"Rumah Tanpa Atap" mengisahkan tentang kehidupan seorang remaja bernama Zilfi, yang tumbuh dalam keluarga yang terlihat sempurna dari luar, namun di dalamnya penuh ketidakharmonisan dan konflik yang membuatnya merasa seperti tidak memiliki tempat untuk berlindung. Setelah perceraian orang tuanya, Zilfi harus tinggal bersama ibunya, yang terjebak dalam rasa sakit emosional dan kesulitan finansial. Ayahnya yang Berselingkuh Dengan Tante nya hanya memperburuk luka batin Zilfi, membuatnya merasa tak pernah benar-benar memiliki "rumah" dalam arti sebenarnya.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Yiva Adilla, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
TERTUKAR OLEH HATI, TERLUKA OLEH KASIH
Sejak kecil, Zilfi selalu merasa bahwa hidupnya penuh dengan teka-teki yang sulit dipecahkan. Setelah kedua orang tuanya bercerai, ia tinggal bersama ibunya, Farah .Walaupun hubungannya dengan ibunya tidak selalu mulus, Zilfi selalu merasa bahwa ada cinta di antara mereka, walaupun terkadang sulit untuk dirasakan.
Namun, segalanya berubah ketika sepupu Zilfi,, Sani, datang ke rumah mereka. Sani adalah anak dari saudara Farah yang ternyata adalah selingkuhan Ayah kandung nya sendiri, dan setelah kejadian itu, Farah memutuskan untuk mengangkat Sani sebagai anak angkat.
mereka memang tidak terlalu dekat sejak kecil.hinggga hari demi hari zilfi mulai merasa bahwa ada sesuatu yang berubah.
"Ibu lebih sayang sama Sani sekarang," gumam Zilfi pada dirinya sendiri suatu malam. Mata Zilfi menatap langit-langit kamarnya, sedangkan hatinya diliputi kebingungan.
Sani selalu tampak lebih disayang oleh ibunya. Setiap ada masalah, ibu Zilfi lebih cepat membela Sanu. Ketika mereka bertiga pergi belanja, Sani yang selalu mendapatkan barang-barang yang lebih bagus. Bahkan di saat-saat yang kecil, seperti waktu makan malam, ibunya lebih memperhatikan Sani seolah-olah Zilfa tidak ada di sana.
Zilfi berusaha mengerti. Ia tahu bahwa Sani adalah anak yang kehilangan ke 2 orang tuanya.Tapi Zilfi yang tadinya hanya kehilangan sosok seorang ayah kini ia malah merasa kehilangan lagi sosok seorang ibu. Namun, semakin lama, rasa tidak adil itu semakin menghimpit hatinya. Ia merasa terpinggirkan di rumahnya sendiri, dan kehadirannya seakan-akan mulai menjadi beban bagi ibunya.
Suatu malam, setelah makan malam yang dingin dan penuh dengan percakapan antara ibunya dan Sani, Zilfi memberanikan diri mengirim pesan kepada ayahnya. Ayahnya, yang tinggal dengan istri barunya yaitu Tante nya sendiri yang bernama Santi, sudah lama menawarkan Zilfi untuk tinggal bersamanya. Tapi selama ini,Zilfi merasa lebih nyaman bersama ibunya hingga saat ini.
"Ayah, boleh aku tinggal di rumah ayah untuk sementara?" Zilfi mengetik pesan itu dengan tangan yang gemetar.
Tak lama kemudian, ayahnya membalas, "Tentu saja, Nak. Kapan pun kamu mau. Rumah kami selalu terbuka untukmu."
Keesokan harinya, Zilfi mengemasi beberapa barangnya dengan hati yang berat. Tidak banyak yang ia bawa, hanya beberapa pakaian dan buku favoritnya. Ibunya memperhatikannya tanpa berkata apa-apa. Sepertinya Farah tahu bahwa saat ini tidak ada yang bisa ia katakan untuk mengubah pikiran Zilfi.
"Aku hanya ingin istirahat sejenak, Bu," kata Zilfi, suaranya pelan namun tegas. "Aku akan tetap datang menemuimu. Tapi, untuk sekarang, aku ingin tinggal dengan Ayah."
Farah menatap Zilfi sejenak, matanya berkaca-kaca, tapi ia hanya mengangguk pelan. "Baiklah, kalau itu yang kamu mau,toh kamu sudah besar,temui saja ayah mu dan Tante mu yang sudah mengkhianati ibumu ini"
Tanpa kata-kata perpisahan yang panjang, Zilfi meninggalkan rumah yang selama ini ia anggap sebagai tempat perlindungan. Tapi kini, rumah itu terasa asing baginya.
Sesampainya di rumah ayahnya, Zilfi disambut dengan pelukan hangat dari ayahnya dan senyuman lembut dari ibu tirinya, Santi. Meskipun Zilfi pada awalnya ragu, Santi selalu memperlakukannya dengan penuh perhatian. Ia tidak pernah mencoba menggantikan posisi ibunya, tapi Santi selalu ada ketika Zilfi membutuhkan seseorang untuk berbicara atau sekadar menemani.
Di rumah ini, Zilfi mulai merasa damai. Meskipun ada luka di hatinya karena perlakuan ibunya, ia tahu bahwa setidaknya di sini ia bisa mendapatkan ruang untuk menyembuhkan diri karena hanya ada dia anak satu-satu nya.