Di usianya yang sudah sangat matang ini, Khalif Elyas Hermawan belum juga menemukan pasangan yang cocok untuk dijadikan pendamping hidup. Orang tuanya sudah lelah menjodohkan Khalif dengan anak rekan bisnis mereka, tapi tetap saja Khalif menolak dengan alasan tidak ada yang cocok.
Mahreen Shafana Almahyra gadis cantik berumur 25 tahun, tidak dapat menolak permintaan sang bibi untuk menikah dengan seorang laki-laki yang tidak ia kenal sama sekali.
Ya, gadis yang akrab di sapa Alma itu tinggal bersama paman dan bibinya, karena sejak umur 15 tahun, kedua orang tuanya sudah meninggal.
Bagaimana kisah Khalif dan Salma? Ikuti terus kisahnya.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon fana01, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 3
..."Pernikahan adalah panggung kehidupan, di mana dua orang bersatu untuk menari bersama dalam harmoni"....
...('Ali bin Abi Thalib)...
...🌹🌹🌹...
Suasana di ruang keluarga terasa begitu hangat, paman Emran, bi Rahma serta Alma sedang bersenda gurau di ruang keluarga. Ketiganya duduk berdampingan di atas sofa ruang keluarga. Alma duduk disamping bibi Rahma sedangkan paman Emran duduk di dekat istri nya.
Seperti inilah keluarga Alma, meskipun dia hanya keponakan dari paman dan bibinya, tapi dia tidak pernah kekurangan kasih sayang. jika kelak dia menikah dia ingin calon suaminya seperti paman Emran. karena bagi Alma sosok paman Emran adalah sosok yang hangat dan sangat mencintai sang bibi.
Alma memandang paman dan bibinya yang sedang bercanda, walaupun keduanya sudah berkepala lima, tidak mengurasi rasa cinta yang ada di antara keduanya, mereka terlihat seperti sepasang kekasih yang lagi di mabuk cinta.
Alma melirik jam yang berada di dinding tepat di atas tv sudah menunjukkan pukul 21:30, pantas saja dia sudah merasa ngantuk.
"Paman, bibi Alma duluan masuk kamar ya, soalnya ngantuk, paman dan bibi lanjut saja pacarannya". Goda Alma pada keduanya.
Paman dan bibinya hanya tertawa mendengar ucapan ponakannya.
"iya Alma, langsung istirahat ya nak"!. Ucap paman Emran, yang di jawab anggukan oleh Alma.
setelah Alma masuk ke dalam kamar, bibi Rahma menoleh ke arah suaminya.
"Pak gimana pendapat bapak soal yang ibu berikan tadi?." Tanya Bu Rahma. Memang Bu Rahma sudah menceritakan kepada suaminya tentang lamaran Bu Shanum siang tadi.
"Sebaiknya ibuk ceritakan saja langsung sama Alma buk, toh yang di lamar kan Alma, kita sebagai orangtuanya tidak bisa mengambil keputusan sendiri buk". Jawab Emran.
"Iya ya pak, ya sudah ibuk mau ngomong sebentar sama Alma, bapak kalau mau tidur duluan saja'. Suruh Bu Rahma karena dia melihat suaminya sudah menguap dari tadi.
"Iya buk".
Tok tok tok
"Alma, apa sudah tidur nak?". Panggil Bu Rahma mengetuk pintu kamar Alma.
"Masuk saja bi Alma belum tidur kok".
"Ada apa bi?". Tanya Alma
Bibi menghela napas, dan menggenggam tangan Alma, dia yang melihat itu membalas genggaman tangan bibinya.
"Nak sekiranya ada yang melamar kamu bagaimana pendapatmu?". Tanya bibi to the point.
"Kalau bibi bertanya tentang kesiapan Alma, InsyaAllah Alma siap bik". Jawaban Alma sudah mantap.
Mendengar ucapan Alma bibi tersenyum lembut kepada Alma.
"Tadi siang waktu di toko Bu Shanum ngasih tau bibi, kalau beliau ingin Alma menjadi menantunya". Mata Alma melotot mendengar ucapan bibinya. Bagaimana tidak, dia tidak menyangka bahwa Bu Shanum melamarnya. Di lihat dari status sosial saja tidak mungkin rasanya.
"Gimana nak?".
Bu Rahma menatap lekat kedalam manik mata Alma.
"Bukannya anaknya tante Shanum laki-laki yang tadi bik?"
"iya".
Alma terdiam sejenak. Lalu menghembuskan napasnya. Dia tau kalau bibinya dari dulu menginginkan kehidupan yang lebih baik untuknya. Kalau Alma jawab tidak, dia tidak tega melihat bibinya sedih. Karena dari raut wajah bibinya, bibi pasti berharap menerima lamaran tersebut.
"Alma ikut keputusan bibi saja, jika menurut bibi itu yang terbaik buat Alma insyaAllah Alam mau bi". Jawab Alma tanpa melepaskan tautan tangannya dari bibinya.
Bu Rahma mengusap lembut pipi Alma, terlihat jelas bahwa dia sangat menyayangi Alma lebih dari apapun.
"Bibi sudah kenal lama sama Bu Shanum dan keluarga nya, mereka adalah orang yang baik. Tapi bibi tidak mau memaksakan kehendak bibi padamu, pikirkan baik-baik soal tawaran Bu Shanum bawa istikharah ya nak". Pinta sang bibi. Alma hanya mengangguk tanda mengiyakan.
*****
Drrrt drrrt drrrt alarm di atas meja berbunyi, Khalif terbangun dari tidurnya, dia melirik kesamping nakas ternyata sudah pukul 06:30.
Pagi ini dia harus berangkat kekantor karena ada meeting dengan klien. Perusahaan yang sedang di gelutinya adalah industri mebel atau furniture, beberapa tahun ini Khalif sudah sukses memajukan perusahaan warisan papanya.
kemeja putih dengan jas warna Dongker serta celana dasar dengan warna yang sama adalah stelan Khalif pagi ini.
"Apa sudah ada kabar dari Bu Rahma ma?". Papa Aiman memulai pembicaraan. sudah dua hari berlalu setelah mama Shanum melamar Alma, sampai hari ini belum ada kabar.
"Belum pa, rencananya nanti mau telfon Bu Rahma, tanya kejelasan nya gimana".
Papa hanya mengangguk tanda setuju. Khalif tersangka yang sedang di bicarakan tidak mau ambil pusing dengan pembicaraan kedua orang tuanya. segala sesuatunya sudah ia serahkan semua pada mamanya.
"Ma, pa, Khalif berangkat dulu". Khalif berlalu, dan tidak lupa mencium pipi mama Shanum.
"Hati-hati". ucap mama Shanum.
Dikamar yang tidak terlalu luas itulah Alma melepaskan semua gundah dan resah di hatinya, selama dua hari ini Alma sudah melaksanakan sholat istikharah meminta petunjuk dari Allah.
Kini dia bisa memberikan jawaban yang ingin bibinya dengar. Alma keluar dari kamar menghampiri bibinya sedang asik menyiram bunga di halam rumah.
Rumah mereka memang tidak begitu besar, tapi cukup untuk menampung keluarga jika sedang berkumpul. Halam depan di hiasi dengan berbagai macam bunga, di samping kiri terdapat kolam ikan, dan pohon mangga yang sedang berbuah.
Dulu sebelum Alma masuk ke perguruan tinggi, rumah bibinya tidak seperti sekarang. Rumah itu di renovasi setelah toko bunga milik bibinya semakin sukses.
Alma mendekati bibinya sembari memanggil Bu Rahma.
"Bibi"
"Iya ma,". bibi menoleh ke arah Alma.
"Bi jadi kapan keluarganya Tante Shanum mau kesini?". Tanya Alma, mengambil alih kran air yang digunakan bibi untuk menyiram bunga.
Bibi tersenyum mendengar pertanyaan Alma. Terlihat jelas rona bahagia di wajah bibi. Bibi mengelus sayang kepala Alma, tanpa memudarkan senyuman di wajahnya sudah mulai di hiasi keriput itu.
"Apa Alma sudah yakin nak"?.
"InsyaAllah Alma yakin bi". Jawab Alma dengan yakin.
"kalau begitu bibi telfon Bu Shanumnya dulu".
Bibi berlalu ke belakang dengan tergesa-gesa. seperti orang yang takut ketinggalan bus, Alma yang melihat itu tidak bisa menahan ketawanya.
"Halo, Assalamu'alaikum Bu Shanum".
"...............".
"kira-kira kapan kita bisa lanjutkan pembicaraan yang kemaren Bu?".
"...............".
"owh begitu Bu Shanum, baiklah kami tunggu kedatangan nya ya Bu Shanum.".
"Assalamu'alaikum". Bibi memutuskan sambungan telfon.
*****
"Pa, papa". Teriak mama Shanum memanggil suaminya.
"Ada apa sih ma teriak-teriak gitu, kayak orang yang kemalingan aja". Sewot papa Aiman.
" Tadi Blbu Rahma nelfon mama, dia nanya kapan kita bisa kerumahnya".
Mama Shanum tidak bisa menyembunyikan rasa bahagia nya, sebentar lagi dia akan mempunyai menantu. Akhirnya yang dia harapkan terkabul juga.
"Papa hubungi Khalif sekarang juga, kasih tau hari ini jangan pulang malam, suruh dia pulang sore, ah tidak usah biar mama saja yang telfon Khalif."
Papa Aiman geleng-geleng kepala melihat tingkah istri nya.
Di kantor Hermawan furniture diruangan CEO yang sedang di tempati Khalif sekarang, rapat sedang berlangsung. Dari tadi ponsel Khalif terus berdering.
Dia permisi sebentar untuk mengangkat telfon yang datang ternyata dari mamanya.
"Halo ma, Khalif sekarang lagi rapat kalau ada yang ada yang penting nanti saja ya ma." Khalif menjauhkan ponselnya dari telinga karena mendengar Omelan mamanya.
Setelah itu panggilan langsung di putuskan oleh Sang mama, Khalif menghela napas dengan kasar kemudian dia kembali ke ruangannya.
"Saya mohon maaf rapatnya kita tunda untuk sekarang, di lanjutkan Minggu depan,". Semua para staf yang ikut rapat pun bubar.
"Rey, kosongkan jadwalku untuk sore nanti, hari ini saya harus pulang cepat." Rey yang menjabat sebagai asisten Khalif sekaligus temannya diam melihat Khalif yang sedang mimijat kepalanya yang terasa sakit.
"kenapa lagi"?. Tanya Rey, kalau mereka hanya berdua, mereka tidak seperti bawahan dan atasan.
"Haah, nanti malam ada acara keluarga". Jawab Khalif acuh.
Ternyata firasat mamanya memang benar bahwa gadis itu pasti menerima perjodohan yang mama tawarkan. Khalif memutar kursinya ke kiri dan kekanakan menengadahkan kepala ke atas, menatap langit-langit yang tidak menarik dilihat.
Sebentar lagi dia akan menikah hidupnya bukan untuk dirinya saja, tapi kelak hidupnya akan milik istri nya juga.
*****