Hari itu Jeri tak sengaja melihat Ryuna yang sedang menari sendirian di lapangan basket. Ia yang memang dasarnya iseng malah memvideokan gadis itu. Padahal kenal dengan Ryuna saja tidak.
"Lo harus jadi babu gue sampai kita lulus SMA."
"Hah?!" Ryuna kaget.
"Pasti seru." Jeri tersenyum misterius membuat Ryuna menduga lelaki itu akan menyiapkan seribu rencana untuk membuatnya sengsara.
"Seru apanya?! Fix sih, lo yang nggak waras di sini!" gadis itu menatap Jeri dengan pandangan menghujat.
Sejak hari itu, Ryuna harus selalu berurusan dengan Jeri yang senang sekali bukan hanya mengganggu namun juga menjadikannya babu.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon And_waeyo, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Chapter 35
Memang benar, terkadang di situasi tertentu seseorang bisa mendadak seperti orang bodoh. Bukan hanya ketika sedang jatuh cinta saja, saat panik juga. Entah mungkin ada lagi situasi yang membuat kepintaran manusia seolah lenyap selama beberapa saat.
"Ryu---"
"Duarrr!!!"
Jeri dikejutkan oleh seseorang yang tiba-tiba keluar dari semak, atau lebih tepatnya dari tanaman yang agak rimbun dengan daun-daunnya. Lelaki itu sempat tersentak kaget lalu diam mematung hanya untuk memastikan bahwa itu benar-benar Ryuna.
Kemudian tawa Ryuna terdengar. Gadis itu tertawa puas. "Hahahaha kena lo, Jer hahaha lo harus lihat muka lo sih."
Jeri masih memastikan bahwa ia tak berhalusinasi.
"Jer ... Jer bisa-bisanya lo percaya."
Gadis itu masih tertawa, saking asiknya sampai jongkok sambil memegangi perut. Tapi Jeri malah diam, ia menatap Ryuna datar.
"Lucu?" ucap Jeri setelah tawa Ryuna mulai mereda. Gadis itu juga sudah berdiri lagi.
"Apa? Eh harusnya gue videoin lo tadi," kata gadis itu masih belum menyadari tatapan dingin Jeri.
"Menurut lo yang barusan lucu?" rahang Jeri mengerat.
Ryuna jadi memudarkan senyuman di wajahnya.
"Bercanda Jer, lo harus tahu gimana rasanya dijahilin."
"Keterlaluan, Ryu. Lo sadar apa yang lo lakuin? Gue bilang tunggu, apa susahnya? Gitu aja lo nggak bisa." Jeri masih berusaha menahan amarah.
Kening Ryuna mengernyit. "Loh? Apa-apaan sih Jer? Gitu doang. Apa yang lo lakuin ke gue sama yang lain di sekolah lebih parah."
"Itu beda lagi. Apa yang lucu sama bercanda seolah lo diculik? Nggak ada. Gimana kalau kejadian beneran? Nggak akan lucu lagi. Punya otak kan? Pake!"
"Jer, lo nggak perlu semarah itu." Ryuna tak terima dibentak oleh Jeri.
Lelaki itu menatap Ryuna tajam sambil melangkah mendekat. "Gue dulu pernah hampir diculik, Ryu. Lo mungkin nggak pernah tahu gimana rasanya kecuali lo juga pernah mengalami hal yang sama."
Mereka berhadapan begitu dekat, sampai Ryuna bisa merasakan deru napas Jeri pada permukaan wajahnya.
"Kenapa diam? Udah puas?"
Jeri mengumpat tepat dihadapan wajah Ryuna. Sebenarnya bukan dimaksudkan pada gadis di depannya, tetapi karena kesal. Namun penerimaan Ryuna berbeda. Ia tak tahu mengapa ketika Jeri membentaknya, terasa sakit.
Tanpa bisa ditahan, matanya berkaca-kaca.
Lelaki itu berbalik, berteriak tertahan dengan kesal. Jeri tadi dibuat sangat panik, walau ada sebagian dalam dirinya yang bersyukur karena ternyata Ryuna tidak apa-apa. Hanya saja ia tetap merasa marah, sebagai bentuk khawatir dan peduli, yang tak Jeri sadari.
"Kita balik," ucap lelaki itu.
Tapi ketika Jeri akan melangkah, Ryuna menarik bagian bawah punggung jaketnya.
"Jer, sorry," ucap Ryuna tanpa terduga.
Gadis itu merasa bersalah. Apalagi seingatnya tadi Jeri memang benar-benar panik. Tapi lelaki itu malah melepas tangannya dan lanjut melangkah.
"Jeri!" Ryuna bergerak dan meraih tangan Jeri.
"Gue bilang maaf."
"Lupain aja," katanya tak acuh dan melepas tangan Ryuna lagi.
Ryuna tak tahu jika membujuk Jeri akan sesulit ini. Apalagi karena kejahilannya.
Kali ini, ia tak memberikan kesempatan pada Jeri untuk melangkah. Tubuh lelaki itu membeku ketika Ryuna melingkarkan tangannya ke pinggang Jeri dari belakang. Ia merasakan sensasi geli yang menjalar dari kepala sampai kaki. Ada sesuatu yang menggelitik perut seperti ribuan kupu-kupu seolah berterbangan di sana. Jantungnya berdegup lebih cepat seperti akan meledak kapan saja.
"Maaf, gue salah, tapi–" Ryuna menjeda ucapannya, "–oke gue emang salah, nggak ada pembelaan," ucapnya pasrah.
Setelah sadar Jeri hanya diam. Ryuna melepaskan pelukannya dan bergerak ke depan lelaki itu, yang tanpa Ryuna sadari, telinga Jeri memerah.
"Bagaimanapun ..., gue sadar nggak boleh bercanda gituan."