NovelToon NovelToon
ARGRAVEN

ARGRAVEN

Status: sedang berlangsung
Genre:Romantis
Popularitas:1.7k
Nilai: 5
Nama Author: Eva

WARNING ⚠️

Mengandung beberapa adegan kekerasan yang mungkin dapat memicu atau menimbulkan rasa tidak nyaman bagi sebagian pembaca.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Eva, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

3. >>Si misterius

Si misterius

***

Azalea atau kerap disapa Aza, gadis itu sedang berjalan sendirian menuju perpustakaan kampus. Sahabatnya Vanna sedang menjalankan hukuman dari dosen, karena gadis itu tidak mengumpulkan tugasnya yang minggu lalu.

Sebelum ia sampai pada tujuannya, dua orang gadis yang sudah biasa mengusiknya, tiba-tiba menghadang jalannya. Aza menggerutu di dalam hati.Dua gadis itu adalah Ariana dan Naja sahabatnya.

"Ada apa, Kak? Kakak mau minta nomor WhatsApp Afka lagi?" tanya Aza sopan. Walau bagaimanapun, mereka tetap kakak tingkatnya.

"Cih, jijik banget. Dia itu Rafka! bukan Afka!" hina Ariana sambil berdecih.

Aza lantas mendongak untuk melihat wajah Ariana. "Emang kenapa kalau Aza panggil pacar Aza sendiri dengan panggilan khusus?" tanya Aza dengan berani. "Kata Afka, itu panggilan kesayangan," lanjut Aza lagi. Dalam hati ia ingin sekali tertawa melihat raut wajah Ariana yang terlihat kesal.

"Berani lo jawab omongan gue?"

Aza tersenyum, lantas menjawab, "Aza udah dikasih mulut untuk ngomong, jadi ngapain diam saat lawan bicara sedang bertanya. Nggak sopan tau, Kak, kalau Aza cuma diam kalau Kakak nanya," balas Aza lagi.

"Bacot, lo!" ketus Naja ikut kesal karena Aza selalu menjawab ucapan Ariana.

"Pokoknya gue nggak mau tau, lo harus jauhin Rafka! Dasar cewek nggak punya harga diri!" caci Ariana. Tangannya sudah terangkat ingin menampar pipi Aza. Namun, tangan seseorang lebih dulu menahannya, sehingga tangan Ariana terbebas di udara.

"Wow! Kating kurus kering! Mau main tangan sama sahabat gue, huh?" sembur Vanna yang baru datang. Tangannya mengehempas kasar tangan Ariana yang tadi ingin menampar Aza.

"Jaga omongan lo! Gue nggak ada urusan sama lo!"

"Kalau lo berurusan dengan Aza, maka itu akan menjadi urusan gue," balas Vanna tersenyum miring.

"Kalau dia juga urusan lo, kasih tau ke dia yang nggak punya harga diri-"

"Aza emang nggak punya harga diri, Kak. Karena diri Aza memang nggak dijual, jadi diri Aza nggak ada harganya. Emangnya harga diri kakak berapa?" Aza memotong ucapan Ariana dengan polos.

Vanna menahan tawanya. Terkadang mulut si polos Aza bisa juga membuat orang terjungkal kerena kata-katanya.

"Harga diri dia murah, Za! Makanya si Ariana grandong ini ngejar-ngejar Rafka kayak Melon Teh!" sindir Vanna.

"Melon teh?" tanya Aza bingung.

"Hooh, Melon Teh yang sering mejeng di dekat lampu merah," jawab Vanna tertawa.

"Emang melon teh ada dijual dekat lampu merah, Na?" Vanna spontan menepuk jidatnya kesal.

"Ralat, Za. Maksudnya melon teh itu ada juga dijual di club, di sana ada banyak jenis melon teh," jelas Vanna. Ia hampir lupa dengan kapasitas otak Aza yang minim dengan kata-kata merusak.

"Lo yang lonte!" marah Ariana tidak terima.

"Utututu ... sana pergi hush-hush!" usir Vanna karena mulai malas meladeni kedua orang itu.

"Kita kakak tingkat lo kalau lup-"

"Nggak lupa, kok! Kakak Najong dan kak Ariana grandong, 'kan?" jawab Vanna memamerkan giginya.

Ariana lantas menghentakkan kakinya kesal, lalu pergi diikuti oleh Naja.

"Kak Ariana itu aneh, ya, Na. Masa minta WA Afka langsung minta ke pacarnya," cerita Aza sambil menggandeng tangan Vanna untuk melanjutkan tujuannya ke perpus.

"Cewek gila sekarang memang gitu, Za. Bahkan mereka tanpa malu rebut cowok orang lain, jadi hati-hati Rafka direbut cewek lain," jawab Vanna seperti ibu mengingatkan anaknya.

"Aza takut, Na. Yang suka sama Afka, kan, banyak... gimana kalau Afka ninggalin Aza?"

Vanna menghentikan jalannya, lalu menghadap ke arah Aza. "Menurut gue itu nggak mungkin, karena kita udah kenal Rafka sejak SMA. Dia itu cinta banget sama lo, Za," kata Vanna. Aza lantas tersenyum bahagia.

Mereka kembali melanjutkan jalan. "Mungkin nggak Na, kalo Aza yang direbut cowok lain dari Afka?" tanya Aza nyeleneh. Vanna langsung tertawa.

"Fixed! Cowok itu gila," jawab Vanna cepat dengan sisa tawanya.

"Ih, kenapa gitu, Na? Aza, kan, cantik. Kalau ada yang suka sama Aza wajar, dong!" balas Aza percaya diri dengan bibir mengerucut.

"Iya, sih, lo memang cantik, tapi cowok mana selain Rafka yang mau sama, lo?"

Aza mengusap keningnya, lalu tertawa. "Iya juga, sih. Aza itu lemot, Aza itu miskin, Aza itu sendirian nggak ada orang tua, Aza nggak punya siapa-siapa kecuali Vanna dan Afka, Aza selalu sial dalam bekerja-"

"Udah, nggak usah dijabarin satu-satu," potong Vanna merangkul bahu Aza yang sedikit lebih tinggi darinya.

Di lain tempat, tepatnya di sebuah ruangan khusus di ASKALA UNIVERSITY, ruangan yang tidak diketahui oleh mahasiswa. Hanya empat orang, lah, yang tau tempat itu. Memang dibuat khusus.

Dua orang laki-laki itu sedang menikmati rokok milik mereka masing-masing. Tidak ada pembicaraan, hanya ada keheningan.

Sampai salah satu dari laki-laki itu yang membuka suara.

"Lo masih sering buang sampah?" tanya laki-laki dengan menekankan kata sampah. Dia Galva.

"Hm." Jawaban singkat mampu membuat Galva merinding sekaligus kesal secara bersamaan.

"Nggak ada niatan pensiun jadi pemungut sampah gitu, Rav?" tanya Galva lagi. Orang yang ditanya itu adalah Agraven.

"Tanya sekali lagi, gue bakar mulut lo." balas Agraven sambil melirik tajam ke arah Galva.

Galva beringsut mundur karena Agraven menodong korek api yang menyala ke wajahnya. "Ampun Bang jago!" seru Galva nyengir.

Kembali terjadi keheningan. Galva sangat tidak betah jika mulutnya diam. Ingin sekali Galva memukul kepala sahabatnya itu, tapi ia masih sayang tangan.

"Rav, lo nggak ada niatan pacaran gitu?" tanya Galva akhirnya mengeluarkan suara emasnya lagi. Namun, tidak mendapat jawaban dari Agraven. Biasanya diam berarti iya, tetapi untuk Agraven Kasalvori diam itu jawabannya TIDAK.

"Nggak ada niatan buka identitas gitu?" tanya Galva lagi.

"Indentitas gue banyak." Akhirnya Agraven menjawab pertanyaan Galva dengan penuh makna di dalam perkataanya. Agraven menginjak sisa rokoknya yang tinggal setengah, lalu berdiri dari duduknya.

"Di kampus ini! lo itu adalah-"

"Nggak minat."

"Setidaknya nggak usah pakai masker! Tampang ganteng nggak dipamerin itu sangat disayangkan, Rav!" ujar Galva.

"Mending kita tukeran wajah!" lanjut Galva sambil menaik-turunkan alisnya.

Agraven terkekeh sinis. "Mau tukeran wajah? sini!" balas Agraven sambil mengeluarkan blaze si pisau kesayangannya dari dalam kantong hoodie-nya.

Galva langsung lari ke dalam kamar mandi yang terdapat di ruangan itu.

"NGGAK JADI, RAV! MENDING GUE PUNYA WAJAH JELEK DARI PADA GANTI!" teriak Galva dari kamar mandi.

Agraven mengedikkan bahunya tidak peduli. Blaze kembali ia masukan ke dalam kantong hoodie-nya.

Sedangkan Galva mengelus dadanya dibalik pintu kamar mandi. "Huh, resiko punya sahabat saiko emang gini, Gal! Tiap detik tiap menit menguji adrenalin," gumam Galva.

Setelah beberapa menit, Galva akhirnya keluar dari kamar mandi. Ia melihat sekeliling ruangan. Tidak ada Agraven, lalu di mana laki-laki itu?

Terdengar suara besi beradu di salah satu ruangan yang terdapat di dalam ruangan itu. Dapat dipastikan bahwa Agraven ada di dalam sana.

"Bang Raven psiko gila! Mending cari pacar, deh, biar lo bisa anget jadi manusia, nggak dingin mulu!" kata Galva sedikit berteriak. Siapa sangka bahwa Agraven dapat mendengarnya.

"Gue bukan Psycho!" sanggah Agraven berdiri di ambang pintu. Di tangannya terdapat blaze yang berlumuran darah.

"Oemjiii! Rav! Lo bunuh orang di sini?" kaget Galva menutup mulutnya dengan heboh. Agraven tidak menjawab.

"Makanya cari pacar, biar jiwa psiko lo berkurang!" sambung Galva lagi

"Gue bukan psikopat!" tekan Raven tajam. Galva nyengir.

"Iya Rav iyaaa! Lo cuma pembunuh, bukan psikopat, kan, ya," ujar Galva meralat. "Kalo psikopat nggak punya hati, sedangkan Bang Rav masih punya yakan, masih bisa jatuh cinta, yakan!" sambung Galva. "Dasar psiko menolak sadar," lanjutnya lagi di dalam hati.

"Gue bunuh tikus," ujar Agraven dengan santai nan datar. Kakinya menendang mayat tikus yang sudah tidak berbentuk ke arah Galva.

Galva spontan berteriak dan naik ke atas sofa dengan histeris. "AAARRGHHHHH! SINGKIRIN RAVEN BANGSAT! GUE GELI SAMA TIKUS ANJING BABI!" teriaknya.

Agraven tidak peduli.

"Pliiis Rav, singkirin tikus babi itu!!"

"Oke, gue nggak akan bilang lo psikopat lagi, deh!" ucap Galva. "Gue juga nggak akan ikut campur tentang cinta-cintanya lo lagi," lanjutnya dengan memelas.

"Nggak semua hal itu bisa diceritakan kepada sahabat, contohnya soal asmara," ujar Agraven dengan datar. Cowok itu akhirnya menyingkirkan tikus mati dari depan Galva.

Galva akhirnya bernapas lega. Cowok itu turun dari atas sofa. Bersamaan dengan itu pintu ruangan terbuka menampilkan seorang gadis cantik.

"RAVEEEEN" teriaknya, lalu berjalan ke arah Agraven dan langsung memeluk cowok itu erat. Agraven hampir terjungkal ke belakang, jika ia tidak bisa menyeimbangkan tubuhnya.

Agraven membalas pelukan itu.

"Kenapa ke sini, hm?"

To be continue....

1
Los Dol TV
Keren dan Inspiratif.... semoga sudi singgah ke Karyaku , Rindu Gugat
Neneng Dwi Nurhayati
ini cerita nya Agra sama Ara itu beda agama gmna Kak,
Neneng Dwi Nurhayati
double up kak
opiko
Sudah menunggu dengan tidak sabar lanjutan cerita selanjutnya! Teruslah berkarya, author!
Rosalie: udah up yah🤗
total 1 replies
Rakka
Jangan bikin saya penasaran thor, update secepat mungkin ya! 🙏😊
Rosalie: Silahkan follow akun ini buat dapetin update an terbaru dari cerita ARGRAVEN 🥰
total 1 replies
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!