Shiza, murid pindahan yang langsung mencuri perhatian warga sekolah baru. Selain cantik, ia juga cerdas. Karena itu Shiza menjadi objek taruhan beberapa cowok most wanted di sekolah. Selain ketampanan di atas rata-rata para cowok itu juga terlahir kaya. Identitas Shiza yang tidak mereka ketahui dengan benar menjadikan mereka menganggapnya remeh. Tapi bagaimana jika Shiza sengaja terlibat dalam permainan itu dan pada akhirnya memberikan efek sesal yang begitu hebat untuk salah satu cowok most wanted itu. Akankah mereka bertemu lagi setelah perpisahan SMA. Lalu bagaimana perjuangan di masa depan untuk mendapatkan Shiza kembali ?
“Sorry, aku nggak punya perasaan apapun sama kamu. Kita nggak cocok dari segi apapun.” Ryuga Kai Malverick.
“Bermain di atas permainan orang lain itu ternyata menyenangkan.” Shiza Hafla Elshanum
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon ririn rira, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Rasa penasaran
Shiza menghempaskan tubuh lelah di atas kasur, manik matanya tertuju di atas langit-langit kamar. Dibenaknya teringat pada Cakra teman sekelasnya. Pemuda itu sederhana, ceria dan menyenangkan. Shiza mengingat kembali seseorang di masa kecilnya. Petakilan tapi baik hati, kebersamaan mereka tidak lama hanya dua minggu saat libur sekolah. Melihat Candra tadi membuat Shiza tiba-tiba merindukannya.
“Za.”
Lamunan Shiza terpecah, ia menarik nafas panjang dengan malas membangunkan daksa lelahnya. Terayun lambat kedua kaki Shiza ke arah pintu. “Kenapa Ma?”
“Makan dulu, kamu belum ganti baju?”
“Sebentar, aku ganti dulu baru makan.” Shiza masuk kembali dan menanggalkan satu persatu pakaiannya. Shiza memilih pakaian santai daster rumahan. Rambut panjangnya di cepol ke atas tidak lupa wajahnya dibersihkan lebih dulu agar lebih segar. Meraih ponsel dari atas kasur Shiza gegas keluar.
“Capek banget ya.” Mama Adina meletakan satu gelas air putih di atas meja.
“Capek banget, sekolahnya jauh ternyata.” Keluh Shiza menghabiskan setengah dari isi gelas yang disodorkan sang mama.
“Makan dulu, nanti ngobrol sama mama.”
Shiza mengangguk langsung melahap makanannya, tiap kunyahan ia nikmati perlahan sambil mengucap syukur atas butiran nasi dan perintilannya yang masuk ke dalam perut. Banyak diluar sana orang kelaparan atau makan seadanya, sebab itu Shiza sangat menghargai makanan. Shiza cukup mandiri untuk membereskan bekas makan.
“Ma.” Shiza mendaratkan tubuh disofa tepat di samping mama nya.
“Bagaimana hari ini?” Mama Adina tersenyum lembut mengecilkan volume televisi.
“Seperti di sekolah lama, tapi ada yang buat aku penasaran.” Shiza merubah posisi duduknya berhadapan. “Tadi di kelas aku ada cowok namanya Candra. Orangnya lucu terus dia juga bawa bekal dari rumah.” Wajah gadis itu begitu antusias bercerita. “Aku jadi ingat anak yang dulu berteman sama aku waktu kita liburan semester dua di kelas lima SD.”
Mama Adina terlihat berpikir sambil mengingat kenangan lama itu. “Anak laki-laki itu, mama ingat sekarang dia satu kelas sama kamu?”
“Aku nggak yakin Candra itu dia atau bukan. Wajahnya mirip sedikit. Kalau misalkan bener jauh banget pindahnya kesini.”
“Kita nggak tahu siklus hidup orang lain Shiza, bisa aja mereka sekeluarga pindah kesini.” Mama Adina tersenyum merapikan helaian rambut putrinya yang berjatuhan.
“Mama benar, ya udah aku mau ke kamar dulu.” Shiza bangkit dari sofa.
🌷🌷🌷
Jika Shiza sudah berbaring cantik di atas peraduan. Maka beda hal di tempat ini. Tiga anak laki-laki masih bersiap main game di ruang keluarga milik Chio. Ya, dia ketua osis di sekolah tapi Chio juga manusia normal menjalani hidup hariannya seperti anak lainnya. Sepulang sekolah, Dariel dan juga Ryuga memilih ikut ke rumah Chio.
“Kalian makan dulu.” Seorang wanita pembawaan lembut masuk ke ruang keluarga. Diana Mounira—mami dari Chio.
“Sebentar tante.” Sahut Ryuga masih fokus memasang perangkat game. Pemuda itu masih mengenakan seragam sekolah.
“Kalian nggak ingat makan kalau sudah main game.”
“Kita nunggu Chio dulu.” Dariel tersenyum melihat wajah ibu sahabatnya itu cemberut. “Nah, itu Chio.”
“Chio, makan dulu.”
“Iya Mi, ayo kita makan dulu. Nanti mami ngamuk.” Chio mengenakan baju kaos putih besar dipasangkan dengan celana pendek di atas lutut. Kulit yang putih membuatnya tampan dan cantik bersamaan.
“Ayo.” Ryuga meletakan ponselnya di atas meja. Pemuda itu melepaskan baju seragamnya hingga menyisakan kaos hitam sebagai lapisan.
Mereka mendaratkan tubuh di kursi. Meraih piring mengisi sendiri-sendiri. Sementara Mama Nira sudah masuk kamar untuk istirahat. Ibu dari Chio itu memilih jadi ibu rumah tangga setelah melahirkan anak pertamanya. Ia meninggalkan karir modelnya untuk merawat Chio.
Selesai makan tiga orang itu meninggalkan meja makan melanjutkan niat yang tertunda. Ryuga sudah terbiasa tidak langsung pulang ke rumah setelah pulang sekolah. Ia memilih menikmati hidupnya ketimbang menuntut kedua orang tuanya yang sibuk. Berbeda dari Dariel, orang tuanya begitu hangat penuh perhatian tanpa ia berulah mereka selalu memprioritaskannya.
“Siapa yang main duluan?” Dariel menyambar salah satu stik game.
“Kalian berdua aja, aku sedang memasukan nomor Shiza dalam grup kelas.” Chio baru saja dapat nomor Shiza dari Aysela. Selain ketua osis dia juga mengkoordinir grup kelasnya. “Nomornya cantik.”
“Coba liat.” Ryuga tertarik melepaskan stik game nya. “Kirim ke aku.”
“Jangan suka minta nomer orang tanpa izin, Ryuga.” Tegur Dariel lembut.
“Biasa gadis cantik memang jual mahal. Aku pasti bisa menjadikan Shiza pacar.” Ryuga percaya diri mengatakannya. “Kirim saja nomornya. “Karen, aja kepincut sama aku.”
“Shiza sama Karen beda, kamu bisa lihat tadi di kantin.” Seru Chio terkekeh. Selesai dengan tugasnya.
“Berani taruhan.” Tantang Ryuga angkuh. “Cewek itu memang cantik tapi bukan Ryuga namanya kalau nggak bisa dapetin dia”
“Ayo main.”
🌷🌷🌷
Di kaki langit timur matahari begitu cantik mempesona. Setetes air di penghujung daun jatuh lembut ke atas tanah menimbul khas aroma pagi. Jalanan masih agak senggang Shiza hari ini pergi ke sekolah sedikit pagi karena Papa Rajendra akan ke luar kota. Shiza menarik nafas panjang sebelum melangkah ke gerbang.
“Pagi, Shiza.”
“Uh.” Gadis itu terkejut. “Chio, kamu pagi sekali. Aku kaget.” Shiza tersenyum menghampiri.
“Aku harus pagi buat penertiban, oke kamu boleh masuk.” Chio meneliti kalau ada yang kurang dari Shiza.
“Iya, aku lengkap hari ini.”
“Pagi Neng Shiza.” Seseorang menyapa sambil mengayuh sepedanya. Dia Candra datang pagi hari ini karena ingin menyelesaikan tugas minggu lalu yang tidak dikerjakannya.
“Candra.” Shiza meninggalkan Chio yang berdiri di samping gerbang.
“Pagi amat Neng.” Candra menyeka keringat di keningnya. Lalu meraih botol air disisi tas. “Aku minum ya.”
“Minum aja.” Shiza tersenyum. “Kenapa pagi sekali?” Gadis itu masih menunggu Candra.
“Ada tugas minggu kemarin aku lupa mengerjakannya. Ayo ke kelas.”
“Tunggu.”
Shiza dan Candra menoleh. Mereka hanya diam sambil menunggu Chio yang melangkah mendekat. Chio meneliti tampilan Candra tidak ada yang berubah dari pemuda itu tetap sama seperti sebelumnya. Tapi kenapa bisa membuat seorang Shiza menunggunya untuk masuk bersama. Di keheningan itu suara dua buah motor masuk ke pekarangan sekolah. Mereka melewati Shiza, Candra dan Chio. Dua motor itu berhenti di parkiran berbeda. Shiza bisa menebak keistimewaan itu karena mereka bagian dari pemilik sekolah.
“Kenapa?” Ryuga mengurai kasar rambutnya yang lepek karena helm. “Mereka buat masalah?” Tanya nya pada Chio.
“Nggak, aman aja.”
“Hai, kamu siswi pindahan itu?” Dariel tersenyum mendekati Shiza.
“Iya.”
“Aku Dariel, teman Chio.”
“Shiza.” Gadis itu membalas uluran tangan Dariel. “Ayo Candra kita masuk katanya mau ngerjain tugas.” Shiza mengabaikan tatapan yang membuatnya tidak nyaman.
“Ayo.”
“Dia nggak liat aku sama sekali.” Ryuga merasa tersakiti. “Dasar cewek sombong ! Lihat saja nanti.”
“Ryuga, dia nggak nyaman sama tatapan kamu.” Dariel bersuara setelah memperhatikan dengan lamat.
“Maksudnya.”
“Kamu melihat dia kaya melihat mangsa, siapapun orangnya kalau di lihat kaya gitu ya takut.” Dariel menjelaskan dengan sabar.
“Dariel bener, Candra aja bisa buat Shiza menunggu untuk masuk sama-sama.”
“Apa ?!” Bola mata Ryuga membesar. “Apa standar ketampanan di mata nya kaya penunggang sepeda ontel itu.” Seketika keinginan lebih unggul membara di dada Ryuga. “Ayo taruhan.”
“Dari kemarin kamu tuh ngajak taruhan terus.” Kesal Chio melupakan tugasnya. “Kalian masuk sana, aku lanjut tugas dulu.”
“Pokoknya aku harus mengubah pandangan Shiza.” Ryuga berucap dengan tekad menggebu. “Cewek secantik dia, standar pacarnya kaya si Candra ? Ah, ketampanan ku merasa malu berkelahi dengan wajah itu.”
Dariel terkekeh. “Ayo masuk.”
Ryuga melanjutkan langkah. Mereka sepakat datang pagi karena menghindari kemacetan. Ryuga melangkah pelan saat melewati kelas Shiza. Ia tertarik mengintip dari kaca jendela. Disana Ryuga bisa melihat Shiza duduk di hadapan Candra yang entah mengerjakan apa. Tanpa sadar Ryuga sudah tenggelam dalam rasa penasarannya.