Reiner merupakan ketua Mafia/Gengster yang sangat di takuti. Ia tak hanya di kenal tak memiliki hati, ia juga tak bisa menerima kata 'tidak'. Apapun yang di inginkan olehnya, selalu ia dapatkan.
Hingga, ia bertemu dengan Rachel dan mendadak sangat tertarik dengan perempuan itu. Rachel yang di paksa berada di lingkaran hidup Reiner berniat kabur dari jeratan pria itu.
Apakah Rachel berhasil? Atau jerat itu justru membelenggunya tanpa jalan keluar?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon mommy Eng, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 3. Pria mengerikan
Hari ini Rachel akan masuk sore lagi. Untuk itulah ia datang ke mansion Reiner pagi hari setalah ia membatu Helen mengurusi Ayahnya. Mengantisipasi kemarahan Helen seperti semalam, ia memilih mengemukakan alasan dengan mengatakan akan mencari tambahan kerja dengan menjadi tukang bersih-bersih part time. Tentu saja wanita itu mengizinkan karena berharap akan mendapatkan tambahan uang.
Setibanya ia di sana, ia sudah tak perlu menekan tombol karena begitu datang seorang penjaga sudah paham dengan kedatangan Rachel.
"Silahkan!" ucap penjaga sembari membuka gerbang setinggi menara. Sejenak ia berpikir, mana mungkin bisa kabur kalau bangunannya saja seperti ini.
Sungguh, Rachel sebenarnya selalu takut tiap bertemu orang-orang di sana sebab wajah dan perawakannya kebanyakan seram-seram. Saat bingung harus menuju kemana, Marlon tiba-tiba muncul.
"Anda sudah datang?" seru Marlon.
Rachel nyaris menjengit kaget dengan kemunculan Marlon yang tiba-tiba. Ia lalu mengangguk sebagai jawaban. Takut sebab sorot mata Marlon juga tak kalah mengintimidasi.
"Tuan belum bangun. Tapi anda bisa langsung naik ke kamarnya untuk mulai membersihkan kamar beliau. Tugas utama anda hanya membersihkan kamarnya dan memenuhi perintah tuan Reiner. Selebihnya, beliau akan menunjukkan lagi apa yang perlu anda kerjakan!" terang Marlon sangat jelas.
"Terimakasih, aku mengerti!"
Marlon mengajak Rachel untuk naik menuju kamar Reiner. Ia lalu pergi setelah mereka berada di muka pintu kamar Reiner. Usai menghela napas dalam-dalam, Rachel mengetuk pintu kamar Reiner.
TOK
TOK
TOK
Tak mendapat jawaban, Rachel lalu menarik gagang pintu dan pintu itu rupanya tidak di kunci. Dengan isi dada yang seperti mau melompat, Rachel menutup pintu kamar yang luasnya hampir seukuran rumahnya. Kamar itu sungguh mewah dan banyak sekali berjajar perabot futuristik.
Nuansa hangat namun sejuk dengan aroma yang belum pernah ia hirup sebelumnya sungguh membuat Rachel menelan ludah gugup.
Kaca-kaca jendela dikamar itu sangat tinggi. Membuatnya berpikir pantas saja Marlon tadi berkata jika dia hanya fokus membersihkan kamar Reiner saja. Tanpa membersihkan ruangan lain, ia yakin jika tenaganya hari itu pasti bakal terkuras habis.
"Sopan sekali kau tiba-tiba masuk!"
Ia berjingkat karena suara Reiner yang tiba-tiba itu terdengar sangat sinis. Ia langsung membuang muka sebab Reiner tak mengenakan pakaian dan hanya mengenakan boxer pendek.
Sialan.
"Kenapa anda tidak memakai baju?" ia nyaris menyesali diri kenapa harus melempar pertanyaan itu.
Ia gugup karena tubuh liat yang tampak keras, dengan punggung yang penuh tato hingga ke lengan itu sangat membuatnya malu.
Reiner tersenyum tanpa beban. "Aku bahkan sering telanjang!"
"Gila, apa dia tidak waras?" Rachel bergumam lirih dengan hati kesal.
"Kau mengatai ku?"
Rachel sontak menggeleng dengan muka takut. Reaksi spontan yang tak bisa ia tahan bisa-bisa membuat laki-laki itu marah.
"Pakai ini ketika bekerja. Aku tidak mau melihat kau bekerja dengan pakaian kampungan dan murahan milikmu itu!"
Rachel sempoyongan ketika menangkap satu stel seragam yang di lempar Reiner kepadanya. Pakaian dengan warna putih dan biru navy yang pasti harganya tak pernah ia jangkau.
"Kenapa masih berdiri, cepat ganti pakaian mu. Ada dua kamar mandi di kamarku ini!"
Meskipun kesal sebab hari pertama sudah di bentak-bentak seperti ini, tanpa membuang waktu Rachel segera mengganti pakaiannya. Dan ketika seragam itu sudah melekat di tubuhnya, ia mengumpat lirih demi melihat pakaian yang lebih mirip cosplay pemain blue.
"Apa dia sengaja mau melecehkan ku? CK!" Rachel mendecak dengan keresahan yang meluap.
"Kau sudah selesai, cepat keluar. Ganti seprey ku!" teriakan dari luar membuat Rachel gusar. Ia malu jika harus keluar sekarang.
Tentu saja Rachel masih terdiam di kamar mandi. Payudaranya terlihat separuh dan menonjol, sementara rok yang ia kenakan itu sangat mini sekali. Mustahil ia mengenakan pakaian itu di sana.
"Hey, Rachel!" Reiner berteriak dengan nada marah dan membuat Rachel tergeragap. Jika tak segera keluar, pria itu pasti bakal mengatai nya lagi.
Ia akhirnya keluar dengan menutup bagian dadanya menggunakan pakaiannya yang lama. Terus menunduk sebab malu bukan main.
Reiner yang melihat hal itu mengerutkan keningnya. "Kenapa bajumu kau taruh di depan. Bajumu kebesaran?"
"Kebesaran matamu? Tidakkah kau lihat pakaiannya ini?" ia bergumam dengan mulut tak terbuka.
"Bicara yang jelas. Berani kau mengumpatiku?"
Rachel menggeleng lantaran melihat nata Reiner yang melotot. "Apa anda yakin dengan seragam ini. Seragam ini sangat kekecilan tuan. Saya...saya tidak bisa bekerja dengan baju ini. Bisakah anda memberi saya baju lain?" ia berkata dengan ragu-ragu. Berharap Reiner tak mendampratnya lagi.
"Memangnya siapa kau menyuruhku, cepat buang bajumu!" teriak Reiner sembari melempar paksa baju Rachel ke sembarang arah.
Rachel reflek menutupi dadanya dengan tangannya meksipun tak sepenuhnya membantu. Dan Reiner terlihat puas melihat pakaian yang dikenakan oleh Rachel. Ia mengusap bibirnya sendiri sembari menatap Rachel penuh selera.
Ia seperti menemukan berlian dalam tumpukan batu kali. Body yang sangat menggiurkan sudah dalam cengkeraman nya.
"Bersihkan kamarku. Ingat, hanya kamar ku!" kata Reiner penuh penekanan.
Semula, Rachel takut kalau Reiner akan memantaunya di sana. Namun ia segera bernapas lega sewaktu Reiner keluar kamar. Rachel tidak tahu saja bila Reiner sekarang berada di ruang kontrol CCTV untuk melihat Rachel yang kini mulai membereskan tempat tidurnya.
Kelelakiannya menegang ketika kamera pengawas itu menangkap bokong Rachel yang memperlihatkan CD yang kelihatan sebab pendeknya rok yang dikenakan dengan mudahnya tersingkap.
Reiner melihat tanpa jeda setiap gerakan yang dilakukan oleh Rachel. Ia menelan ludah ketika Rachel berjalan dan payudaranya terlihat jelas manakala perempuan itu memasang seprei baru.
Tak kuat melihat hal itu, Reiner lalu menuju ke kamar mandi dan menuntaskan hal yang membuatnya pusing di sana. Ia bisa saja memaksa Rachel menuruti hasratnya. Tapi ia belum mau melakukannya.
Waktu berlalu. Melihat semua pekerjaannya beres, Rachel segera mengganti pakaiannya yang benar-benar tak nyaman itu lalu melemparkannya ke keranjang kotor.
"Apa dia benar-benar orang tidak waras? Bagaimana jika dia melecehkan ku nanti. Kenapa aku jadi takut?" masih bergelut dengan ketakutannya.
Menjelang makan siang, ia mengira jika Reiner sudah pergi bekerja. Namun ketika berjalan ke belakang dan tiba di sebuah ruangan terbuka, ia tak sengaja melihat Reiner tengah menembak kepala seseorang yang tangannya di ikat.
DOR!
Maka orang itu seketika tewas tergeletak tak berdaya. Tubuh Rachel kontan menegang. Sekujur tubuhnya juga mendadak menggigil. Ia terpaku disana. Sulit menggerakkan diri hanya untuk berlari. Karena tak kuat melihat itu, Rachel seketika pingsan.
Reiner yang tak mengira bila Rachel bakal melihatnya mengeksekusi musuh seketika berlari ke arah Rachel. Ia langsung mengangkat tubuh gadis itu lalu membawanya ke kamar.
"Marlon, bereskan itu!"
Marlon mengangguk meskipun kini wajahnya juga terlihat resah karena orang lain melihat mereka melenyapkan seseorang.
Di kamar, Reiner meletakkan tubuh lemah Rachel ke atas kasur miliknya. Ia memandangi wajah cantik alami Rachel yang tanpa make up berlebih itu dengan tatapan mendalam. Ia lalu memperhatikan sudut bibir Rachel yang sedikit lebam.
Ia menyentuhnya, menjadi sangat penasaran kenapa ada banyak sekalian luka janggal. Apakah karena sikap gadis ini yang berani sehingga membuatnya sering bertengkar?
Ia menyusuri garis wajah Rachel menggunakan jarinya. Dan ketukan di pintu membuatnya menoleh.
"Tuan!"
"Masuk!"
Marlon masuk, tapi ia segera terkejut ketika melihat Rachel berbaring diatas kasur tuannya. Tidak salah lihat kan dia?
"Tuan, nona Rachel telah melihat kita tadi. Apakah itu tidak menjadi masalah?" kata Marlon terlihatnya cemas.
"Kau tenang saja. Dia akan aku tangani. Kau bereskan saja mereka yang telah berani menipu kita!"
Marlon mengangguk lalu pamit.
Sekitar pukul dua, Rachel mengerjap dan menjadi takut kala melihat Reiner duduk menyilangkan kaki. Ia beringsut dengan muka ketakutan bahkan sampai pucat.
"Kau jangan takut. Selama kau menurut dan tidak menjadi pembangkang, nasibmu tidak akan seperti pria tadi!" ucap Reiner dengan posisi tak berubah. Duduk santai padahal barusaja menghilangkan nyawa orang.
Mati-matian Rachel menahan air matanya namun cairan bening itu lolos juga. Dalam pikirannya saat ini, ia telah berhadapan dengan pria bengis yang entah dari golongan apa. Ia hanya bisa menahan takut saat tangan berjemari besar milik Reiner mulai menyusuri lehernya.
"Jadi, tentukan pilihanmu sekarang. Kau mau menurut, atau..." ia menjeda ucapannya karena mengusap bibir merah jambu Rachel.
"Pembunuh!" teriak Rachel karena ketakutan dengan Reiner.
Reiner tersenyum lalu mencengkeram rahang Rachel. "Bukankah kau sekarang harus kembali bekerja?"
Reiner menelan saliva begitu melihat bibir yang menggoda itu. Rachel reflek membuang wajahnya ketika Reiner seperti akan menciumnya. Reiner tersenyum dan tak memaksa. Ia merasa ini memang belum saatnya mencicipi hidangan.
"Pergilah. Jangan terlambat datang besok. Dan ingat, aku bakal mengawasi setiap gerak-gerik mu. Jadi, jangan berpikir kau bisa kabur, hm?"
Rachel langsung pergi dengan ketakutan. Sementara Reiner yang melihat hal itu hanya bisa tersenyum.
"Aku sangat menyukainya!"
Slnya si rainer lg mumet sm nenek sihir