Rindunya adalah hal terlarang. Bagaikan sebuah bom waktu yang perlahan akan meledak di hadapannya. Dia sadar akan kesalahan ini. Namun, dia sudah terlanjur masuk ke dalam cinta yang berada di atas kebohongan dan mimpi yang semu. Hanya sebuah harapan rapuh yang sedang dia perjuangkan.
Ketika hubungan terjalin di atas permintaan keluarga, dan berakhir dengan keduanya bertemu orang lain yang perlahan menggoyahkan keyakinan hatinya.
Antara Benji dan Nirmala yang perlahan masuk ke dalam hubungan sepasang kekasih ini dan menggoyahkan komitmen atas nama cinta itu yang kini mulai meragu, benarkah yang mereka rasakan adalah cinta?
"Tidak ada hal indah yang selamanya di dunia ini. Pelangi dan senja tetap pergi tanpa menjanjikan akan kembali esok hari"
Kesalahan yang dia buat, sejak hari dia bersedia untuk bersamanya. Ini bukan tentang kisah romantis, hanya tentang hati yang terpenjara atas cinta semu.
Antara cinta dan logika yang harus dipertimbangkan. Entah mana yang akan menang?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Nita.P, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Mengucapkan Terima Kasih
Nirmala sampai di depan Rumah, tepat pada saat dia melihat mobil hitam melaju meninggalkan pekarangan Rumah. Nirmala melihat Laura masih berdiri disana. Segera Nirmala menghampirinya.
"Nona, kamu pergi bertemu dengan dia lagi?"
Laura menghela nafas pelan, dia langsung merangkul tangan Nirmala dan membawanya masuk ke dalam Rumah.
"Aku tidak sengaja saja bertemu dia. Lagian aku juga bawa mobil, tapi dia memaksa untuk mengantarkan" ucap Laura.
"Nona, tahukah jika kamu membuat aku dalam masalah. Tuan Galen sampai mabuk parah barusan"
"Benarkah?" Laura menoleh dan menatap Nirmala dengan perasaan bersalah. "... Kamu bisa menjaganya 'kan, Nirma? Dia sudah pulang ke Rumah?"
Nirmala menghembuskan nafas kasar, dia menjatuhkan tubuhnya di atas sofa saat mereka sudah sampai di ruang tengah. Bersandar pada sofa dengan mata terpejam, hari ini cukup melelahkan. Apalagi dengan kejadian tadi di Restoran.
"Tentu saja aku mengantarkan dia sampai ke Rumahnya. Mana tega aku meninggalkannya"
Laura menghela nafas lega, dia ikut duduk disamping Nirmala. Menyandarkan kepalanya di bahu gadis itu dengan tangan yang merangkul lengannya.
"Sebenarnya aku hanya tidak siap untuk dia lamar saat ini. Aku belum siap menikah"
"Kenapa juga tidak siap? Aku rasa kalian sudah pantas untuk melanjutkan hubungan ini ke jenjang lebih serius. Apa karena ada Tuan Benji?"
Hembusan nafas Laura terdengar begitu berat. Seolah memang ada hal yang menjadi beban pikirannya sekarang. "Aku mau mandi dulu. Kamu langsung istirahat saja, besok kita masih harus pemotretan"
Nirmala hanya mengangguk saja, dia anggap jika Laura memang tidak ingin menjawab pertanyaan, karena mungkin dia belum siap untuk menceritakan semuanya.
"Ah, aku lelah"
Nirmala menatap langit-langit dengan pikiran yang menerawang. Bayangan saat masih di Restoran masih teringat dalam pikirannya. Ucapan Galen yang sampai saat ini masih terngiang dalam ingatannya.
"Aduh Nirma, kamu terlalu banyak berpikir. Apa yang diucapkan Tuan Galen hanya karena dia sedang mabuk saja. Bukan karena apa-apa. Kenapa kamu harus terus memikirkannya"
Nirmala memaki dirinya sendiri, dia berdiri dan segera berjalan ke arah kamar di lantai atas.
*
Suara jam beker membangunkan pria yang tertidur dengan lelap. Mengucek matanya yang masih terasa perih. Galen mematikan jam beker yang masih berdering. Lalu dia duduk bersandar di atas tempat tidur. Kepalanya terasa pusing dan berat sekali. Pastinya efek dari minum terlalu banyak semalam.
Galen memejamkan matanya, mengingat apa yang terjadi semalam sampai dia bisa berada di kamarnya sekarang.
"Maukah bersama denganku? Menemaniku? Berada disampingku?"
Galen tersenyum tipis kala dia mengingat apa yang dia ucapkan pada Nirmala semalam. Dia turun dari atas tempat tidur dan berjalan ke arah ruang ganti.
Selesai bersiap, Galen segera keluar kamar. Menuruni anak tangga dengan pakaian yang sudah rapi untuk bekerja. Sesekali dia tersenyum, mengingat kejadian semalam. Membayangkan bagaimana wajah lucu Nirmala yang pastinya akan kaget dengan ucapannya itu.
"Sayangnya aku sedang mabuk, jadi tidak begitu jelas melihat ekspresi wajahnya"
Galen sampai di anak tangga terakhir, dia ingin menuju ruang makan, namun suara Kakek menghentikannya.
"Galen, Kakek perlu bicara. Ikut Kakek sebentar ke ruang kerja"
Galen menoleh, mau tidak mau dia harus mengikuti Kakek. Apalagi terlihat dari wajah pria tua itu, jika dia sedang serius dengan apa yang ingin dibicarakan.
Galen berdiri di depan meja kerja Kakek, dimana pria tua itu duduk di kursi kerja di depannya.
"Ada hubungan apa kamu dengan saudara angkat Laura? Kenapa bisa semalam kau diantar olehnya?"
Galen sudah menduga sebenarnya, apa yang akan Kakek bicarakan. "Tidak ada. Semalam Laura pergi lebih dulu karena sebuah urusan. Jadi, dia yang menemaniku"
"Kakek peringatkan sama kamu, jangan sampai berpaling dari Laura. Karena tidak ada yang lebih pantas untukmu, selain Laura! Faham?!"
Galen hanya mengangguk saja, dia mengerti bagaimana keluarganya dan keluarga Laura yang selalu antusias atas hubungan mereka. Yang jelas peran besar dalam hubungan Galen dan Laura, adalah keluarga mereka sendiri.
"Sekarang aku akan pergi kerja. Nanti sore aku akan menemui Laura di tempat pemotretan"
Kakek mengangguk kecil. "Pergilah, kamu jangan membuat Laura kecewa. Dia itu sudah menjadi yang terbaik untukmu"
Galen hanya berdehem pelan, lalu dia segera berlalu dari ruang kerja. Dia tidak jadi untuk sarapan, dan langsung pergi bekerja. Disana sudah ada Asistennya yang menunggunya.
"Selamat pagi, Tuan Muda"
"Hmm"
Sudah terbiasa dengan sikap dingin Galen yang seperti ini. Sang Asisten juga tidak terlalu memperdulikannya. Setelah memastikan Tuannya masuk dan duduk dengan nyaman di kursi penumpang, barulah dia segera masuk dan melajukan mobil.
"Jo, kita akan meeting jam berapa hari ini?"
"Sekitar jam 10"
"Baguslah, antarkan aku pergi ke tempat pemotretan Laura dulu. Masih ada waktu dua jam lagi sampai ke meeting pertama"
"Baik Tuan"
Galen menatap keluar jendela, tersenyum tipis. Hal yang menurut Johan adalah aneh. Kenapa Tuannya tersenyum sendiri seperti itu?
Ketika sampai di tempat pemotretan desain terbaru dari Laura. Galen memperhatikan seorang gadis yang sibuk mengatur segala hal untuk pemotretan diluar ruangan ini. Dia terlihat sibuk dan begitu fokus pada pekerjaannya.
Galen segera turun, bukan menghampiri Laura yang sedang menggunakan pakaian desainnya sendiri. Kali ini dia yang menjadi model utama untuk karyanya sendiri. Tapi, Galen malah menghampiri Nirmala yang sedang mengatur semuanya untuk acara pemotretan ini.
"Loh, Tuan Galen" ucap Nirmala sedikit kaget dengan kedatangan pria itu. Nirmala melirik ke sekitarnya, seolah mencari seseorang. "... Mencari Nona Muda ya, dia ada di dalam. Mungkin masih belum selesai berias"
Galen menatap Laura dengan lekat, sudut bibirnya terangkat. Tidak bisa menahan senyum. "Tidak. Aku kesini untuk mencarimu. Ingin mengucapkan terima kasih karena sudah mengantarkan aku semalam"
Uhuk ... uhuk ...
Johan yang baru pertama kali mendengar kalimat seperti itu dari Tuannya, langsung terbatuk-batuk kaget. Bahkan Tuan Muda bisa mengucapkan terima kasih. Kalimat yang selama ini dianggap sakral untuk bisa diucapkan oleh seorang Galen Austin, jika bukan pada orang-orang terdekatnya saja.
"Em, tidak papa Tuan. Lagian saya juga tidak mungkin meninggalkan Tuan sendiri disana. Mau menghubungi Asisten Tuan, saya juga tidak punya nomornya"
Sepertinya dia memang tidak ingat dengan apa yang dia katakan padaku semalam. Syukurlah.
Nirmala sedikit lega saat sikap Galen masih seperti biasanya. Menyangka jika pria itu tidak mengingat tentang apa yang dia ucapkan semalam.
"Nona, anda bisa menyimpan kontak nomor saya, jika suatu hari kejadian ini terjadi lagi" ucap Johan.
Nirmala tersenyum dan mengangguk, dia langsung memberikan ponselnya pada Asisten Galen itu.
"Bolehkah saya menambahkan kontak anda Tuan?"
"Tentu" Johan mengambil ponsel Nirmala dan menuliskan nomor ponselnya. Dan dia juga menyimpan nomor ponsel Nirmala.
Sementara Galen menatap Asistennya dengan tajam. Dan Johan seolah belum sadar akan tatapan Galen itu.
Bersambung
lanjut kak tetap semangat 💪💪💪