NovelToon NovelToon
Adil Untuk Delima

Adil Untuk Delima

Status: sedang berlangsung
Genre:Balas Dendam / Cinta setelah menikah / Aliansi Pernikahan / Cinta pada Pandangan Pertama / Cinta Seiring Waktu / Cinta Murni
Popularitas:3.8k
Nilai: 5
Nama Author: Umi Fia

Berkisah Delima, seorang janda yang menikah lagi dengan seorang pria hanya bermodalkan ingin kejelasan tentang kematian suaminya. Ia hanya mencari kebenaran saja, apa suaminya meninggal karena kecelakaan jatuh di tempat kerja atau memang sengaja mengakhiri hidupnya karena alasan pinjaman online?. Atau memang ada alasan lain dibalik itu semua.

Pernikahannya dengan seorang pria bernama Adil. Mampu membuka beberapa fakta yang sangat ingin diketahuinya. Namun disaat bersamaan kebahagiaan rumah tangganya bersama Adil terancam bubar karena kesalahpahaman.



Mampu kah Delima mempertahankannya atau justru menyerah dengan keadaannya?.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Umi Fia, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Bab 3 Adil Untuk Delima

Sangat teramat kecewa, itu yang dirasakan Delima pada teman-teman kerja Azka saat ini. Entah kenapa mereka semua malah menjadi ada di pihak perusahaan. Walau sebenarnya itu sangat wajar kalau mereka berada di pihak perusahaan.

Andai saja mereka tak memberi harapan setinggi langit padanya. Delima tak akan bersusah payah mendatangi perusahaan Azka jika pada akhirnya ia harus kecewa juga. Ia sangat tidak butuh uang puluhan juta dari kompensasi meninggalnya Azka. Lebih ingin jika Azka masih hidup bersamanya sampai tua, memiliki banyak anak, merawat dan mendidik anak mereka kelak.

Perasaan marah dan kecewa Delima membludak ketika ada bebarapa orang yang mengaku Debt Collector dan ingin bicara padanya. Ia masih berpegangan teguh kalau suaminya tidak mungkin berurusan dengan orang-orang macam begini.

"Karena rumah ini sebagai jaminan jika Bapak Azka tidak sanggup lagi membayar hutang. Maka dalam waktu 2x24 keluarga Bapak Azka sudah harus mengosongkan rumah ini tanpa membawa barang berharga apapun yang ada di rumah. Karena hutang Bapak Azka mencapai 800 jt, kurang lebih seharga rumah ini. " Ucap seorang pria bertubuh tegap.

"Tidak mungkin suami saya berbuat keji seperti ini pada kami. Pasti itu hanya akal-akalan kalian saja. Iya 'kan?." Delima membantahnya dengan berani walau harus berurai air mata juga.

Sungguh sangat sesak dadanya, lagi dan lagi ia sangat kesakitan. Tuduhan keji demi tuduhan keji terus saja Azka dapatkan.

"Ini surat dan sertifikat rumah yang dijaminkan Bapak Azka. Ibu bisa mengecek keasliannya." Pria bertubuh tambun itu mengeluarkan surat dan untuk sertifikatnya hanya diperlihatkannya saja beberapa lama. Lalu menyodorkan suratnya pada Delima.

Dengan tangan bergetar ia menerima, menatapnya tak terpercaya namun sedetik kemudian Delima segera membacanya. Hatinya begitu hancur kala tanda tangan dan nama Azka tertera di atas materai. Hatinya mulai goyah akan sosok suami tercinta dengan kenyataan demi kenyataan yang terkuak.

Delima membawa surat itu karena ingin memastikan sesuatu. Ia segera membuka kunci lemari dan mencari sesuatu yang selama ini ia simpan ditempatnya. Dan ternyata tidak ada setelah isi lemari dikeluarkan semua.

"Tidak ada" gumam Delima sambil memegangi dada. Memukul-mukul pelan dadanya yang teramat sakit. Apa iya suaminya berbuat sejahat ini? Tapi untuk apa uang sebanyak itu? Karena ia sendiri merasa tak menikmati uang tersebut.

"Aku tidak mempercayai ini semua dan jangan harap kami akan pergi dari rumah ini!" tegas Delima sekembalinya dari kamar. Lalu merobek surat di depan mereka. Ia melawan hatinya sendiri untuk tetap percaya pada almarhum suaminya. Lagi pula ia akan pergi kemana dengan anak dan ibu mertuanya.

"Dua hari lagi kami akan kembali dan rumah ini sudah harus kosong" tak kalah tegas pria tambun itu mengatakannya lalu mereka pergi dari sana tanpa mau mendengar komentar Delima.

Tatapannya penuh kebencian pada mereka yang telah semakin membuat hancur hidupnya. Apa tak cukup ia kehilangan Azka?.

Delima menatap rumah yang menyimpan begitu banyak kenangannya bersama Azka. Kini rumah itu terancam diambil alih orang lain. Entah seperti apa hancur dan sakit hatinya Delima. Hanya perempuan itu yang tahu.

Suara dari kamar Ibu Yunita membuatnya berlari menuju kamar sambil menghapus air mata. Matanya terbelalak saat menemukan perempuan itu jatuh dari tempat tidur.

"Ibu!" panggil Delima sambil menghampiri ibu Yunita.

Perempuan sakit itu semakin tak berdaya, air matanya berlinang kala menatap lembut Delima. Dalam dekapan Delima, perempuan itu menutup mata tanpa mengatakan apapun karena memang keterbatasannya.

"Ibu! Jangan pergi! Bangun, Bu!." Teriak Delima histeris. Delima memeluk erat perempuan baik yang selalu menyayanginya semasa sehat dan sakit.

"Jangan tinggalkan aku! Aku mohon, Bu!." Ucapnya lagi lantang. Sehingga beberapa tetangga yang mendengar berdatangan ke rumah mereka.

Mereka menatap iba pada Delima yang terus ditempa kemalangan. Namun mereka juga dengan gesit membantu ibu Yunita. Memanggil dokter guna memastikan kematiannya. Dokter yang memeriksa pun menyatakan kalau ibu Yunita telah meninggal dan para tetangga membantu mengurus jenazahnya sampai selesai.

Delima hanya memeluk anaknya yang baru selesai menyusu. Rasanya ia tak sanggup meneruskan hidup kalau tidak ada malaikat kecil ini. Orang-orang tersayang meninggalnya begitu saja.

Pemakaman ibu Yunita telah selesai, perempuan itu sengaja dimakamkan di sebelah Azka. Ibu dan anak itu telah berada di tempat yang sama.

"Kamu harus kuat, Delima. Jangan pernah mikir yang aneh-aneh. Perbanyak istigfar" kata mbak Arti sambil memegang pundak Delima. Kepala Delima selalu tertunduk karena air matanya tak kunjung kering.

Ia tak cukup kuat untuk menerima cobaan ini secara bertubi-tubi.

"Bagaimana kalau aku enggak kuat, lebih aku menyusul Ibu dan Mas Azka juga. Bagus-bagus anak ini juga ikut denganku." Kata Delima ngasal.

"Hus...amit-amit. Istigfar! Jangan turutkan bisikan setan! Kamu dan anakmu pasti kuat tanpa Azka dan Ibu Yunita." Terus mbak Arti memberikan semangat.

Karena ia sangat tahu bagaimana kehilangan orang-orang terdekat yang sangat dicintainya.

"Aku menginap di sini, aku takut kamu berbuat aneh." Mbak Arti menawarkan diri menjaga Delima yang sedang labil apalagi ada anak kecil yang tak berdosa.

Delima hanya mengangguk.

Rumah Delima sudah sepi, tidak ada yang datang lagi melayat ibu Yunita. Saat ini waktu sudah menujukkan pukul sebelas malam. Delima yang menangis sejak tadi tidur lelap di samping anak yang sampai saat ini belum diberinya nama. Mbak Arti juga menyusul mereka. Masuk ke alam mimpi melalui ruang tengah.

Karena saking lelapnya tidur malam itu, baik Delima atau mbak Arti tidak menyadari ada bahaya yang sedang mengintai mereka. Mereka terlelap tanpa tahu ada beberapa orang di luar rumah yang sedang menyiramkan bensin ke sekeliling rumah.

Dan pada detik selanjutnya ada seseorang yang melemparkan korek api pada salah satu bagian dan seketika rumah Delima sudah dikelilingi api. Bukan api kecil namun kobaran api. Kalau dilihat mungkin akan menghanguskan semua yang ada di dalamnya.

Delima dan mbak Arti tersadar saat kepulan asap sudah memenuhi seisi rumah.

"Astagfirullah...Astagfirullah..." ucap Delima dan mbak Arti bersamaan. Keduanya sangat panik, mereka telah terjebak dalam kobaran api yang sudah siap menghanguskan mereka.

"Mbak Arti ini gimana?" Delima langsung menggendong anaknya. Mengedarkan pandangannya ke seluruh rumah yang sudah dipenuhi api.

Mbak Arti berlari ke dalam kamar untuk mengambil kain dan selimut. Lalu membasahinya. Ia menutupi tubuh mereka dengan selimut itu untuk menerobos api. Tak lupa mereka menutup mulut hidung mereka supaya tidak menghirup asap terlalu banyak. Tidak lupa si kecil juga. Padahal sebenarnya dadanya mbak Arti sudah sesak karena asap. Begitu juga Delima. Mbak Arti berada paling depan. Memandu mereka keluar sebelum atap rumah ada yang roboh dan mengenai mereka.

Dari luar para tetangga pada teriak memanggil Delima dan mbak Arti sambil berusaha memadamkan api dengan alat seadanya. Menunggu bantuan sampai tiba dan menolong ketiga orang yang terjebak di dalam. Mereka juga dapat mendengarnya.

Brak

Atap sudah ada yang jatuh mengenai belakang tubuh Delima namun untungnya mengenai selimut yang basah. Saat tuna di pintu, mbak Arti dan Delima saling tatap karena apinya sudah sangat besar dan tentu saja mereka kesulitan untuk menembusnya.

"Kamu dan anak kamu harus selamat." Kata mbak Arti begitu tulus.

Delima menggeleng. "Kita harus selamat sama-sama."

Mbak Arti memegangi dadanya yang sangat sakit selain sesak. Namun ia coba tahan. Kemudian mbak Arti menarik tangan Delima untuk menerobos kobaran api.

"Arti! Delima!." Teriak pada tetangga panik.

Bersambung

1
Esti Purwanti Sajidin
aduhlah ikut deg2 an jg jadi nya
Teti Hayati
Mulai tegang...
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!