Ronald Leo, seorang remaja berbakat dari desa kecil di Kediri mendapatkan kesempatan emas untuk mewujudkan mimpinya menjadi pemain sepak bola profesional. Setelah mencuri perhatian pelatih selama seleksi Borussia Dortmund ||, Leo berkembang pesat dengan bantuan sebuah Sistem misterius yang meningkatkan kemampuan fisik dan tekniknya diatas rata- rata. Ditengah persaingan ketat dan berbagai tantangan, Leo memimpin timnya menjadi juara liga remaja Jerman dan mencetak prestasi luar biasa. Namun, perjalanan Leo baru saja dimulai, karena ia kini harus membuktikan kemampuannya di panggung yang lebih besar ~ Liga Profesional.
Dengan penuh aksi, persahabatan, dan impian besar, "SISTEM SEPAK BOLA" adalah kisah seorang remaja Indonesia dalam meraih kejayaan di dunia sepak bola internasional.
Novel ini tidak menganut jadwal dan regulasi liga Eropa secara menyeluruh, demi perkembangan jalan cerita, jadi mohon dimengerti bila ada jadwal yang melenceng jauh.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Lion Star24, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 9
Leo menatap langit biru dari jendela asramanya. Asrama yang biasanya dipenuhi dengan suara tawa dan langkah kaki para pemain kini sunyi.
Sven dan teman-teman yang lain telah pergi berlibur, sementara beberapa pemain lainnya pulang ke rumah untuk menghabiskan waktu bersama keluarga mereka.
Namun, Leo memilih untuk tetap tinggal. Dia merasa ini adalah saat yang tepat untuk berfokus sepenuhnya pada latihannya. Liga 3 Jerman akan dimulai dalam beberapa minggu, dan dia tahu tak ada waktu untuk bersantai.
Leo berdiri dari kursi dan berjalan ke lorong asrama. Langkah kakinya menggema di sepanjang koridor yang kosong, menciptakan suara yang terasa asing di telinganya.
Setiap sudut bangunan tampak sepi, seolah-olah asrama itu tak pernah penuh sebelumnya. Di ruang makan, hanya ada satu atau dua meja yang diisi oleh petugas klub yang masih berjaga. Leo mengambil minum dari mesin dan duduk sejenak, merenung.
“Sepi banget ya di sini,” gumamnya pelan, meski tak ada siapa-siapa yang bisa mendengar.
Meski kesepian mulai merayap, Leo tidak membiarkannya mengganggu fokusnya. Setiap pagi, dia berlatih sendirian di lapangan latihan.
Dia membawa bola, berlari dengan semangat yang sama seperti saat timnya masih berkumpul di sini. Dia tahu bahwa ini adalah kesempatan emas untuk mengasah skill-nya, memperbaiki setiap kelemahan yang mungkin masih ada dalam permainannya.
Di lapangan yang kosong, hanya suara bola yang bergulir dan tendangan Leo yang terdengar. Dia berlatih dribbling, mencoba berbagai trik untuk mengecoh imajinasi lawannya.
Berulang kali dia melakukan shooting, memastikan bola selalu mengarah ke pojok gawang. Tubuhnya lelah, keringat bercucuran, namun hatinya penuh dengan tekad.
Sore harinya, setelah sesi latihan di lapangan, Leo menuju gym klub. Dia tahu bahwa untuk bermain di Liga 3 Jerman nanti, kekuatan fisik akan memainkan peran besar. Setiap hari, dia menantang tubuhnya dengan latihan-latihan kekuatan, melatih otot-ototnya agar semakin kuat dan tahan banting.
Saat sedang melakukan angkatan beban, pikirannya melayang ke momen-momen yang menjadi motivasinya. Dia teringat saat pertama kali mendengar tawaran dari Steven tentang kesempatan ini. Jauh di desa, dia tidak pernah membayangkan bahwa suatu hari akan berada di titik ini—berada di Jerman, di asrama Borussia Dortmund, dengan karier yang mulai menanjak.
Dia ingat bagaimana ayahnya selalu bercerita tentang sepak bola, tentang semangat pantang menyerah para pemain Indonesia dan AC Milan.
Leo menghela napas panjang, lalu melanjutkan latihannya dengan fokus penuh. Baginya, semua ini belum cukup. Dia masih harus terus berkembang.
***
Setelah berjam-jam latihan, Leo duduk di bangku yang terletak di sudut gym. Pikirannya terhanyut dalam rasa lelah dan puas setelah seharian berlatih. Tiba-tiba, sebuah notifikasi dari sistem muncul di sudut pandangannya.
>[Sistem]
Misi: Persiapan Liga 3
Selesaikan 50 sesi latihan tendangan jarak jauh.
Reward: Skill Tendangan Jarak Jauh [LVL 2]
Leo tersenyum tipis. Sistem ini terus mendorongnya untuk bekerja lebih keras. Dengan tantangan baru di depannya, dia semakin termotivasi. Liga 3 akan menjadi pertaruhan besar, dan dia harus siap sepenuhnya.
Hari-hari berlalu dengan rutinitas yang hampir sama. Leo bangun pagi, berlatih di lapangan, melatih kekuatan tubuhnya di gym, dan mengecek kemajuan yang diberikan sistem. Sore itu, dia mendapatkan telepon dari Sven.
“Hei, Bro! Bagaimana latihanmu?” suara Sven terdengar ceria di ujung sana.
“Baik, seperti biasa. Kamu sendiri di mana sekarang?” jawab Leo sambil meletakkan handuk di lehernya.
“Aku sedang di Spanyol, liburan dengan keluarga. Kamu serius gak ikut berlibur? Mumpung masih ada waktu sebelum Liga 3 dimulai,” ajak Sven.
Leo tertawa pelan. “Aku rasa latihan lebih penting sekarang. Aku mau fokus untuk Liga 3. Aku harus lebih siap dari sebelumnya.”
Sven tertawa kecil. “Itu Leo yang kukenal. Selalu serius. Tapi ingat juga, jangan sampai terlalu keras pada dirimu sendiri. Kita perlu menikmati hidup sedikit.”
“Aku tahu, tapi ini kesempatan emas, Sven. Aku tidak bisa menyia-nyiakan waktu. Aku harus terus melangkah maju,” jawab Leo dengan nada serius.
“Baiklah, aku paham. Aku cuma mau bilang aku bangga punya teman sekeras kamu. Semangat terus, ya! Sampai ketemu di asrama nanti.”
Leo menutup telepon dengan senyum di wajahnya. Meskipun Sven dan teman-temannya menikmati waktu mereka, dia tidak merasa iri. Dia tahu apa yang harus dia lakukan. Liga 3 akan datang, dan dia harus siap menjadi yang terbaik.
Setiap malam sebelum tidur, dia selalu mengecek statistik kemajuannya melalui sistem. Semua peningkatan yang dia capai selama latihan memberi semangat baru. Leo tahu bahwa dirinya semakin dekat dengan impiannya.
Nama: Ronald Leo
Umur: 16 Tahun
Tinggi: 177 cm
Berat: 73 Kg
Kecakapan kaki kiri/kanan: 63/100
Atribut Teknik:
Passing: 60
Shooting: 69
Dribbling: 60
Shot Accuracy: 65 + 10
Heading: 57
Atribut Fisik:
Kekuatan: 75
Kecepatan: 77 + 10
Stamina: 71
Serangan: 66
Inventory:
Perban pereda nyeri (bisa mengurangi rasa sakit saat digunakan)
Skill yang dimiliki:
Dribble ala Ronaldinho [LVL 2]
Kecepatan ala Thierry Henry [LVL 2]
Tembakan Jarak Jauh ala Frank Lampard [LVL 2]
Visi Permainan ala Inzaghi [LVL 1]
Heading ala Gerd Muller [LVL 1]
Tekad Baja [LVL 1]
Tendangan Bebas ala Beckham [LVL 2]
Leadership Aura [LVL 1]
Leo menarik nafas panjang, matanya menatap langit-langit kamar asramanya. Liga 3 Jerman sudah di depan mata, dan dia sudah siap untuk menghadapi apapun yang akan datang.
Keesokan harinya, Leo terbangun dengan perasaan sedikit berbeda. Setelah berhari-hari menjalani rutinitas latihan yang ketat, tubuhnya merasakan kelelahan yang perlahan merayap.
Meski semangatnya tetap membara, Leo tahu bahwa tubuhnya membutuhkan istirahat. Pagi itu, dia memutuskan untuk mengambil libur sejenak dari rutinitas latihan dan mencoba menikmati suasana di luar asrama.
Setelah sarapan, Leo mengganti pakaian olahraganya dengan kaus dan celana jeans sederhana. Dengan jaket yang melindungi tubuhnya dari angin pagi.
Dia melangkah keluar dari asrama, meninggalkan lapangan dan gym yang biasa menjadi saksi latihan kerasnya. Kali ini, tujuannya bukan untuk berlatih, melainkan menjelajahi sudut kota Dortmund yang selama ini hanya dilihatnya dari balik jendela bus tim atau lewat cerita orang.
Dortmund adalah kota besar dengan banyak hal menarik untuk dilihat. Meski sebagian besar dikenal karena tim sepak bolanya, Borussia Dortmund, kota ini juga menawarkan banyak tempat untuk dijelajahi—taman, museum, pusat perbelanjaan, dan restoran. Leo memutuskan untuk berjalan kaki saja. Dia ingin merasakan kehidupan kota ini secara langsung, menyatu dengan irama warganya yang sibuk menjalani aktivitas sehari-hari.
Jalanan mulai ramai. Mobil-mobil berlalu-lalang, sementara pejalan kaki sibuk dengan tujuan masing-masing.
Leo menyusuri trotoar dengan langkah santai. Dia melewati toko-toko yang menjajakan berbagai barang, dari pakaian, aksesori, hingga pernak-pernik yang khas dari Jerman.
Sesekali, matanya tertarik oleh etalase yang menampilkan berbagai jersey sepak bola, mengingatkannya pada dunia yang dia tekuni dengan sepenuh hati.
Setelah beberapa lama berjalan, Leo tiba di sebuah taman kota yang cukup luas. Pepohonan hijau rindang, bangku-bangku taman yang tersusun rapi, serta danau kecil di tengah taman memberikan nuansa yang tenang dan damai.
Tanpa ragu, dia memilih duduk di salah satu bangku, membiarkan pikirannya melayang sejenak.
"Pemandangan yang indah," pikir Leo sambil memandang ke arah danau yang memantulkan sinar matahari. Bebek-bebek berenang perlahan, menciptakan riak kecil di permukaan air.
Di tengah ketenangan itu, pikiran Leo kembali pada masa-masa awalnya di Dortmund. Semua terasa seperti mimpi baginya—dari seorang bocah kampung di Kediri hingga sekarang berada di jantung sepak bola Jerman, bersiap untuk berkompetisi di Liga 3.
Tawaran dari Steven yang awalnya hanya terdengar seperti kesempatan sekali seumur hidup, kini telah menjadi kenyataan yang membentuk kehidupannya. Setiap hari adalah perjuangan, setiap latihan adalah pertarungan untuk menjadi yang terbaik.
Namun hari ini, di sela-sela semua itu, dia merasa perlu untuk melepaskan sejenak semua tekanan dan menikmati kehidupan yang lebih santai. Hatinya tetap dipenuhi tekad, tapi otaknya butuh jeda, dan pemandangan di taman ini memberikan ruang baginya untuk berpikir lebih jernih.
Setelah beberapa saat duduk di taman, Leo merasa perutnya mulai lapar. Dia pun melanjutkan perjalanannya, kali ini mencari tempat makan yang bisa menawarkan sesuatu yang berbeda dari makanan di kantin klub. Tak jauh dari taman, Leo menemukan sebuah kafe kecil dengan nuansa hangat. Aroma kopi yang kuat dan roti yang baru dipanggang menyambutnya saat dia masuk ke dalam.
Leo memesan secangkir kopi dan sepotong croissant, kemudian duduk di sudut kafe yang menghadap ke jendela. Dari sana, dia bisa melihat jalanan Dortmund yang sibuk, tapi suasana di dalam kafe tetap tenang.
Sambil menyeruput kopi, pikirannya kembali melayang. Dia mulai berpikir tentang apa yang akan terjadi selanjutnya dalam hidupnya. Liga 3 Jerman hanya tinggal beberapa minggu lagi, dan dia harus berada di puncak performanya. Namun selain itu, dia juga ingin memberikan sesuatu yang lebih, tidak hanya untuk dirinya sendiri tapi juga untuk keluarganya di Kediri, yang selalu mendukungnya meski dari kejauhan.
Telepon genggamnya bergetar. Ada pesan dari ibunya. Leo tersenyum dan membuka pesan itu.
“Leo, bagaimana kabarmu? Jangan lupa jaga kesehatan, ya. Kami selalu mendoakanmu dari sini.”
Leo merasa hatinya hangat membaca pesan itu. Meski jauh dari rumah, dukungan keluarganya selalu terasa dekat. Ia pun membalas pesan ibunya, meyakinkan bahwa ia baik-baik saja dan terus berusaha untuk mewujudkan impian mereka bersama.
Setelah selesai makan, Leo memutuskan untuk berjalan lebih jauh, kali ini ke arah pusat kota Dortmund. Ada satu tempat yang ingin dia kunjungi, yakni Signal Iduna Park, stadion kebanggaan Borussia Dortmund.
Meski sudah beberapa kali berlatih di fasilitas klub, Leo belum sempat benar-benar menikmati keindahan stadion itu dari dekat. Hari ini, dia ingin melihatnya lebih jelas.
Setibanya di depan stadion, Leo berdiri memandang bangunan megah itu dengan penuh kagum. Sebagai penggemar sepak bola, bisa berada di stadion yang memiliki sejarah panjang ini adalah salah satu pencapaian besar baginya.
Dari jauh, dia bisa melihat turis-turis yang datang hanya untuk berfoto atau membeli suvenir. Stadion ini memang menjadi magnet bagi banyak orang, dan Leo pun tak tahan untuk mengambil beberapa foto sebagai kenang-kenangan.
Ketika matahari mulai condong ke barat, Leo menyadari bahwa hari sudah sore. Dia memutuskan untuk kembali ke asrama. Meski liburan seharian ini terasa menyenangkan, besok adalah hari baru dan dia harus kembali ke rutinitas latihan yang ketat.
Sebelum kembali ke asrama, dia berhenti sejenak di sebuah jembatan yang membentang di atas sungai kecil. Di atas jembatan itu, dia berdiri sambil memandang air yang mengalir dengan tenang di bawahnya.
Kota ini, dengan segala kesibukannya, memberinya ruang untuk beristirahat. Namun di balik itu semua, Leo tahu bahwa tantangan yang lebih besar sudah menunggu di depan.
“Satu hari untuk rehat, besok kita kembali berjuang,” gumamnya pelan.
Dengan tekad yang kembali membara, Leo melanjutkan langkahnya menuju asrama, siap untuk kembali berlatih dan mempersiapkan diri sebaik mungkin untuk Liga 3.
*****
ini copy paste atau karya asli?
sorry author bukannya meremehkan karyamu atau apalah tapi menurut saya pribadi jalan cerita yang author tulis tidak asing bagi saya🙏