Kisah tentang cinta yang terjebak dalam tubuh yang berbeda setiap malam
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Rendy Purnama, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 27: Cahaya di Ujung Penantian
Hari-hari berlalu dengan perlahan, namun tidak ada yang benar-benar terasa sepi. Meskipun Arya jauh di seberang samudra, aku tetap merasakan kehadirannya dalam setiap pesan singkat yang kami tukar, dalam setiap panggilan yang selalu hangat. Rindu yang awalnya begitu menyiksa kini mulai terasa lebih mudah dijalani. Mungkin benar, cinta ini menguatkan kami, membuatku belajar menerima jarak dan mengisinya dengan kesabaran.
Namun, takdir kembali menguji hubungan kami. Suatu hari, Arya memberitahuku kabar yang sempat membuat hatiku bergetar.
"Sayang, ada kabar baik sekaligus buruk," tulis Arya dalam pesannya.
Hatiku berdebar membaca kalimat itu. "Apa yang terjadi?"
"Kabar baiknya, proyek yang sedang kutangani sukses besar. Pihak perusahaan bahkan memberikan tawaran untuk kenaikan posisi, ini adalah kesempatan langka. Tapi…"
Aku menunggu pesannya dengan cemas, takut membayangkan kata-kata berikutnya.
"Tapi kalau aku menerima posisi ini, itu artinya aku harus memperpanjang kontrak lagi, kali ini bisa lebih lama dari sebelumnya."
Kata-katanya menusuk hatiku dengan tajam. Sejak awal, aku tahu bahwa pekerjaannya sangat penting baginya, dan ini adalah impian yang sudah dia perjuangkan sejak lama. Namun, apakah aku siap untuk menunggu lebih lama lagi? Bisakah hubungan ini bertahan?
Aku menatap pesan itu lama sekali, mencoba mengumpulkan kata-kata yang tepat. Setelah beberapa saat, aku akhirnya membalas, "Jika itu yang terbaik untuk kariermu, aku mendukungmu. Selama kamu bahagia, aku akan tetap menunggu di sini."
Arya merespon dengan penuh rasa terima kasih, namun aku bisa merasakan ketegangan dalam jawabannya. Mungkin dia juga merasa bersalah, mengetahui bahwa aku harus terus menunggu. Namun, rasa cinta yang begitu dalam membuatku tak mampu berkata lain. Aku ingin dia bahagia, dan jika itu berarti aku harus menahan rindu lebih lama, maka aku siap melakukannya.
***
Beberapa bulan berlalu setelah keputusan itu. Aku semakin sibuk dengan pekerjaan dan kehidupanku sendiri. Meski rindu masih sering menghampiri, aku belajar untuk hidup dengan rindu tersebut. Arya dan aku terus menjalin komunikasi, namun kini ada rasa hampa yang mulai menguasai hubungan kami. Terkadang, aku merasa bahwa jarak ini terlalu lama, terlalu jauh, dan membuat kami semakin terpisah.
Suatu malam, ketika aku sedang sendiri di kamar, aku merenungkan semua yang telah kami lewati. Apakah aku siap untuk terus menunggu dalam ketidakpastian ini? Apakah hubungan ini masih bisa bertahan jika jarak semakin panjang?
Aku akhirnya memberanikan diri untuk berbicara jujur dengan Arya. Dalam panggilan video, aku mengutarakan semua perasaanku, tentang ketakutan, rasa lelah, dan rindu yang semakin sulit kuhadapi.
"Aku takut kehilangan dirimu, Arya. Tapi aku juga merasa sulit menunggu tanpa kepastian kapan kita akan bisa bersama lagi," ucapku dengan mata berkaca-kaca.
Arya terdiam lama, tatapannya penuh penyesalan. "Maafkan aku, Sayang. Aku tahu ini berat untukmu, dan aku sangat menghargai pengorbananmu. Aku janji, begitu kontrak ini selesai, aku akan pulang dan kita akan memulai hidup bersama."
Kami berdua terdiam dalam keheningan, merasakan beratnya situasi ini. Namun, malam itu, aku merasa sedikit lega. Meskipun aku belum tahu apa yang akan terjadi di masa depan, aku merasa bahwa kejujuran ini adalah langkah awal untuk mengatasi semua ketidakpastian yang ada.
***
Waktu berlalu, dan meskipun hubungan kami tetap dipenuhi tantangan, kami terus berusaha. Setiap kali Arya berhasil menyelesaikan proyeknya, dia selalu menyempatkan waktu untuk pulang sejenak, bertemu denganku, dan menghabiskan waktu bersama. Momen-momen singkat itu menjadi penguat bagi hubungan kami, pengingat bahwa cinta ini masih layak diperjuangkan.
Suatu hari, ketika Arya pulang untuk liburan singkat, dia mengajakku makan malam di tempat favorit kami. Di tengah obrolan yang hangat, tiba-tiba dia menggenggam tanganku erat, menatapku dengan sorot mata yang dalam.
"Aku sudah memutuskan, Sayang. Setelah kontrak ini selesai, aku akan pulang untuk selamanya. Aku tidak ingin lagi mengorbankan waktu kita untuk mengejar mimpi yang bisa kutempuh bersama kamu di sini," katanya dengan tegas.
Hatiku bergetar mendengar kata-katanya. Selama ini, aku selalu menahan rindu dan rasa kesepian, namun mendengar keputusan ini membuatku merasa bahwa semua perjuangan dan penantian ini tidak sia-sia. Kami berdua tersenyum dalam haru, merasakan kedamaian yang begitu dalam.
***
Hari-hari berikutnya terasa seperti mimpi yang indah. Meski Arya harus kembali untuk menyelesaikan kontraknya, aku kini memiliki kepastian bahwa suatu hari nanti kami akan bersama. Rasa rindu yang dulu begitu berat kini terasa lebih ringan, karena aku tahu bahwa waktu kami akan segera tiba.
Beberapa bulan kemudian, Arya benar-benar kembali, membawa semua mimpi dan harapan yang selama ini kami pendam. Kami memulai hidup baru bersama, dengan segala suka dan duka yang telah menempa hubungan kami. Aku belajar bahwa cinta bukan hanya tentang kebahagiaan, tapi juga tentang pengorbanan, ketulusan, dan keyakinan bahwa apapun yang terjadi, kami akan tetap saling mendukung.
Kini, setiap kali aku menatap Arya di sampingku, aku merasa bersyukur bahwa kami pernah melalui semua itu. Jarak yang dulu begitu menyakitkan kini terasa seperti pengingat bahwa cinta kami mampu mengatasi segala rintangan. Kami tidak hanya bersama, tapi juga lebih kuat, lebih dewasa, dan lebih menghargai setiap momen yang kami miliki.
Babak baru dalam hidup kami pun dimulai, penuh dengan kebahagiaan yang selama ini kami impikan. Dan aku tahu, apapun yang akan terjadi di masa depan, cinta kami akan selalu menjadi cahaya yang menuntun kami, melewati setiap rintangan yang ada.