Kehidupan Alexa dibuat berubah sejak kedatangan lelaki yang berhasil membuat setetes air matanya jatuh dipertemuan pertama mereka. Dalam kekosongan hidupnya, Alexa menemukan Elio lelaki yang mengubah segalanya. Bersama Elio, ia merasakan kebebasan dan kenyamanan yang tak pernah ia miliki sebelumnya. Meskipun banyak yang memperingatkannya tentang sisi gelap Elio, hatinya menolak untuk percaya. Namun, ketika sebuah peristiwa mengguncang dunia mereka, keraguan mulai merayap masuk, memaksa Alexa untuk mempertanyakan pilihannya.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Dhea Annisa Putri Sofiyan, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Rupture
Kelas 12B2 mendadak heboh dengan kedatangan Axel yang masuk ke dalam kelas, mencari Elio.
Brak!
Pintu kelas ditendang keras dari luar, membuat suara benturan yang menggema. Axel menghampiri teman-teman Elio dan menarik kerah salah satu dari mereka.
"Mana Elio?" Axel mencengkeram erat kerah kemeja Bryan.
"Ada urusan apa lo?" Bryan, tanpa gentar, menatap Axel dengan tajam.
Calvin berusaha melerai. "Lepas Axel.. Elio nggak ada di sini."
Perlahan cengkeraman Axel pada kerah Bryan mengendur. Ia menatap Calvin dengan alis terangkat, bingung.
"Elio disasana tinju," jawab Calvin.
"Di mana?" tanya Axel, suaranya mendesak.
"Jalan XX, dekat gang X."
Tanpa membuang waktu, Axel segera keluar dari kelas. Semua orang yang ada di sana tertegun. Mereka belum pernah melihat Axel bertindak seperti itu sebelumnya.
Mobil yang dikendarai Axel tertahan di depan gerbang GIS. Satpam sekolah keluar dari pos dan mengetuk kaca di samping kemudi. Axel menurunkan kaca mobil.
"Saya ada urusan penting, Pak. Bisa tolong buka gerbangnya?" ujar Axel dengan wajah serius.
"Oh, baik. Sebentar, saya buka," jawab satpam.
Begitu gerbang terbuka, Axel langsung menancap gas, mengendarai mobilnya dengan kecepatan tinggi, membelah jalan raya ibu kota. Beberapa pengendara lain
menyumpah-serapahinya karena berkendara ugal-ugalan, tapi Axel tak peduli. Tujuannya hanya satu menemukan Elio. Ia akan membuat perhitungan dengan Elio.
Setelah beberapa menit berkendara, Axel akhirnya melihat plang besar bertuliskan "Sasana Tinju Jakarta". Axel memarkir mobilnya asal lalu keluar. Langkahnya cepat saat memasuki area gym yang bising itu.
Axel berjalan melewati kerumunan orang, mata tajamnya menangkap sosok yang dicari. Disudut ruangan Axel menemukan Elio yang tengah memukul samsak tinju.
Axel berjalan mendekat kearah Elio tanpa aba-aba melayangkan bogem mentah tepat dirahangnya. Elio yang tak siap menerima pukulan jatuh tersungkur ke lantai.
“Lo apa-apan!” teriak Elio, terkejut.
Senyum miring terbit dibibir Axel. “Apa-apaan hah? bangun Lo!” Axel menarik Elio menuju ring tinju.
Kini keduanya berhadapan, sama seperti Elio yang mengenakan sarung tinju Axel pun juga mengenakan perlengkapan yang sama.
Axel dan Elio berdiri di atas ring tinju. Mata mereka saling mengunci. Kerumunan di sekitar mulai memperhatikan, beberapa mulai berbisik.
Axel bergerak lebih dulu, menggeser kakinya ke samping. Elio, yang masih merasa efek dari pukulan sebelumnya, mencoba tetap waspada. Tangan kirinya terangkat sedikit lebih tinggi, melindungi sisi wajahnya yang baru saja dihantam Axel.
Axel meluncurkan jab pukulan cepat yang terarah ke wajah Elio. Elio berhasil menangkis dengan lengan kiri, tetapi Axel sudah siap dengan serangan selanjutnya. Hook kanan keras dilancarkan Axel ke sisi rusuk Elio. Suara benturan sarung tinju dan tubuh terdengar jelas, membuat Elio terhuyung sejenak.
Elio segera membalas dengan kombinasi pukulan jab dan cross, satu ke arah rahang Axel, dan satu lagi ke perut. Axel sigap, menangkis pukulan jab Elio, tetapi serangan ke perutnya mengenai sasaran.
Mereka berdua mulai bergerak lebih cepat, saling mengukur kemampuan. Axel menunduk, lalu meluncurkan uppercut yang nyaris mengenai dagu Elio. Namun, Elio berhasil mundur tepat waktu. Ia segera menggeser posisi tubuhnya ke kanan dan mencoba menyerang balik dengan overhand kanan, pukulan lengkung ke arah kepala Axel. Axel yang melihat gerakan itu datang, menghindar dengan memiringkan tubuhnya, lalu secepat kilat melancarkan serangan balasan jab cepat diikuti dengan hook kiri yang menghantam tepat di pelipis Elio.
Elio terhuyung, pandangannya sempat kabur karena pukulan keras itu. Axel tidak berhenti di situ. Ia mendekat, menekan dengan serangkaian pukulan straight dan hook. Elio menangkis serangan Axel dengan lengan bawahnya, lalu dengan cepat merunduk dan melepaskan hook ke arah rusuk Axel, membuat Axel sedikit mundur.
Kerumunan di sekitar mulai berteriak, semakin larut dalam pertarungan sengit ini. Keringat bercucuran di tubuh keduanya, napas mereka mulai berat, tetapi mereka tidak berhenti.
Axel bergerak lebih agresif, menerobos ke dalam jarak Elio, membuat ruang bagi dirinya untuk melakukan pukulan yang lebih kuat. Axel menggunakan kombinasi jab dan cross dengan cepat dua pukulan lurus yang membuat Elio terus mundur ke tali ring. Elio mencoba bertahan, menutup diri dengan guard tinggi untuk melindungi wajahnya. Namun Axel tidak memberi jeda. Dengan tenaga penuh, Axel melayangkan uppercut keras yang akhirnya berhasil menembus pertahanan Elio, menghantam dagunya. Elio terjatuh ke kanvas, punggungnya menghantam lantai ring.
“Bangun!” Axel berteriak, napasnya terengah-engah, sarung tinjunya masih terkepal kuat. Axel menatap Elio dengan amarah meluap.
Elio menggeliat, berusaha mengumpulkan kekuatannya. Dengan susah payah, Ia bangkit perlahan, menyeka keringat dari wajahnya. Elio memasang kuda-kuda lagi, meski tubuhnya mulai terasa berat.
Kali ini, Elio mengubah strategi. Ia mulai menggunakan gerakan lateral, menghindar ke samping, berusaha membuat Axel kehilangan keseimbangan. Saat Axel meluncurkan pukulan jab, Elio dengan cepat merunduk dan bergerak ke kiri, menghindari pukulan itu, kemudian melayangkan hook kiri keras ke arah perut Axel, membuat Axel sedikit tertekuk.
Elio mengambil kesempatan ini untuk melancarkan serangan beruntun jab, cross, lalu hook kanan semuanya terarah ke tubuh Axel. Pukulan-pukulan itu membuat Axel terdorong ke belakang, tetapi Ia tidak mudah goyah. Axel merespons dengan serangan balik, menangkis serangan Elio dan langsung melancarkan hook kiri yang keras ke arah rahang Elio. Kali ini, Elio tidak sempat menghindar, dan pukulan itu membuatnya terjatuh sekali lagi, kali ini lebih keras.
Tubuh Elio terhempas ke kanvas. Napasnya terengah, tubuhnya lelah. Axel berdiri di atasnya, tangannya masih terkepal, tapi matanya menunjukkan sesuatu yang lain. Axel tidak berniat melanjutkan. Ia menatap Elio yang terbaring di bawah, wajahnya kini penuh pertimbangan.
Axel melepaskan sarung tinjunya, melemparkannya ke lantai, dan menatap Elio.
“Gue pernah bilang jangan sakitin Alexa” katanya pelan, namun suaranya penuh dengan penekanan.
Elio, dengan sisa tenaga yang dimiliki, menundukkan kepala. Ia mengerti maksud Axel, meski butuh waktu dan rasa sakit untuk menyadarinya.
“Ini terakhir kalinya..kecuali Lo siap mati” ujar Axel meninggalkan tempat tersebut.
Alexa membuka pintu kamar mandi dengan kasar, napasnya tersengal, pikirannya kosong. Tanpa pikir panjang, Ia melempar segala benda yang ada dihadapannya.
Handuk dan sikat gigi terlempar dari tempatnya, botol-botol sabun dan sampo berguling di lantai.
Tangannya gemetar saat dia memutar keran shower. Suara air yang jatuh keras menghantam lantai ubin. Air dingin mulai membasahi rambut dan pakaiannya, tapi Ia tak peduli. Alexa terisak dibawah derasnya air, tubuhnya bergetar tak terkendali. Seakan suara tangisnya terkubur oleh gemuruh air.
Sesaat kemudian, Ia memutar keran bathtub dan menenggelamkan diri ke dalam air yang mulai mengisi bak. Nafasnya sesak, tubuhnya menggigil, namun rasa sakit di dadanya lebih menyakitkan dari dinginnya air. Dia menutup mata, berharap ketenangan itu datang meski hanya sejenak.
Alexa tenggelam dalam air, keran yang tak ditutup membuat air jatuh keluar membasahi lantai.
Alexa merasa pusing, tubuhnya lemas, paru-parunya seakan terbakar, pandangannya mulai menggelap tidak sampai.
Pintu kamar mandi terbuka, Axel datang dengan raut wajah cemas berdiri di ambang pintu. Ia berlari ke sisi Alexa, menarik tubuhnya dari dalam air.
“Alexa!” teriak Axel, suaranya tercekat antara marah dan takut. “Lo udah gila ya?”
Alexa hanya bisa terisak, seluruh tubuhnya lunglai di pelukan Axel yang sekarang berusaha keras menenangkan adiknya yang hancur.