Aillard Cielo Van Timothee adalah seorang Grand Duke yang sangat dikagumi. Dia sangat banyak memenangkan perang yang tak terhitung jumlahnya hingga semua rakyat memujanya. Namun hal yang tak disangka-sangka, dia tiba-tiba ditemukan tewas di kamarnya.
Clarisse Edith Van Leonore adalah seorang putri dari kerajaan Leonore. Keberadaannya bagaikan sebuah noda dalam keluarganya hingga ia di kucilkan dan di aniaya. Sampai suatu hari ia di paksa bunuh diri dan membuat nyawanya melayang seketika. Tiba-tiba saja ia terbangun kembali ke dua tahun yang lalu dan ia bertekad untuk mengubah takdirnya dan memutuskan untuk menyelamatkannya.
"Apakah kamu tidak punya alternatif lain untuk mati?"
"Aku disini bukan untuk mencari mati." jawab Clarisse tenang.
"Lalu untuk apa kamu kesini, menyodorkan dirimu sendiri ke dalam kamp musuh?" Aillard mengangkat alisnya sambil memandang Clarisse dengan sinis.
"Aku disini berniat membuat kesepakatan denganmu. Mari kita menikah!"
➡️ Dilarang memplagiat ❌❌
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon KimHana, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
CHAPTER 3 - KEPALA PELAYAN
Clarisse mengerjapkan matanya menatap Anne dengan bingung. Apakah ini surga? Karena dia melihat Anne berdiri sehat di hadapannya.
"Yang mulia?" Anne melambaikan tangannya di depan wajah Clarisse melihat dia yang sedang linglung namun anehnya dia tidak bergeming sama sekali. Entah kenapa ada yang salah dari tpuannya hari ini.
Beberapa detik Clarisse mengamati, akhirnya dia tersadar bahwa orang di depannya adalah nyata. Ia menggenggam tangan Anne dengan erat sambil berkata dengan antusias, "Anne, ini benar-benar kamu kan? Aku tidak menyangka kita bisa masuk ke surga bersama-sama."
"Surga?" Anne mengerjapkan matanya bingung mendengar penuturan Clarisse. Omong kosong apa yang tuannya ucapkan? Dia mulai was-was apakah kejiwaan tuannya sedikit terganggu. Ia mencoba melepaskan tangan Clarisse yang mengenggamnya namun genggaman itu begitu erat sehingga dia dia tidak bisa melepaskannya. Akhirnya dengan pasrah dia membiarkannya saja.
Entah berapa lama waktu berlalu ia mulai cemas jika Kepala pelayan Ratu akan datang. Sambil menatap pintu ia berkata dengan panik, "Yang mulia, sadarlah! Kamu harus segera bersiap-siap sebelum kepala pelayan Ratu sampai disini."
"Apa tadi katamu? Kepala pelayan Ratu?" Mata Clarisse terbelalak mendengar perkataan Anne. Kepala pelayan Ratu juga ada disini? Tidak mungkin orang yang sudah menganiaya orang yang sudah tidak terhitung jumlahnya itu bisa masuk surga. Apakah sekarang dia berada di neraka? Tidak, Anne tidak mungkin masuk neraka. Clarisse membenarkan pernyataan itu dalam hatinya.
"Yang mulia, untuk apa anda masih linglung?" kata Anne mulai gemas melihat Clarisse yang masih belum sadar dari tadi. Akhirnya dia terpaksa menarik tangan Clarisse dari tempat tidur lalu mendorongnya ke kamar mandi. Clarisse pasrah dan membiarkan tubuhnya di dorong oleh pelayan.
Berbeda dari pelayan lainnya yang tidak memperbolehkan menyentuh tubuh tuannya sesuka hati, Anne diperbolehkan oleh Clarisse untuk melakukannya. Karena itulah, mereka sangat akrab layaknya kakak dan adik.
Tiba-tiba Clarisse teringat sesuatu lalu dengan cepat dia berkata, "Sekarang tanggal berapa?"
Anne menggaruk kepalanya bingung, lalu dengan cepat dia menjawab "Tanggal 16 April tahun 588."
"Apa???" Clarisse sontak berteriak kaget mendengar jawaban Anne. Tahun 588? Itu dua tahun sebelum terjadi pemberontakan. Huft, berarti dia berhasil kembali ke masa lalu. Ia memeriksa kalung yang berada di lehernya lalu tersenyum senang melihat kalung itu berada di genggamannya.
Walaupun permatanya sedikit retak karena dia memakai kekuatannya, tetapi itu sepadan. Ia juga tidak menyesal sama sekali ketika mengambil nyawanya sendiri, karena hal itu jugalah yang membuat dia berhasil mengaktifkan kalung ini.
"Yang mulia, gaya rambut apa yang Anda inginkan?" tanya Anne di sela-sela ia menyisir rambut Clarisse. Selama lima belas menit Clarisse berkutat di kamar mandi, akhirnya dia berhasil mendudukkan kembali dirinya di kursi yang sudah lama tidak dia di tempati.
"Yang simpel saja." jawab Clarisse sambil tidak melepaskan pandangannya dari cermin. Di dalamnya ada wajah seorang wanita muda yang sudah lama tidak dilihatnya, yang menandakan saat dia masih berumur enam belas tahun.
Tepat pada waktunya, ketika Anne selesai menata gaya rambut Clarisse, pintu pun terbuka dan datanglah seorang wanita berusia sekitar setengah abad dari luar. Tidak ada sopan santun sama sekali membuat orang berpikiran apakah yang sebenernya tuan adalah dia atau Clarisse. Namun saat ini Clarisse tidak ingin mempermasalahkan itu sama sekali karena dia sedang dalam suasana hati yang baik. Mungkin saja dia akan menangapi permainan pelayan yang sudah lama dia rindukan ini.
"Salam hormat, Yang mulia Clarisse. Semoga berkah dewa selalu tercurah kepadamu." Madeline membungkukkan tubuhnya lalu memberi hormat kepada Clarisse. Wajah yang terpampang itu sangat arogan hingga dia ingin mengusirnya dari kamarnya saat ini.
Clarisse tersenyum anggun lalu mempersilahkan Madeline untuk berdiri.
"Yang mulia, saya kesini membawa perintah ratu untuk memeriksa kemajuan pembelajaran etiket anda." Dengan sangat cerdik dia menekankan kata Ratu yang membuat Clarisse tidak bisa membantah.
"Baik." jawab Clarisse masih dengan wajah tenangnya. "Anne, tolong ambilkan kursi dan secangkir teh untuk kepala pelayan."
"Baik." jawab Anne sambil berlari menuju dapur.
"Kita mulai sekarang, Yang mulia." Madeline berdiri lalu meletakkan buku di atas kepala Clarisse.
Clarisse mengepalkan tinjunya menahan supaya tidak menunjukkan wajah Kepala pelayan. Dia belum mempunyai kekuatan jadi dia tidak bisa bertindak semena-mena. Sekarang yang berkuasa adalah Ratu jadi dia hanya bisa mematuhi keinginan mereka dan menahan penganiayaan ini.
"Anda salah, Yang mulia." Betis Clarisse terasa pedih saat kepala pelayan terus memukulnya dengan tongkat kecilnya. Ia sudah berusaha mengurangi kesalahan sebisa mungkin, tetapi kepala pelayan itu terus mencari kesalahannya. Mau bagaimana lagi dengan berdalih memeriksa pembelajaran etiketnya, sebenarnya permaisuri mengajarinya pembelajaran untuk menunjukkan otoritasnya dan kebetulan kepala pelayan juga menikmati memukuli para bangsawan.
Entah berapa lama waktu berlalu, Clarisse merasa betisnya terasa mau copot dari kakinya. Anne yang mengawasi dari samping hanya bisa diam karena Clarisse mengisyaratkan untuk tidak ikut campur.
"Yang mulia, etiket anda lebih baik daripada yang sebelumnya. Saya akan menyampaikan kabar baik ini kepada Yang mulia permaisuri." Madeline tersenyum puas melihat Clarisse yang hanya diam ketika ia memukulnya. Sejujurnya ia juga menikmati memukuli para bangsawan, terutama putri yang ditinggalkan ini. Ibunya hanya orang biasa, atas dasar macam apa dia menikmati segala kemewahan ini.
"Terimakasih Kepala pelayan. Ini juga berkat anda etiket saya menjadi meningkat." Clarissse tersenyum kecil sambil menatap perempuan baruh baya berambut cokelat tua itu.
"Sama-sama." balas Madeline tersenyum arogan.
Melihat senyum itu, membuat Clarisse ingin segera menamparnya, tetapi dia menyembunyikannya dengan malah tersenyum lebih lebar.
"Kalau begitu saya pamit dulu, Putri."
"Tunggu sebentar, Kepala pelayan!" Clarisse mengambil langkah maju lalu menyerahkan sebuah kotak kepada Kepala pelayan.
Madeline mengernyitkan alisnya lalu menatap Clarisse dengan curiga. Seakan tau apa yang dipikirkan kepala pelayan, Clarisse langsung berkata sambil tersenyum, "Ini adalah hadiah untuk anda karena sudah menderita mengajari saya selama ini."
"Aaah.. Terimakasih Yang mulia." ujar Madeline dengan perasaan gembira. Akhirnya perempuan ini juga tau jerih payahnya selama ini. Baiklah, dia akan menyampaikan sedikit kata-kata bagus tentangnya kepada Yang mulia permaisuri.
Tepat ketika Madeline ingin membukanya, Clarisse langsung meletakkan tangannya di atas kotak. "Jangan membukanya disini, Madeline! Ini adalah hadiah kejutan, tentu saja tidak bagus jika anda langsung membukanya."
Madelina terdiam lalu dengan patuh dia menganggukkan kepalanya. Setelah dia pergi dari hadapan Clarisse dan melanjutkan langkah kakinya yang tertunda.
Anne yang sedari tadi mengamati dari samping tidak tahan lagi, dengan perasaan tidak puas dia berkata dengan jengkel, "Yang mulia, apakah anda benar-benar memberinya hadiah?"
"Tentu saja." jawab Clarisse tenang. Senyum terus menghiasi wajah cantiknya membuat Anne mulai curiga. "Apakah anda memasukkan benda aneh ke dalamnya?"
"Tidak." sangkal Clarisse. "Ini bukan benda aneh, tetapi ini cukup untuk membuatnya terkejut sampai jatuh pingsan." lanjut Clarisse sambil tersenyum smirk.