NovelToon NovelToon
Leonel Alastair

Leonel Alastair

Status: tamat
Genre:Tamat / Cintapertama / Teen Angst / Teen School/College / Diam-Diam Cinta / Mengubah Takdir / Kontras Takdir
Popularitas:913
Nilai: 5
Nama Author: Yu

Mengisahkan tentang perjalana kehidupan seorang anak bernama Leonel Alastair yang berasal dari keluarga Von Adler. Kecintaannya pada musik klasik begitu melekat saat dia masih kecil, demi nama keluarga dan citra keluarganya yang sebagai musisi.

Leonel menyukai biola seperti apa yang sering dia dengarkan melalui ponselnya. Alunan melodi biola selalu membawanya ke masa masa yang sangat kelam dalam hidupnya.

Namun perlahan seiringnya waktu berjalan, kehidupan dan minatnya berubah. Dengan bantuan seorang kakak angkat Raehan dia memiliki tujuan baru, dengan tujuan tersebut dia bertemu seseorang yang menempati hatinya.

Bromance!!

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Yu, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Bab 11: "Titik Terendah"

Leonel berjalan di lorong sekolah dengan kepala tertunduk. Setiap langkahnya terasa berat, seolah dunia di sekitarnya terus mengejek dan menghina. Di sudut matanya, ia bisa melihat bayangan Gento mendekat. Tidak butuh waktu lama sebelum suara langkah kaki itu berubah menjadi suara tawa kecil, dan Leonel tahu apa yang akan terjadi.

"Hei, Leon," panggil Gento dengan nada meremehkan, tangan kanan sudah memegang ember kotor penuh air bekas pel. Tanpa peringatan, Gento mengangkat ember itu dan menyiramkan isinya ke kepala Leonel. Air kotor itu mengalir ke seluruh tubuhnya, membasahi seragam dan rambutnya.

Seluruh tubuh Leonel bergetar, menahan dingin sekaligus rasa malu yang begitu menyakitkan. Semua murid di sekitarnya menatap, tapi tak ada yang berani berkata apa-apa. Beberapa bahkan tersenyum kecil, menikmati pemandangan penderitaan Leonel.

"Nikmati mandi pagimu, bocah manja," Gento tertawa puas, memukul pundak Leonel keras sebelum berbalik pergi. Tidak ada perlawanan dari Leonel, seperti biasa. Ia hanya diam, membiarkan air kotor itu mengalir, seperti membiarkan semua ejekan dan penghinaan selama ini masuk ke dalam dirinya tanpa perlawanan.

 

Di rumah, Gento melangkah ke kamar Leonel, matanya menyala penuh rencana jahat. Leonel sedang duduk di sudut, mendekap biola kesayangannya—satu-satunya benda yang memberinya sedikit harapan. Tetapi Gento mendekat dengan niat menghancurkan. Tanpa peringatan, ia merampas biola itu dari tangan Leonel, menggenggamnya dengan erat seolah menantang saudara bungsunya untuk melawan.

"Kau masih sayang benda ini?" tanya Gento dengan seringai. "Bagaimana kalau aku hancurkan saja, di depan mata mu?"

Leonel melompat dari tempat duduknya, mencoba merebut kembali biolanya, tetapi Gento lebih kuat. "Tolong, jangan! Gento, jangan lakukan itu!" seru Leonel putus asa, suaranya pecah oleh ketakutan dan kesedihan. Namun, Gento hanya tertawa lagi, kali ini lebih keras dan lebih dingin.

Papa dan Mama yang berada di ruang tamu bersama dengan Julian pada saat itu, diikuti oleh Kakek yang berada di lantai belakang, yang kini sedang sibuk dengan kegiatan masing-masing. Gento mengangkat biola tinggi-tinggi, seolah ingin menunjukkan kekuasaannya. Lalu, dalam satu gerakan cepat, biola itu dihempaskan ke lantai dengan keras. Suara pecahannya menggema di seluruh ruangan, seperti bunyi retak yang menandai akhir dari harapan terakhir Leonel. Semua orang terkejut mendengar suara sumbang dan barang hancur tadi dan pergi menuju sumber suara tersebut.

Hening. Leonel merasakan sesuatu dalam dirinya ikut hancur bersama biola itu. Air mata menggenang di matanya, tetapi ia tetap diam. Tangannya bergetar, dan seluruh tubuhnya terasa dingin. Ia menatap pecahan biola yang tersebar di lantai, tak percaya apa yang baru saja terjadi.

Papa yang melihat kejadian itu langsung marah. "Leonel! Apa yang kau lakukan?! Ini biola yang kuberikan untukmu!" Teriakan papa memenuhi ruangan. Leonel tak tahu harus berkata apa. Gento sudah menyiapkan alasan, dengan ekspresi pura-pura terkejut. "Maaf, Pa, Leonel marah tadi. Dia yang menghancurkannya."

Leonel terdiam, tak mampu membela diri. Di matanya, semua sudah tak ada artinya lagi. Apa gunanya mencoba menjelaskan, jika tak ada yang akan percaya?

Papa mendekatinya dengan wajah merah. "Kau benar-benar anak yang tak tahu diuntung! Aku sudah memberikan segalanya untukmu, tapi kau selalu mengecewakanku!" Leonel mundur beberapa langkah, tubuhnya bergetar semakin hebat. Namun, apa yang datang selanjutnya adalah hal yang tak pernah ia duga.

Papa menatapnya tajam, "Mulai sekarang, kau akan hidup sendiri. Aku akan mengirimmu ke pedesaan, tempat yang tak pernah tersentuh oleh siapapun. Kau akan tinggal dengan Mila dan suaminya, si mantan gangster. Itu hukuman yang pantas untukmu!"

Leonel tertegun. Pedesaan? Dibuang begitu saja? Dadanya terasa semakin sesak, tapi kali ini ia tak bisa berkata apa-apa. Gento tersenyum puas di belakang Papa, menikmati penderitaan Leonel. Mama hanya diam, seperti biasa, tidak membela, tidak berusaha melawan keputusan ayah. Bahkan Julian, yang biasanya sedikit bersimpati, kali ini memilih untuk tetap diam.

"Papa, aku tidak mau pergi. Kumohon..." Leonel akhirnya memohon, suaranya hampir tak terdengar, penuh rasa takut dan putus asa.

Tapi Papa sudah memutuskan. "Kau harus belajar, Leonel. Kau sudah cukup menyusahkan kami. Mulai besok, kau akan tinggal di sana."

Kakek yang berdiri di sudut hanya menambahkan, "Rumah itu memang cocok untuk mu, dan itu tempat yang tepat untuknya. Biarkan dia merasakan apa artinya hidup yang sebenarnya."

 

Leonel diangkut paksa oleh para pelayan rumah, tidak ada lagi yang bisa ia lakukan. Kepalanya tertunduk lemas, mata sembab oleh air mata yang tak pernah ia biarkan jatuh. Sementara di depan rumah, mobil hitam yang akan membawanya pergi sudah menunggu. Gento melambaikan tangan dengan senyum sinis, Mama tetap membisu, dan Papa hanya memandangi Leonel dengan kekecewaan yang mendalam.

Selama perjalanan, pikiran Leonel terperosok semakin dalam. Ia merasa kosong, seperti dunia di sekitarnya telah menghilang. Di dalam mobil itu, Leonel memikirkan biolanya—biola yang selama ini menjadi satu-satunya hal yang membuatnya merasa hidup. Sekarang, itu juga telah diambil darinya. Hatinya terasa remuk, tetapi apa yang tersisa untuk diperjuangkan?

Saat mobil tiba di desa terpencil, Mila dan suaminya yang mantan gangster menyambutnya, Mila mengetahui semua kejadian yang menimpa tuan mudanya itu. Rumah kecil di pedesaan itu tampak usang, dan kurang. Leonel merasa tubuhnya semakin lemah saat ia berjalan menuju rumah yang akan menjadi "penjara" barunya.

Saat malam tiba, ia duduk di sudut kamarnya, menatap dinding yang dingin dan lembab. "Apa gunanya semua ini?" pikir Leonel. Perasaan hancur yang tak pernah ia rasakan sebelumnya menguasainya sepenuhnya. Mungkin inilah saatnya menyerah.

1
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!