Tak pernah terpikirkan sebelumnya jika Aruna harus menikah setelah kehilangan calon suaminya 1 tahun yang lalu. Ia dengan terpaksa menyetujui lamaran dari seorang pria yang ternyata sudah beristri. Entah apapun alasannya, bukan hanya Aruna, namun Aryan sendiri tak menerima akan perjodohan ini. Meski demikian, pernikahan tetap digelar atas restu orang tua kedua pihak dan Istri pertama Aryan.
Akankah pernikahan tanpa cinta itu bertahan lama? Dan alasan apa yang membuat Aruna harus terjebak menjadi Istri kedua?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Trilia Igriss, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 3. Pertemuan pertama kedua Istri
"Aryan... mana istrimu?" Pagi-pagi sekali, Sundari sudah ada di rumah baru Aryan dan Aruna. Ia begitu antusias ingin kembali bertemu dengan pengantin baru yang kemarin terpaksa Ia tinggalkan. Melihat Aryan turun dari kamarnya, semangatnya mendadak menggebu dengan langsung menghampiri Aryan yang masih di tengah tangga.
"Ibu ngapain di sini?" Tanyanya terheran.
"Kamu kok kayak gak senang Ibu ke sini? Jelas Ibu mau ketemu sana kamu."
"Kan nanti juga aku ke rumah Ibu, sekalian mampir ke rumah Gita." Respons Aryan begitu santai menyikapi kehebohan Ibunya.
"Kenapa ke rumah Gita? Kamu di sini aja. Temani Aruna. Kalau kamu terus ke rumah Gita, kapan Aruna kasih Ibu cucu?"
"Bu.... kenapa malah bahas itu lagi sih? Aku harus adil dong."
"Iya Aryan Ibu tahu. Tapi Ibu rasa percuma kamu sama Gita sering bersama tapi kenyataannya Gita gak juga mengandung, kan?"
"Bu. Kita gak bisa atur takdir. Gimana kalau misal aku udah nikah sama Aruna, terus Gita hamil? Bisa aja kan?" Mendengar sanggahan dari sang Putra yang jelas tak ingin kalah, Sundari hanya menghela nafas dalam lalu kembali ke dapur membiarkan Aryan masih terdiam di antara anak tangga. Hatinya mendadak gelisah saat mengingat Aruna yang tengah tertidur dengan posisi duduk di sofa semalam. Ia pikir Aruna menunggunya pulang dan tak bisa menahan kantuk. Namun pikirannya Ia tepis karena tidak mungkin Aruna mengharapkan kebersamaan dengannya.
"Mungkin pikiran aku aja." Ujarnya memilih menyusul sang Ibu ke dapur untuk meminta kopi. Melihat secangkir kopi di sajikan Bi Ima, Aryan mendadak teringat pada kopi yang tersaji di depan Aruna malam tadi.
"Bi. Apa Aruna minum kopi?" Tanyanya memastikan.
"Semalam iya Pak. Bu Aruna meminta saya untuk membuatkan kopi." Jawabnya jujur.
"Loh... kalian tidur pisah?" Mendengar pertanyaan dadakan Sundari tersebut, Aryan mendadak gugup. Ia salah tingkah dengan gelisah karena nyaris membuat Ibunya curiga.
"E-enggak Bu. Tadi subuh aku lihat ada cangkir kopi. A-aku ketiduran." Jawabnya asal. Bersamaan dengan itu, Aruna menyusul mereka dan tersenyum malu-malu menghampiri Bi Ima dan berniat membantunya.
"Sini Aruna. Itu biar Bi Ima saja yang masak." Titah Sundari segera dituruti oleh Aruna yang duduk tepat di samping Aryan.
"Gimana semalam?" Tanyanya tanpa basa-basi. Aryan yang tengah minum kopi pun langsung terbatuk mendengar pertanyaan konyol sang Ibu pada Istrinya. Ia mendadak panik. Takut jika Aruna mengadu bahwa semalam Ia menemui Gita.
"Semalam?" Tanya Aruna seolah Ia tak mengerti akan maksudnya.
"Iya semalam. Itu rambut kamu basah." Celetuk Sundari menunjuk rambut Aruna yang memang terlihat basah. Entah apa yang dipikirkan Sundari, Aruna keramas pagi ini hanya karena merasa rambutnya masih kaku akibat spray rambut yang digunakan perias pengantin kemarin.
"I-ini..." ragu-ragu Aruna melirik ke arah Aryan yang menatap tajam padanya. Ia tak berani jujur, namun juga tak kuasa jika berbohong.
"Bu... apa sih? Jangan nanya yang aneh-aneh. Kalau Aruna gak nyaman gimana?" Aruna sempat termangu sejenak mendengar ucapan Aryan yang bersikap seolah Ia memang perhatian. Padahal di belakang Ibunya, Aryan masih bersikap dingin dan tak menganggap dirinya ada.
...----------------...
"Bi... supermarket jauh gak?" Tanya Aruna setelah Sundari dan Aryan tak lagi di rumah.
"Ibu mau belanja?" Aruna segera mengangguk menanggapi pertanyaan Bi Ima.
"Iya Bi. Sekalian mau tahu wilayah sini."
"Ya sudah Bu. Sekalian saja beli keperluan dapur. Ada beberapa bahan juga yang hampir habis."
"Oh? Ya udah ayo Bi." Terlihat Aruna mendadak antusias dengan langsung menggandeng tangan Bi Ima. Ia merasa bersama Bi Ima seperti bersama dengan Oma.
Setelah bersiap, Aruna dan Bi Ima bergegas ke sebuah tempat perbelanjaan di dekat sana. Bi Ima tak ingin mengajak Aruna terlalu jauh untuk sementara. Keduanya berkeliling dan memilih apa yang diperlukan. Namun tiba-tiba, Bi Ima terhenti dengan memandang lurus sementara Aruna masih asyik memilah barang di tangannya.
"Pak Aryan." Ujarnya dengan suara pelan. Sontak saja Aruna menoleh ke arah Bi Ina lalu berbalik mengikuti arah pandangan wanita tua tersebut. Refleks, kemasan yang tengah Ia genggam pun terlepas tanpa sadar. Dengan panik sendiri, Ia meraih dan meletakkan kembali di rak seperti semula. Suasana canggung terjadi diantara mereka. Apa lagi Gita yang terus memalingkan wajah menghindari kontak mata dengan Aruna. Wajar jika Gita merasa benci pada wanita yang sudah merebut suaminya meski pada dasarnya Ia tak berniat.
"Ma-Mas di sini juga?" Tanyanya mencoba memecah kecanggungan.
"I-iya." Sahut Aryan segera berpaling muka.
"I-itu Istri Mas?" Mendengar pertanyaan selanjutnya dari Aruna, Aryan mendadak merangkul Gita dengan penuh kehangatan. Namun Gita menunjukkan perasaan tak nyaman yang terus mendorong Aryan menjauh. Aryan pikir Gita tengah marah dan cemburu karena mereka bertemu dengan Aruna secara tak sengaja. Begitu pun pikiran Aruna yang mengira jika Gita memang marah terhadapnya. Sempat ingin berucap, Gita cepat-cepat pergi dari tempat itu untuk menghindari Aruna. Ia berharap Aryan tak mengikutinya, namun ternyata Aryan terus mengejar dan bahkan menggandeng tangannya kemana pun Ia melangkah.
"Kenapa kamu kejar aku, Mas?" Protes Gita tak langsung di tanggapi oleh Aryan. Justru lelaki itu mengernyit heran dan terhenti dari langkahnya.
"Maksud kamu apa? Aku harus biarin kamu sendirian?"
"Tapi dengan kamu kejar aku, Aruna pasti--"
"Terus kalau aku sama dia, kamu akan setuju? Hati kamu gak akan sakit?" Dengan cepat Aryan menyela dan berhasil membuat Gita terdiam seketika. Ia memang tak mungkin ikhlas melihat suaminya dengan wanita lain, sekalipun itu adalah istri mudanya.
...----------------...
Setelah makan malam selesai, Aruna tak langsung beranjak dari tempatnya. Ia memilih mengemil buah terlebih dahulu seraya mengulur waktu agar tak berlama-lama bersama Aryan nantinya. Sedangkan Aryan sendiri sudah kembali ke kamar tanpa menghiraukan Aruna yang masih di lantai bawah. Pikirannya mulai berkecamuk, perasaannya mendadak gelisah. Ia tak tahu apa yang harus dilakukan untuk kedepannya. Apa dia harus menyentuh Aruna agar perjanjian dengan Ibunya tidak terlalu lama? Namun Ia belum siap jika harus berbagi cinta istri pertamanya.
Lama Aryan melamun di sofa, terdengar pintu terbuka dan memperlihatkan sosok Aruna yang sudah kembali dari tempat makan. Ia terlihat santai dengan wajah datar seolah tanpa perasaannya seakan menjadi sebuah ciri khas tersendiri baginya. Aryan mulai penasaran apakah Aruna pernah tersenyum sebelumnya? Dan jika pernah, sejak kapan senyuman itu hilang?
"Mas mau ke rumah Mbak Gita?" Tanya Aruna membuyarkan lamunan Aryan. Pria itu terdiam lalu beranjak tanpa menjawab sepatah katapun. Ia menghampiri Aruna yang bergeming di tempatnya. Membiarkan Aryan mendekatinya, dan tak peduli akan apa yang dilakukan pria itu terhadapnya. Jika menyiksa, Ia akan terima. Mungkin dengan tindak kekerasan dari Aryan, Ia bisa lebih cepat bercerai dengan pria di depannya ini.
"Beri aku keturunan, setelah itu kau bebas akan berpisah atau bertahan denganku." Ujar Aryan begitu tegas di telinga Aruna yang membulatkan kedua matanya tiba-tiba. Apa suaminya bercanda? Tidak mungkin Ia berniat melakukan hal itu bukan?
...-bersambung...
gimana ya thor aruna dg Adnan
biar nangis darah suami pecundang
masak dak berani lawan
dan aku lebih S7, Aruna dg Adnan drpd dg suami pecundang, suami banci
drpd mkn ati dg Aryan, sbg istri ke 2 pula
berlipat lipat ,
memikiran gk masuk akal sehat..