Aku di kenal sebagai gadis tomboy di lingkunganku. Dengan penampilanku yang tidak ada feminimnya dan hobby ku layaknya seperti hobby para lelaki. Teman-teman ku juga kebanyakan lelaki. Aku tak banyak memiliki teman wanita. Hingga sering kali aku di anggap penyuka sesama jenis. Namun aku tidak perduli, semua itu hanya asumsi mereka, yang pasti aku wanita normal pada umumnya.
Dimana suatu hari aku bertemu dengan seorang wanita paruh baya, kami bertemu dalam suatu acara tanpa sengaja dan mengharuskan aku mengantarkannya untuk pulang. Dari pertemuan itu aku semakin dekat dengannya dan menganggap dia sebagai ibuku, apalagi aku tak lagi memiliki seorang ibu. Namun siapa sangka, dia berniat menjodohkan ku dengan putranya yang ternyata satu kampus dengan ku, dan kami beberapa kali bertemu namun tak banyak bicara.
Bagaimana kisah hidupku? yuk ikuti perjalanan hidupku.
Note: hanya karangan author ya, mohon dukungannya.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Musim_Salju, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 4: Langkah Menuju Keberanian
Setelah pertemuanku dengan Ferdi, hidupku kembali berjalan normal. Namun, di balik semua itu, ada perubahan besar dalam diriku. Aku tidak lagi merasa menjadi gadis yang terus-menerus harus melarikan diri dari masa lalu. Rasanya seperti akhirnya aku bisa mengontrol kehidupanku sendiri.
Galaksi tetap berada di sampingku, selalu memastikan aku baik-baik saja. Dia sering datang ke kafe, kadang membantu di sela-sela tugas kuliahnya. Kehadirannya membawa rasa nyaman yang tak pernah kusadari sebelumnya. Tapi aku tetap bersikap biasa saja. Hubungan kami masih belum kutentukan, dan aku terlalu takut untuk berharap lebih.
Di lain sisi, aku mulai memfokuskan diriku pada kafe kecilku. Dengan bantuan Galaksi dan beberapa ide kreatif darinya, kafe itu mulai menarik lebih banyak pelanggan. Aku menambahkan beberapa menu baru dan membuat suasana tempat lebih nyaman. Tidak hanya itu, aku juga semakin sering berbagi dengan anak-anak jalanan yang biasa kukunjungi.
Namun, di balik semua kesibukan itu, ada hal yang terus menggangguku, kehadiran ibu Galaksi, ummi Ratna. Beliau tetap bersikap ramah, bahkan seperti seorang ibu bagiku. Tetapi aku tahu, di balik perhatian itu, beliau masih berharap aku bisa menjadi pendamping putranya.
Suatu sore, ketika aku sedang menutup kafe, Bu Ratna tiba-tiba datang.
“Assyifa,” panggilnya lembut.
Aku terkejut, tapi segera mempersilakannya masuk. Kami duduk di sudut kafe, hanya berdua.
“Ada apa, ummi?” tanyaku.
Beliau tersenyum, lalu menatapku dengan mata penuh kasih sayang. “Aku ingin berbicara tentang masa depanmu, nak.”
Aku terdiam. Aku tahu pembicaraan ini akan datang cepat atau lambat.
“Kamu tahu, sejak pertama kali aku bertemu denganmu, aku melihat ada sesuatu yang berbeda dalam dirimu. Kamu memiliki kekuatan yang jarang dimiliki oleh orang lain. Tapi di balik kekuatan itu, aku juga melihat luka yang dalam,” katanya.
Aku menunduk. “Mungkin benar, ummi. Tapi aku tidak ingin luka itu menjadi alasan aku menyerah.”
Beliau mengangguk. “Itulah yang membuatku ingin kamu menjadi bagian dari keluarga kami. Aku tahu kamu merasa tidak pantas untuk Galaksi, tapi percayalah, kalian saling melengkapi. Dan aku yakin, dengan dukungan Galaksi, kamu bisa menjadi pribadi yang lebih hebat lagi.”
Kata-kata beliau membuat hatiku bergetar. Aku tidak tahu harus menjawab apa. Di satu sisi, aku merasa tidak pantas untuk Galaksi. Tapi di sisi lain, ada harapan kecil yang mulai tumbuh di hatiku.
Malam itu, aku tidak bisa tidur. Kata-kata Bu Ratna terus terngiang di kepalaku. Aku merenung, mencoba mencari jawaban atas perasaanku sendiri.
Keesokan harinya, aku memutuskan untuk bertemu Galaksi. Aku ingin berbicara jujur tentang perasaanku, meskipun itu sulit.
Kami bertemu di taman kampus. Galaksi duduk di bangku, terlihat tenang seperti biasanya. Ketika dia melihatku, dia tersenyum lebar.
“Ada apa, Senja?” tanyanya.
Aku duduk di sampingnya, mencoba mengumpulkan keberanian. “Gue ingin bicara sesuatu yang penting.”
Dia mengangguk, menungguku melanjutkan.
“Galaksi, gue tahu hubungan kita selama ini sedikit... rumit. Gue tahu kamu selalu ada untuk gue, dan gue gue sangat menghargai itu. Tapi gue merasa tidak pantas untuk lo,” kataku dengan suara bergetar.
Galaksi menatapku dengan serius. “Kenapa lo merasa begitu?”
Aku menghela napas. “Lihat diri gue. Gue hanya gadis tomboy dengan masa lalu yang berantakan. Sedangkan lo... lo sempurna, Galaksi. Lo punya masa depan yang cerah, keluarga yang mendukung. Gue tidak ingin menjadi beban untuk Lo.”
Galaksi tersenyum tipis. “Senja, tidak ada yang sempurna. Gue juga punya luka dan kekurangan. Tapi gue percaya, justru dari kekurangan itu kita bisa saling melengkapi.”
Aku terdiam. Kata-katanya membuatku tersentuh, tapi juga bingung.
“Gue tidak peduli bagaimana masa lalu lo, Senja. Yang penting adalah bagaimana kita menghadapi masa depan. Kalau lo merasa tidak pantas, gue akan membantu lo melihat bahwa lo lebih dari cukup,” tambahnya.
Air mata mulai menggenang di mataku. Untuk pertama kalinya, aku merasa ada seseorang yang benar-benar menerima diriku apa adanya.
“Jadi, apakah lo bersedia mencoba?” tanyanya lembut.
Aku tidak tahu bagaimana harus menjawab. Tapi saat itu, aku merasa ada harapan baru yang tumbuh di hatiku.
Hari-hari berikutnya, hubungan kami perlahan berubah. Aku mulai membuka diri, meski masih ada keraguan. Galaksi tetap sabar, selalu memastikan aku merasa nyaman.
Di sisi lain, aku juga mulai lebih dekat dengan Bu Ratna. Beliau sering mengajakku berbicara tentang banyak hal, termasuk masa depan. Aku mulai melihatnya sebagai sosok ibu yang selama ini kurindukan.
Namun, di balik kebahagiaan itu, ada satu hal yang masih mengganjal, masa laluku. Meskipun aku telah menghadapi Ferdi, bayang-bayang masa lalu itu tetap menghantuiku.
Aku tahu, jika aku ingin benar-benar melangkah maju, aku harus berdamai dengan diriku sendiri. Tapi bagaimana caranya?
Suatu hari, Bu Ratna mengajakku ke panti asuhan tempat beliau sering berkunjung. Di sana, aku bertemu dengan anak-anak yang penuh semangat meskipun hidup dalam keterbatasan.
“Ummi sering datang ke sini untuk mengingatkan diri sendiri bahwa hidup ini bukan hanya tentang kita. Kadang, dengan membantu orang lain, kita bisa menemukan makna yang lebih besar,” kata Bu Ratna.
Kata-kata beliau membuatku merenung. Mungkin selama ini aku terlalu fokus pada luka dan ketakutanku sendiri, sehingga lupa bahwa hidup ini juga tentang memberi dan menerima.
Hari itu, aku memutuskan untuk berubah. Aku ingin menjadi seseorang yang lebih baik, tidak hanya untuk diriku sendiri, tapi juga untuk orang-orang di sekitarku.
Dengan dukungan dari Galaksi dan Bu Ratna, aku mulai melangkah menuju masa depan yang lebih cerah.
...****************...
...To Be Continued...
Jangan lupa like, komen and vote
apa yg dikatakan Senja benar, Galaksi. jika mmg hanya Senja di hatimu, tidak seharusnya memberi Maya ruang dalam hidupmu. padahal kamu tahu betul, Maya jatuh hati padamu.
Tidak bisa menjaga hati Senja, berarti kesempatan lelaki lain menjaganya. jangan menyesal ketika itu terjadi, Galaksi