Chan Khotthot naa ... dilarang boom like.
Kenzie, seorang wanita berusia 27 tahun, sering mendapat olokan perawan tua. 'Jika aku tidak dapat menemukan lelaki kaya, maka aku akan menjadi jomblo hingga mendapatkan kriteriaku' Itulah yang dikatakannya. Namun, ibunya tidak tahan ketika para tetangga menghina anaknya yang tidak laku. Akhirnya memutuskan untuk membuat perjodohan dengan sahabat lamanya! Akankah Kenzie bersedia ataukah menolak perjodohan itu?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon ShiZi_, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Datang ke rumah pak Surya (3)
Hari yang ditunggu-tunggu telah datang. Kini, sepasang pengantin baru sudah di depan rumah. Tak ada yang istimewa, tampak dari depan rumah tersebut sangatlah sederhana.
"Oh ya, aku bertanya-tanya, bukankah kamu adalah turunan dari orang kaya, tetapi kenapa kehidupanmu berbeda sendiri?" Pada saat Kenzie memulai dengan sebuah percakapan, Ardi masih tetap enggan untuk memberi komentar soal pertanyaan tersebut.
Ardi hanya melirik sekilas, lalu mengabaikan istrinya kembali dan melanjutkan langkahnya.
"Apa dia tidak memakai alat pendengar makanya mengabaikan pertanyaanku," lirih Kenzie.
"Sudahlah, masa bodoh dengannya karena lebih baik seperti ini." Seraya mengangkat kedua bahunya Kenzie bicara sendiri.
Kebetulan hari ini gilirannya masuk shift pagi. Lantas Kenzie juga sudah bersiap untuk keluar dari pintu. Namun, suara yang jarang didengar kini sedang memanggilnya. "Aku sudah membuatkanmu sarapan!"
Kenzie yang sempat mendengar hanya bisa melongo tidak percaya ketika diajak bicara lelaki tersebut hanya bisa diam, tetapi pada saat dirinya hendak pergi bekerja justru menawarkan sarapan.
"Aku tidak lapar." Jawab Kenzie.
"Jika mau bawalah bekal ini, entah kamu buang atau diberikan pada kucing." Kali ini Ardi menyodorkan kotak bekal kepada Kenzie. Wanita itu pun sedikit ragu, tetapi melihat wajah datar suaminya. Membuatnya langsung mengambil tanpa mengatakan apa pun.
Pada saat Kenzie sudah sampai di hotel. Semua teman menatapnya dengan wajah menjijikkan, suara satu sama lain saling bersahutan dan ucapan demi ucapan diperuntukkan kepadanya meski tidak secara langsung.
"Eh, kamu tahu tidak. Beberapa hari yang lalu aku menghadiri pesta pernikahan temanku, ku kira tamu itu tamu spesial, tapi siapa sangka kalau orang itu dari mempelai lelaki." Sosok perempuan dengan teman yang lain sedang mengobrol.
"Memangnya kenapa? Bukankah itu bagus?" sahut temannya.
"Bagus dari mana, ternyata suaminya adalah anak tidak dianggap karena tunarungu!" balas temannya lagi dengan antusias.
"Beginikah rasanya dipermalukan," batin Kenzie dalam hati, meski wanita itu berusaha masa bodoh. Namun, tetap saja telinganya mendengar.
Ketika rekan-rekan Kenzie sedang asyik dengan berita pernikahannya, tetapi tamu tiba-tiba datang dan hal itu pula menjadikan mereka berhenti untuk bergosip.
"Setidaknya mereka sudah berhenti menggosipkanku," batin Kenzie lagi.
Lelah seharian bekerja dan kini saatnya pulang, meski sedikit malas, tetapi tak ada tempat lain selain rumah barunya.
Sesampainya di rumah, dengan helaan napas panjang tangannya menyentuh gagang pintu. Membukanya dengan hati yang dongkol karena merasa jika pernikahannya benar-benar sebuah kesialan.
Ketika Kenzie mulai merebahkan tubuhnya di sofa. Ia melihat sosok lelaki yang tak asing baginya. Entah dari mana Kenzie juga tidak ingin tahu akan suami tulinya itu, bukan hanya tuli, tetapi lebih parahnya mandul. Pantas meski wajah mumpuni sayangnya itu tak berarti apa-apa.
"Berhenti!" Kenzie yang teringat pun langsung menghentikan langkah Ardi.
"Ada apa?" tanya Ardi dengan wajah dinginnya.
"Jika ibu tidak memaksaku, mungkin aku tidak akan menikahi suami tuli sepertimu, terlebih mandul! Aku muak dengan orang² yang mencemoohku karena menikahimu adalah suatu kesalahan terbesarku."
"Bukankah kemarin aku sudah menawarkan perceraian? Tapi kamu menolak," ujar Ardi dengan santai.
Kenzie berdiri, lalu mendekati Ardi dengan wajah penuh sesal serta amarah yang meletup. "Apa kamu pikir aku tidak punya otak, huh! Siapa yang mau jadi janda dengan pernikahan belum genap dua hari. Apa yang mereka katakan tentangku lagi? Kamu ... dasar lelaki brengsek!" Dalam kekesalan, Kenzie terus menyalahkan Ardi dan merasa jika lelaki itulah sumber masalahnya.
"Apa sudah selesai? Jika sudah, ingat ... jam enam kita ada acara!" Setelah berucap Ardi meninggalkan Kenzie dengan wajah yang sama, sedikitpun lelaki seperti dia tidak membalas ketika istrinya berusaha menjatuhkan mentalnya beberapa kali.
"Huh! Sepertinya dia tidak tahu malu dengan memberikan wajah tetap sama," ucap Kenzie seraya menggeleng dan karena heran dengan sikap lelaki tersebut.
Beberapa saat kemudian.
Waktu yang ditunggu sudah sampai, kini tiba saatnya untuk datang ke rumah keluarga Surya. Meski begitu, terasa berat. Namun, jikalau tidak turut hadir mungkin saja keluar itu akan semakin mencemoohnya.
Bau harum semerbak aromanya, sedikit membuat Kenzie masuk ke dalam ilusi. "Kenapa baunya begitu menenangkan?" pikir Kenzie dengan bersusah payah untuk tetap sadar.
"Jika sudah selesai cepatlah naik dan jangan memasang wajah seperti itu," tukas Ardi ketika mendapati Kenzie melamun dengan kedua mata tak berkedip.
Kenzie pun langsung tersadar dengan wajah gelagapan. Naik ke atas motor dengan wajah tak bersahabat.
"Sialan," umpat Kenzie dengan wajah tak bisa di artikan.
Tak ada obrolan, di sepanjang jalan. Hanya ada keheningan yang menemani mereka, meski jalanan dilewatinya cukup ramai akan lalu lalang kendaraan, tetapi bagi keduanya begitu terasa asing.
Satu jam telah berlalu dan kini mereka sudah di depan rumah mewah dengan pagar yang cukup tinggi.
Ketika keduanya benar-benar sudah di depan mata. Pikiran Kenzie kian berkecamuk dan rasa penasaran itu mulai tumbuh untuk mencari sebuah jawaban.
"Jika ada yang berbicara kasar, jangan biarkan emosi menguasaimu." Seraya berjalan Ardi pun mengingatkan kembali Kenzie agar tidak meladeni tuang rumah.
Kini mereka sudah sampai di depan pintu dan sosok wanita tengah berdiri menunggu seseorang yang kini di hadapannya.
"Ardi ... akhirnya kamu datang juga!" ucap wanita itu dengan mata berkaca-kaca.
"Hmm, aku datang untuk Ibu." Jawab Ardi.
Sejenak, bu Lidya menatap wajah sang menantu. Ia pikir jika wanita di belakang Ardi akan marah dan tidak mau menemani anaknya datang, tapi siapa sangka ... untuk kali pertama putranya datang bersama sang istri.
"Kenzie, maaf jika aku terlalu egois dan sedikit memaksa agar kalian bersatu." Wajah itu, wajah di mana seorang wanita mengusap buliran air mata.
"Bu, jangan bersedih. Aku tidak marah karena semua itu sudah terlanjur," ucap Kenzie dengan senyuman penuh kepalsuan.
"Aku hanya ingin jika putraku bisa mendapat kebahagiaan dan kehidupan layak bersama seseorang." Bu Lidya tersenyum, tampak lega setelah Kenzie mengatakan.
Belum sempat Ardi bertanya soal kabar ibunya. Seseorang dari dalam sana datang menghampiri dengan memasang wajah tidak suka.
"Aku tahu kalau kedatanganmu ke sini untuk meminta harta, 'kan? Jangan harap dengan membawa wanita rendahan seperti dia bisa membawa—."
"Cukup dengan omong kosong ...!" Kalimat Kenzie terhenti ketika tangannya ditarik oleh Ardi.
"Apa yang ingin kamu katakan, coba ulangi."
Namun, Kenzie tidak berani bersuara ketika Ardi memintanya untuk tidak terkecoh oleh ucapan dari neneknya.
"Bu, bisakah kita masuk karena makanan sudah siap!" ajak bu Lidya yang tak mau anak dan neneknya akan bertengkar.
"Boleh, tapi jangan biarkan mereka membawa pulang makanan yang ada di meja." Jawab mertua bu Lidya.
"Sehina itukah di mata mereka sampai harus berkata sedemikian," batin Kenzie dengan hati mulai memanas.
semangatt..
jgn lamalama Up nyaa...