Rumah Tanpa Atap
Malam itu, hujan deras mengguyur tanpa ampun. Di sudut ruang tamu, Zilfi duduk memeluk lututnya, mendengarkan suara air yang merembes masuk dari atap rumah mereka yang mulai rapuh. Titik-titik air jatuh tak henti-henti ke dalam ember plastik yang sudah penuh separuh. Mata Zilfi menerawang, menatap kosong ke arah pintu yang sudah dua hari ini tak lagi digedor suara sepatu ayahnya.
Sudah berapa lama? Dua hari? Tidak, mungkin lebih. Sejak pagi itu, sejak suara keras dari ruang makan menghentikan sarapan mereka yang tenang. Sejak ayahnya berteriak, dan ibu menangis untuk pertama kalinya di depan mereka. Zilfi tak bisa mengingat semua kata-kata yang terlontar, tapi yang paling ia ingat adalah suara benda pecah. Gelas yang dilempar ayahnya ke lantai, membuat retakan yang tak hanya menggores keramik, tapi juga hati mereka.
"Zilfi" suara ibunya pelan, terdengar rapuh dari dapur. "Ayo Ikut mamah nak,,,"
Zilfi menghela napas panjang, bangkit perlahan dari tempatnya. Langkahnya berat, seolah ada beban yang tak terlihat menahannya di setiap inci lantai yang ia pijak..
Saat Zilfi menghampiri ibunya,suara petir sempat menerobos masuk, membuatnya merinding. Ia menatap ke arah ayahnya, berharap sosok ayahnya mau menghentikan pertengkaran mereka dan meminta maaf. Namun yang ada hanya bentakan dan tangisan yang menyelimuti rumah itu...
“Ada apa ini ibu?” Zilfi akhirnya bertanya, meski dia tahu jawabannya tidak akan memuaskannya. Suara hujan dan air yang terus menetes dari atap semakin mempertegas ketenangan yang menyusulnya.
Ibu tidak langsung menjawab. Tangannya semakin erat memegang tangan zilfi. “Ibu sudah tidak kuat menahan semua ini nak,,ayo ikut ibu,” jawabnya akhirnya, suaranya tinggi karena dicampuri amarah,,,
Dengan Hati yang hancur berkeping Keping ,,ibu dan Zilfi pun langsung berlari meninggalkan rumah tersebut...Zilfi menoleh ke belakang ,,terdengar suara teriakan dari ayah yang mengahalangi Zilfi untuk dibawa oleh ibunya,,
"Berhenti disana!!!"Teriak Ayah Sambil Berlari Menarik Tangan Zilfi..
Di bawah hujan deras, seorang ayah dan ibu berdiri di depan rumah. Wajah keduanya memerah karena kemarahan, sementara anak mereka, Zilfi berdiri tak jauh, menyaksikan dengan mata penuh kebingungan dan ketakutan. Hujan semakin deras, suara air yang jatuh nyaris menenggelamkan kata-kata mereka.Ayah berteriak sambil menunjuk ke arah Zilfi .."Kau tak punya hak untuk mengambil dariku, Farah! Aku ayahnya! Dia seharusnya ikut denganku!"
Ibu pun langsung menjawab dengan suara yang keras membuat kaki Zilfi gemetar.."Aku ibunya !!!Aku yang melahirkan dan membesarkan nya!!!Aku lebih berhak untuk mengurusnya!!"
Zilfi pun langsung berteriak ke arah keduanya sambil berkata:"Cukuuuuuup!!!! Ayah!!!Ibu!!!!Cukup!!!! Aku Takut!!!!Hentikan Teriakan Teriakan Itu!!!
Ibu dan Ayah Tidak memperdulikan teriakan dan tangisan Zilfi,,Keduanya melanjutkan pertengkaran mereka ,,Zilfi hanya bisa menutup telinga dan terus menangis melihat orang tua nya yang tenggelam dalam ego masing-masing tanpa memperdulikan Ketakutan dan kesedihan Zilfi...
Setelah Beberapa Menit pertengkaran Itu Berhenti,,lalu ibu langsung menarik tangan Zilfi dan membawa pergi Zilfi dari ayahnya ..
Diperjalanan pulang,Zilfi bertanya pada ibunya sebab dari pertengkaran yang selama ini dia dengah dari ayah dan ibunya...
Ibunya pun menjawab dengan suara yang bergetar..."Ibu tahu kamu pasti sudah lama bertanya-tanya, kenapa kami selalu bertengkar. Kenapa Ibu tidak pernah mau bicara soal itu." Ia menundukkan kepalanya, seolah menyiapkan diri untuk membuka luka lama yang tak pernah benar-benar sembuh.
"Semua ini berawal saat kamu masih kecil, Zilfi. Ketika itu, Ibu dan Ayahmu sedang menjalani pernikahan yang tampaknya baik-baik saja. Kami punya kamu, dan Ibu pikir hidup kami sempurna. Tapi Ibu salah..."
Zilfi merasa jantungnya berdegup semakin cepat. Ia tahu apa pun yang akan diucapkan ibunya akan mengubah pandangannya tentang keluarganya selamanya.
"Ayahmu berselingkuh," kata Farah dengan suara bergetar. "Tapi itu bukan hanya perselingkuhan biasa, Zilfi. Dia berselingkuh dengan... kakak Ibu."
Kata-kata itu meluncur seperti badai yang menghantam hati Zilfi.Ia merasa seolah-olah seluruh dunianya runtuh dalam sekejap. "Apa? Dengan Tante Santi?" tanyanya, matanya membulat tak percaya.
Farah mengangguk pelan, air mata mulai mengalir di pipinya. "Ya, dengan Santi. Kakak kandung Ibu sendiri. Saat Ibu tahu, rasanya seperti mimpi buruk yang tak pernah bisa Ibu bangun. Ibu merasa dikhianati oleh dua orang yang paling Ibu percayai di dunia ini.
Zilfi merasa tenggorokannya tercekat, seakan sulit bernapas. Tante Santi selalu menjadi sosok yang ia kagumi sejak kecil. Wanita cantik dan ramah yang selalu tersenyum, dan sering membelikannya hadiah saat datang berkunjung. Bagaimana mungkin? Bagaimana mungkin ini terjadi di belakangnya selama ini?
"Mereka melakukannya tanpa Ibu tahu untuk waktu yang cukup lama," lanjut Farah dengan suara serak. "Dan saat Ibu akhirnya menemukan bukti, dunia Ibu hancur berantakan. Tapi bukan hanya itu, Zilfi. Bukan hanya Ibu yang terluka."
Farah menatap Zilfi dengan sorot mata yang penuh luka, seolah-olah apa yang akan ia katakan selanjutnya adalah bagian yang paling sulit dari semua ini.
"Kakekmu... Ayah Ibu, juga tahu soal perselingkuhan itu. Ketika Ibu memberi tahu beliau, Ayah Ibu tidak bisa menerima kenyataan itu. Beliau sangat terpukul, Zilfi. Terlalu terpukul. Ayah dan Santi adalah anak-anak yang sangat beliau banggakan. Dan ketika beliau tahu apa yang terjadi, hatinya tak kuat."
Zilfi mengerutkan kening, mencoba memahami apa yang ibunya katakan. "Apa maksud Ibu?"
Farah menarik napas dalam-dalam, berusaha menahan tangisnya. "Kakekmu meninggal karena serangan jantung... setelah tahu kebenaran itu."
Zilfi terpaku. Tubuhnya terasa dingin, dan ia merasa seolah-olah gravitasi menariknya ke bawah. Semua kenangan tentang kakeknya, orang yang selalu penuh kasih dan perhatian padanya, kini terasa berbeda. Kematian kakeknya selalu terasa mendadak dan penuh misteri, tapi ia tak pernah membayangkan bahwa ini penyebabnya.
"Jadi... Kakek meninggal karena..." Zilfi tak bisa menyelesaikan kalimatnya, karena kenyataan itu terlalu menyakitkan untuk diucapkan.
Farah mengangguk dengan pelan, tangisnya semakin deras. "Ibu merasa bersalah, Zilfi. Ibu merasa kalau Ibu tidak memberitahu beliau, mungkin beliau masih hidup. Tapi Ibu tak bisa menyimpan rahasia itu sendiri. Ibu terluka, dan Ibu butuh dukungan."
Zilfi terdiam, hatinya bergejolak. Ia tak tahu bagaimana harus merespons. Di satu sisi, ia marah kepada ayahnya, kepada Tante Santi, kepada keadaan yang menyebabkan keluarganya hancur. Tapi di sisi lain, ia merasa kasihan kepada ibunya, yang harus memikul beban ini seorang diri.
Zilfi merasakan ada sesuatu yang pecah di dalam dirinya. Bukan hanya atap rumah yang bocor, bukan hanya lantai yang berisi udara. Ada retakan pertama di dalam hati mereka, yang mulai menganga dan menelan harapan.
Dan Zilfi tahu, malam itu adalah awal dari segalanya.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 35 Episodes
Comments
Delita bae
hadir di.sini mangat ya up nya biar seru😁💪💪💪💪🙏
2024-11-04
0