofa ruang itu meninggalkan Mommy-nya yang masih berdiri sambil menatap Haikal lekat.
Mayleen, wanita setengah baya keturunan China - Tiongkok yang menjabat sebagai Mommy Cakra. Anak tunggal dari salah satu konglomerat China, istri dari seorang Ebenezer Diningrat. Lelaki setengah baya yang berasal dari Amerika Serikat, keturunan Indonesia – Amerika, Ebenezer Diningrat adalah Ceo perusahaan real estate terbesar di Amerika Serikat.
Sifat Mommy Leen dan Daddy Ebenezer sangat berbanding terbalik, dimana Mommy Leen yang begitu ramah, ceria, cerewet serta sangat mudah bergaul. Sementara Daddy Ebenezer adalah lelaki ambisius, irit bicara, dominan, tegas serta tidak suka berbasa-basi, hal itu mampu membuat para pekerja di mansion itu sangat takut dengannya.
Wajah wanita itu terlihat sangat amat bahagia, dia berjalan menghampiri kedua lelaki yang masih menggunakan seragam sekolahnya. “anak Mommy emang the best banget, baru masuk sekolah udah punya sahabat aja.”
Wanita itu mendudukkan dirinya di samping Haikal, “kamu sahabat baru Cakra, sayang?”
Haikal menatap Mommy Cakra itu sedikit canggung, kepalanya mengangguk pelan, “iya tante.”
Leen terkekeh, “jangan panggil tante, karena kamu sahabat pertama Cakra jadi panggil Mommy, dan satu lagi kamu nggak perlu sungkan-sungkan, anggap aja ini mansion kamu sendiri, yaa.”
Leen, wanita itu dapat melihat tatapan kerinduan yang begitu besar dari kedua mata Haikal, meskipun dia juga tidak begitu tau arti dari tatapan itu yang jelas Haikal terlihat jika dia anak baik, itu sudah cukup baginya.
Senyum di bibir Haikal mengembang sempurna, apa itu artinya selain punya sahabat baru hari ini dia juga punya keluarga baru? Kalau iya, sungguh Haikal merasa sangat amat bahagia sekarang.
“Haikal boleh peluk Mommy?” pinta Haikal dengan begitu polosnya, kedua matanya bahkan menyiratkan akan harapan yang begitu besar.
Mommy Leen tersenyum, “boleh dong sayang.” kedua tangannya dia rentangkan menyuruh Haikal agar masuk ke dalam dekapannya.
Senyuman Haikal mereka dia berhamburan ke dalam pelukan Mommy sahabat barunya itu. Hangat, nyaman dan menenangkan, perasaan yang sudah lama dia rindukan, pelukan seorang ibu untuk anaknya.
“Terimakasih Tuhan, terimakasih, meskipun pelukan ini bukan dari Mama tapi Haikal seneng banget.”
Cakra yang sedari diam menatap itu semua hanya mampu tersenyum haru, mengapa kedua orang tua Haikal begitu jahat. Mereka menelantarkan anaknya demi kepentingan mereka sendiri. Orang tua yang gila, Cakra berjanji mereka orang tua Haikal akan menyesali perbuatannya itu suatu saat nanti.
Haikal melepas pelukannya, dia tidak enak dengan Cakra jika memeluk Mommy-nya terlalu lama. Meskipun Cakra sendiri tidak mempermasalahkan hal itu, tapi tetap saja dia merasa tidak enak.
“Makasih Mommy.” Haikal berucap dengan senyuman bahagianya.
“Sama-sama sayang.” Lenn menepuk pucuk kepala Haikal pelan.
“Mom, Daddy mana?”
Wanita dengan dress hitam yang terlihat begitu elegan di kenakan nya itu menatap putra tunggalnya, “Daddy ya ada di kantor sayang, kan ini masih jam kerja.” Ujarnya bersamaan dengan datangnya dua maid yang menentang nampan berisikan minuman dan juga cemilan.
“Haikal ayo minum, itu juga cemilannya dimakan ya sambil nunggu waktu buat makan siang.”
“Iya Mom, terimakasih.”
Leen hanya menjawab ucapan Haikal dengan senyuman, dia beralih menatap dua perempuan yang tengah berdiri di depannya dengan menundukkan kepalanya. “mbak masak yang enak ya buat makan siang ini, emmm Haikal mau apa nak?” dia menoleh pada Haikal yang sontak menatapnya dengan mengerjap pelan.
Haikal tersenyum canggung, kenapa dia benar-benar di perlukan layaknya seorang anak oleh Mommy Cakra. “apa aja Mom, Haikal suka.”
Mommy Leen tersenyum, dia beralih menatap putranya yang sudah memangku piring berisikan latiao pedas kesukaannya. “kalau Cakra nggak perlu di tanya, dia suka nasi, sukanya kripik kaca sama latiao mulu.”
“yaudah pokoknya masak yang enak-enak ya mbak.” Leen terlihat begitu sopan meski berbicara dengan pelayan di mansion nya, tidak terlihat angkuh sedikitpun.
Kedua perempuan itu mengangguk patuh, “baik nyonya.” Setelahnya mereka pamit untuk kembali ke dapur.
Cakra menelan latiao yang ada di dalam mulutnya, dia menatap Mommy-nya yang juga tengah menatapnya. “Mom, telpon Daddy suruh pulang sekarang.”
Leen menatap Cakra garang, “heh, pulang-pulang. Ini itu masih siang, Daddy kamu masih banyak jadwal meeting hari ini sayang.”
Cakra mendengus, “udahlah Mom telpon aja Daddy suruh pulang, Cakra mau ngomong penting. Batalin aja itu meeting nya, lagian kalo hari ini Daddy nggak meeting perusahaan Daddy nggak bakalan bangkit.”
Leen hanya mampu berdecak pelan, yaa beginilah sifat putranya keras kepala sama seperti Daddy-nya. “oke, Mommy call Daddy, biar dia pulang sekarang.”
Wanita yang sudah berumur tapi masih terlihat begitu cantik itu mengambil Ip milik nya yang tergeletak di meja, sebelum menghubungi suaminya dia menatap kedua lelaki yang tengah menikmati cemilan yang ada di atas meja itu dengan nikmat. “Cakra kamu ajak Haikal ke kamar bersih-bersih dulu sana, kasih Haikal baju yang belum kamu pakek.”
Cakra mengangguk dan mengajak Haikal untuk ke kamarnya, tak lupa dia juga mencomot latiao terakhir miliknya.
Leen menatap dua punggung yang sudah mulai memasuki lift dengan perasaan bahagia. Baru kali ini dia dapat melihat putranya sebahagia itu memiliki sahabat baru.