NovelToon NovelToon
Deepen The Role

Deepen The Role

Status: tamat
Genre:Fantasi / Tamat / Cintapertama / Vampir / Manusia Serigala / Epik Petualangan / Penyelamat
Popularitas:1.2k
Nilai: 5
Nama Author: LIMS OFFICIAL

"Aku akan selalu di sisimu"

Benjamin Paul, seorang remaja berusia 17 tahun yang memilih untuk kembali ke kota kecil di Alaska tempat ia lahir. 5 tahun lalu ayah dan ibunya bercerai, lalu ia tinggal di Chicago bersama ibu dan ayah sambungnya. Di usia 17 tahunnya itu, ia memilih kembali ke Sitka, kota kecil di Alaska.

Sesaat ia kembali, tidak ada hal aneh. Sampai ketika ia bertemu sebuah keluarga misterius, ayahnya yang kecelakaan, Joseph dan Damian teman kecil Benjamin bukan manusia, dan seorang gadis cantik bernama Marella.

Bagaimana kisah Benjamin? Simak kisah si tokoh utama ini agar kalian tidak ketinggalan‼️

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon LIMS OFFICIAL, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Wishtle

"Ben, kau tidak apa?" Jennifer menghampiri sepupunya itu. "Aku.. baik" jawab Benjamin. Tidak ada yang terjadi padanya.

Namun karena hal tersebut, Benjamin tetap dibawa ke rumah sakit untuk diperiksa.

"Tidak ada masalah" dokter terkenal di rumah sakit itu memeriksa putra kepala kepolisian. Garon Gerald- ayah dari Gerald bersaudara, yang memeriksa Benjamin.

"Terimakasih dokter Gerald, aku benar-benar khawatir" Bernandez di sana menemani putranya. "Sudah aku katakan, aku baik" gumam Benjamin malas.

"Aku baru tahu kau punya anak pak Paul" ujar Garon sedikit terkejut mengetahui fakta bahwa Benjamin adalah putra Bernandez.

"Dia pindah 5 tahun lalu" jawab Bernandez segera. Garon mengangguk pelan. "Baiklah, jika ada sesuatu yang menyakiti tubuhmu datanglah ke rumah sakit. Aku akan kembali memeriksamu" pesan Garon sebelum ia meninggalkan ayah dan anak itu.

"Kau baik-baik saja, nak?" tanya Bernandez memastikan kembali. "Ya, sangat baik" jawab Benjamin berusaha menenangkan ayahnya.

"Ayah, mereka aneh" ujar Benjamin membuat Bernandez terheran. "Aneh? Apa yang aneh dari mereka?" tanya Bernandez terheran. "Aku tidak tahu, aku hanya merasa mereka aneh" jawab Benjamin sulit menjelaskan.

"Tunggulah beberapa menit lagi, kau bisa beristirahat nanti" Bernandez mengacak rambut putranya itu.

Sorenya, Benjamin berada di halaman belakang rumahnya. Kejadian tadi masih terlintas di ingatannya. "Apa yang kau pikirkan?" tanya Joseph menghampirinya. Ia mengunjungi temannya dengan sukarela.

"Tadi itu aneh" gumam Benjamin terus memikirkan kejadian yang menimpanya. "Memangnya apa yang salah dari mereka?" tanya Joseph terheran.

"Ahk, sulit sekali menjelaskannya" jawab Benjamin mengacak rambutnya. Selain trauma, ia juga tidak bisa menggunakan logikanya. Patrick Gerald, reflek yang dimilikinya tidak bisa diungkapkan dengan akal sehat. Benjamin yakin bahwa tadi, Patrick masih berada di depan perpustakaan bersama saudara-saudaranya, yang kebetulan berada di dekat tempat parkir kendaraan sekolah.

Joseph duduk di sebelah Benjamin. "Ada yang perlu kuberitahu, Ben" ujar Joseph denga ekspresi serius. Ia kembali bangkit dan berjalan menuju halaman belakang itu.

"Mengenai?" tanya Benjamin mengikuti temannya dari belakang. Joseph tiba-tiba membuka bajunya. "Aku normal, dan menjauhlah sedikit," saran Joseph mulai melepas sepatunya.

Benjamin yang terheran menjauh. "Bersiul lah" perintah Joseph. Benjamin menurut, ia mengeluarkan siulannya.

Lalu, "YA TUHAN!!" teriak Benjamin terkejut ketika Joseph tiba-tiba saja berubah menjadi seekor serigala berukuran besar, dengan bulu berwarna abu-abu belang putih.

Benjamin sampai terjatuh, dan ia mulai menyeret dirinya menjauh. Untung saja halaman belakang itu dipenuhi rumput.

Setelahnya Joseph kembali ke wujud awalnya. "Kau menambah traumaku" ujar Benjamin tanpa sadar. Joseph terkekeh.

...****************...

"Klan Canis?" tanya Benjamin ketika mendengar cerita temannya. "Aku baru mengetahui fakta bahwa aku punya darah siluman serigala, ketika kau baru saja pindah" jawab Joseph masih dengan dirinya yang telanjang dada.

"Jadi yang di hutan?" gumam Benjamin kembali teringat dengan cerita Damian kemarin. "Tidak, dia bukan kawanan kami. Aku juga masih menyelidikinya," jawab Joseph segera.

"Lalu kenapa kau memberitahuku? Kau tidak takut aku memberitahu wujudmu yang tadi pada orang lain?" tanya Benjamin terheran.

Joseph tertawa mendengarnya. "Aku bisa membunuhmu jika kau melakukan itu. Tapi aku percaya padamu, karena sifatmu dengan Bernan tidak beda jauh" jawab Joseph tanpa beban sedikitpun.

Benjamin bergidik ngeri mendengarnya. "Kami punya musuh, Ben" dan Joseph tampak memulai topik yang sebenarnya.

"Musuh?" gumam Benjamin penasaran. "Klan mata merah, lebih tepatnya klan Ruby. Mata mereka merah seperti permata ruby" dan Benjamin akhirnya memasang telinganya.

"Mereka apa?" tanya Benjamin terkejut. "Vampir" jawaban itu membuat Benjamin terdiam. "Kau pasti berpikir itu hanya cerita dongeng bukan?" tanya Joseph tahu apa yang sedang terlintas di pikiran Benjamin.

"Apa kau tahu salah satu dari mereka?" tanya Benjamin menginginkan 'bukti' nyata. Sejenak Joseph terdiam, ia menatap lurus ke depan. "Damian" jawaban itu membuat Benjamin melotot tidak percaya.

"Pada dasarnya kami adalah seekor anjing, dan kami bisa mencium aroma mahluk lain. Tapi tidak dengan vampir. Sebaliknya, vampir bisa mencium bau apapun terutama manusia" penjelasan itu membuat Benjamin terdiam.

"Dan untuk keluarga Gerald, aku sama sekali tidak bisa mencium aroma mereka. Tapi salah satunya tampak normal" tambah Joseph lagi. "Siapa?" tanya Benjamin penasaran.

"Marella" jawab Joseph. Benjamin tentu mengingat wajah gadis itu. "Kau pernah bilang bukan melihat seorang gadis di hutan beberapa hari lalu?" tanya Joseph membuat ingatan Benjamin kembali teringat pada sesuatu.

"Ahk iya, lalu?" tanya Benjamin balik. "Dia adalah, Marella Gerald" Benjamin menyadari itu. Pertama kali ia melihat Marella, ia merasa mengenali wajah gadis itu.

"Kenapa kau bilang dia normal?" tanya Benjamin penasaran. "Dia punya aroma manusia yang kuat. Ia juga tidak menunjukkan ciri-ciri yang sama dengan saudara-saudaranya" jawab Joseph bangkit berdiri dan mengambil kaos yang ia kenakan.

"Aku sudah menjawab rasa penasaranmu, kuharap kau tidak memikirkannya lama. Bisa-bisa kecerdasanmu yang hakiki itu justru hilang dimakan pikiranmu" Joseph mengenakan kaosnya dan ia tampak bersiap pulang.

"Jika ada waktu, aku dan Damian akan menjelaskanmu lebih. Beristirahatlah untuk hari ini" pesan Joseph menepuk pelan pundak temannya itu lalu ia akhirnya pergi meninggalkan Benjamin.

Benjamin akhirnya menuruti saran Joseph. Tapi ia tidak langsung menyimpulkan keluarga itu adalah vampir, karena Joseph sendiri tidak menyebut langsung mereka adalah mahluk itu.

Akhirnya remaja itu bangkit berdiri dan memilih masuk ke dalam kamarnya. Hari itu ia memilih untuk melihat pakaian kotor, dan memasukkan pakaian itu ke dalam mesin cuci.

Benjamin menuju ruang keluarga, dan duduk bersantai di sofa seraya menyalakan televisi.

Sejenak Benjamin terus memencet remot mengganti siaran yang ada. Sampai akhirnya, "Berita terkini pada 01 Maret 2004, telah ditemukan seorang pria dewasa meninggal dalam keadaan kaku dan mendapat bekas luka gigitan di leher. Masih belum diketahui siapa pelaku, namun polisi dan pihak medis sedang memeriksa korban"

Benjamin terdiam mendengar berita itu. "Pak Paul bagaimana tanggapan anda?" reporter itu mulai bertanya pada Bernandez yang ada di sana. "Kami masih menyelidiki lebih lanjut, ada banyak dugaan yang sudah kami pikirkan tapi tanpa bukti semuanya akan menjadi buntu"

Benjamin mematikan televisi dan beranjak menuju kamarnya. Ia menyalakan laptopnya dan mulai mencari sesuatu. Semua hal tentang klan Canis, Ruby, apa saja yang mereka lakukan di masa lalu. Ia terus mencarinya tanpa henti sampai waktu tidak terasa baginya.

"Ben" Benjamin tersentak kaget. Bernandez sedari tadi sudah memanggilnya. "Ayah, sejak kapan kau kembali? Bukankah kau mengurus kasus tadi?" tanya Benjamin segera mematikan laptopnya dan bangkit berdiri.

"Sudah sejak 30 menit lalu, nak. Kau bahkan tidak mendengar aku memanggilmu" jawab Bernandez melepas seragamnya.

Benjamin mengangguk-angguk pelan. "Kau tadi mencari artikel apa?" tanya Bernandez penasaran. Ia belum sempat melihat apa yang dicari putranya tadi. "Ahk, tidak ada. Hanya untuk tugas biologi saja" jawab Benjamin.

Bernandez menaikkan sebelah alisnya. Tapi ia akhirnya melupakan hal itu dan memilih pergi. Benjamin menghela nafas pendek.

Malamnya Benjamin duduk di kursi belajarnya dan mengerjakan tugas. Lalu, "Ben. Aku harus ke kantor malam ini. Apa tidak masalah bagimu?" tanya Bernandez di pintu kamarnya.

"Berhati-hatilah, ini sudah larut malam" pesan Benjamin masih melanjutkan acara menulisnya. Bernandez akhirnya turun ke lantai 1. Benjamin mengekori ayahnya dari belakang. Sejenak Bernandez melambai, dan hal itu dibalas oleh putranya.

Di sisi lain, "Bisa tunjukkan sim milikmu?" tanya Bernandez berhasil menghentikan seorang pengendara mobil bersama bawahannya. Anehnya, pria itu tidak menjawab. Matanya tetap menatap lurus.

Lalu, "Permisi?" dan pria yang duduk di bangku itu tetap diam dan, "Kau masuk jebakanku" ujar pria itu tersenyum sinis. Ia menarik kera baju Bernandez dengan tangan kirinya, lalu mengendarai mobilnya dengan kecepatan tinggi. Alhasil kaki Bernandez terseret karena itu. Ia terseret sepanjang 100 meter.

Sampai akhirnya, "Kau salah menahan orang pak polisi" setelahnya pria itu meninju Bernandez hingga terjatuh. Dan, pria itu akhirnya tersungkur lemas.

......................

"Aku bersumpah siapapun yang melakukan itu padanya, akan kubunuh dengan tanganku sendiri" Benjamin berlari dengan panik melewati setiap ruangan di rumah sakit.

Benjamin ke rumah sakit ditemani Joseph dan Damian yang bersamanya. Mereka akhirnya tiba di ruangan Bernandez berada.

"Ayah!!" Benjamin segera menghampiri Bernandez yang dinyatakan koma. Lalu, "Dia-" Damian tidak bisa melanjutkan ucapannya.

Ia mencium aroma lain. Seragam Berandez terletak di atas meja di samping kasur Bernandez terbaring.

Damian mengambilnya dan mencium aroma yang bisa ia ketahui. "Pelakunya masih di sekitar sini" gumam Damian dengan matanya yang tiba-tiba menjadi merah.

"Maksudnya?" tanya Benjamin terkejut melihat mata Damian berubah. Garon tiba-tiba memasuki ruangan. Ia bersama istrinya- Jessi, datang memeriksa keadaan Bernandez.

"Kakinya kemungkinan butuh waktu yang lama untuk pulih" ujar Garon setelah mengecek keseluruhan. Benjamin hanya bisa memperhatikan ayahnya dengan khawatir.

Ketika tengah malam tiba, Benjamin dan kedua temannya memutuskan untuk kembali ke rumah. Benjamin harus bersekolah besoknya.

Di rumah, "Hi, nak. Ada apa kau menelponku di tengah malam begini?" tanya Charlie dari panggilan telepon. Sejenak Benjamin terdiam lalu, "Ayah.. kecelakaan" jawabnya datar.

"Apa?!" Charlie terdengar khawatir sekaligus terkejut.

Benjamin tampak sudah duduk di bangku kelasnya. Charlie- pamannya memutuskan cuti pagi itu dan menjaga Bernandez.

Kelas mulai ramai. Sampai akhirnya, kekhawatirannya pada ayahnya justru teralih dengan kedatangan Marella yang datang sendirian. "Dia Marella bukan?" tanya Benjamin pada teman sebangkunya- John Willson. "Ahk iya, dia pemalu dan jarang bergaul. Tapi orang-orang berandalan sekolah ini sering mengganggunya" jawab John.

"Mengganggunya?" Benjamin semakin penasaran. "Sekelompok orang-orang pembuat onar yang suka bolos. Jujur saja dia sangat cantik" jawab John terkekeh. Benjamin bisa melihat dari sudut mata John, ia menyukai gadis itu pastinya.

Marella duduk di belakang mereka. "Di mana Prislly?" tanya John menghadap belakang menanyai Esmeralda yang selalu bersamanya setiap hari. "Dia ada urusan dengan ibu" jawab Marella menunduk ragu.

"Ini, Ben. Kau tidak ingin berkenalan?" tanya John menawari. "Aku, Benjamin. Senang berkenalan denganmu" Benjamin mengulurkan tangannya. Marella awalnya ragu, lalu ia membalas jabatan tangan itu.

"Marella" jawab gadis itu dengan lembut. Benjamin membalas dengan senyuman. Pelajaran akhirnya dimulai. Ketika jam makan siang tiba, Benjamin segera menuju kantin mencari keberadaan Joseph.

Ia mendapati Joseph sedang duduk menikmati makan siangnya, bersama Carla dan Jennifer.

"Bagaimana Bernan?" tanya Joseph memastikan. "Paman sudah datang ke sana menjaganya, kuharap dia bisa segera sadar" jawab Benjamin mulai menyantap makan siangnya saat itu.

"Damian bersekolah di mana?" tanya Benjamin penasaran. "Dia di yayasan katolik" jawaban itu membuat Benjamin sediki terkejut.

Benjamin mengetahui bahwa Damian adalah seorang vampir, yang artinya sama dengan iblis. Tapi temannya itu justru bersekolah di sekolah keagamaan, bertolak belakang dengannya.

"Memangnya kenapa?" tanya Jennifer terheran dengan ekspresi Benjamin. "Dia tidak menyukai sekolah itu" jawab Joseph segera.

Perhatian mereka kembali teralih pada sebuah keluarga. Keluarga Gerald. "Semua pandangan tertuju pada mereka sekarang" ujar Carla tertawa kecil, namun maknanya berbeda.

Benjamin tidak bisa mengalihkan pandangannya dari Marella yang sendirian di belakang. Lalu, "Astaga" gumam Marella ketika ada seorang pria sengaja menabraknya hingga membuat makanan Marella tumpah mengenai pakaian yang ia gunakan.

"Hey, bisakah kau menggunakan matamu?" Patricia tampak tidak terima hal itu. "Hahaha. Aku tidak sengaja, dia bahkan tidak memarahiku" jawab laki-laki itu tanpa rasa bersalah. Benjamin bangkit berdiri, namun Carla segera menahannya sambil menggeleng.

Lalu, "Sialan" gumam laki-laki itu menerima sebuah siraman air es di wajahnya. Esmeralda tiba di sana tepat waktu. Ia baru saja kembali dari urusannya.

Laki-laki itu hendak memberi sebuah tinjuan namun, "Kau berganti gender? Kenapa berani sekali menyerang perempuan?" tanya Sharon dengan nada dingin.

Melihat tatapan Sharon, laki-laki itu menciut. Dan akhirnya memilih untuk mengalah. "Manusia sampah" gumam Patricia.

1
palupi
karya yg bagus thor👍
Leon I: terimakasih banyak yah kak!!
total 1 replies
palupi
ku tunggu janjimu ❤️🥰🙏
Puspa Indah
Oke baiklah! Antara plagiat karya novel terjemahan, atau kamu memang sungguh berbakat. Aku tidak terlalu suka temanya, tapi penyajian bahasa novel kamu sungguh luar biasa. Kamu tidak cocok jadi penulis di platform ini. Kualitasnya sudah kelas penerbitan 👍
Puspa Indah: Iya, aku sudah cek karya sebelumnya. Yang terakhir paling bagus cara penyajiannya. Jelas kalau kamu mengalami kemajuan kemampuan menulis. Moga suatu saat aku juga bisa seperti kamu. Salut, semoga sukses selalu. Banyaknya like dan review tidak menjamin karya bermutu. Memberikan yang terbaik, itulah penghargaan tertinggi untuk dirimu sendiri.
Leon I: haii kakk!! terimakasih atas pendapat positifnya kak. saya hendak meluruskan, ini karya original saya ya kak dan tidak ada plagiat karya lain manapun kak, terimakasihh🙏🥹
total 2 replies
Puspa Indah
Gaya penulisannya bagus. Jadi ingat novel Trio Detektif atau Goosebumps.
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!