Tidak ada yang benar-benar hitam dan putih di dunia ini. Hanya abu-abu yang bertebaran. Benar dan salah pun sejatinya tak ada. Kita para manusia hanya terikat dengan moralitas dan kode etik.
Lail Erya Ruzain, memasuki tahun pertamanya di SMU Seruni Mandiri yang adalah sekolah khusus perempuan. Seperti biasa, semua siswi di kelas akan gengsi dan malu-malu untuk akrab dengan satu sama lain. Waktu lah yang akan memotong jarak antara mereka.
Hingga dia mengenal Bening Nawasena. Teman sekelas yang bagaikan salinan sempurna Lail saat SMP.
Drama pertama kelas dimulai. Siswi toxic mulai bermunculan.
Bagaimana Lail menghadapi semua itu?
"Menyesal? Aku gak yakin."
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon アリシア, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
CH.03 - Drama di Kantin Sekolah
“Aku ke Mang Pundi dulu, key?”
Azara melongok ke luar jendela, di sana Lail sudah siap pergi kantin. “Tungguin! Ini satu paragraf lagi!” sahut Azara panik, takut ditinggal Lail ke kantin duluan.
Lail tersenyum penuh kemenangan. Tangannya menyilang di depan dada sambil menunggu Azara menyelesaikan catatannya. Hingga sebuah tangan menggapai bahunya.
“OY!” Lail tak bisa menyembunyikan rasa terkejutnya, nyaris saja dia mengumpat.
Ternyata orang yang menyentuh pundaknya adalah Bening. Raut wajahnya yang senang berubah signifikan, dia merasa bersalah karena membuat teman sekelasnya nyaris dijemput bawahan Hades.
“Maaf,” cicit Bening, dia sungguhan tak berniat mengagetkan Lail. “Oh? Ente?” Lail mengernyitkan keningnya.
“Ente?” beo Bening.
“Bukan apa-apa.”
“Nunggu siapa?”
Lail tidak menjawab, tapi dagunya menunjuk ke dalam kelas di mana Azara dengan panik dan buru-buru menulis materi pelajaran barusan. Dia diracuni oleh Lail untuk menyelesaikannya hari ini atau mereka takkan ke kantin bersama lagi untuk selamanya.
“Gitu yah. Aku boleh ikut, gak?”
Lail melirik sekejap ke arah Bening, “Boleh-boleh.”
Bening terdiam, dia tak tahu topik apa lagi yang harus dia angkat sampai Azara selesai. Dia tak suka hanya diam tanpa berbuat apa-apa dengan Lail. Ini terlalu canggung buatnya.
“Soal ekskul... aku mau gabung!”
Kali ini Lail benar-benar memusatkan perhatiannya pada Bening. Dia tak menyangka kalau Bening tertarik. Sepertinya menghampiri Bening dan mengulurkan tangan padanya ketika dia sudah tak mampu terus tenggelam adalah ide cemerlang.
Lail mencuri pandang pergelangan tangan Bening yang masih menyisakan guratan bekas luka.
Setidaknya dia gak bakal ngelakuin itu lagi 'kan?
Gadis ini perlu ditarik ke atas permukaan.
Azara telah menyelesaikan catatannya dan bergegas menghampiri Lail yang berdiri di ambang pintu bersama Bening. Ekspresi Azara mengisyaratkan rasa penasaran, karena beberapa hari ke belakang ini Bening nampak akrab dengan Jelika, si alim yang duduk di pojok kelas itu.
“Dia mau bareng kita ke kantin.” Tanpa perlu Azara bertanya, Lail langsung menjawab rasa penasarannya.
Azara mengangguk paham.
Lail mengintip ke dalam kelas sebelum mereka menuju kantin. Di kelas tersisa Nylam saja yang serius bermain gim. Dilihat dari gelagat Nylam, gadis itu pasti bermain gim tipe RPG yang isinya 70% baku hantam dan 30% sisanya lore game. Kebanyakan dari mereka takkan terlalu memperhatikan cerita yang disuguhkan developer.
“Nym, ke kantin gak?” Lail setengah berteriak, mengajak Nylam ke kantin juga. Sejak pertemuan pertama ekskul, keduanya menjadi sedikit lebih dekat.
Nylam menoleh, “GAK!” kemudian melanjutkan menyerang musuh dalam gim.
Lail bergumam, “Maniak.”
...****...
“Kalian dari kelas 1-7 juga ‘kan?”
Lail, Azara dan Bening menengok ke asal suara. Seorang gadis dengan kawat gigi tersenyum ke arah mereka. Rambutnya panjang sepunggung, dia biarkan tergerai dengan indahnya. Melihat betapa indahnya rambut gadis itu, Lail jadi penasaran perawatan macam apa yang dia lakukan sampai bisa seindah itu.
Di samping itu semua, Lail masih menebak-nebak nama gadis ini. Lail tahu kalau mereka sekelas, tapi Lail lupa dengan namanya. Pokoknya gadis ini adalah yang tercantik di kelas. FYI, dia dinobatkan sebagai peserta MOS terbaik.
“Var?” Bening yang bertanya.
Gadis itu menatap Bening, matanya membulat sempurna kala mengenali wajah Bening. Mungkin saat MOS mereka cukup dekat, tapi gadis yang dipanggil Var ini melupakannya.
“Bening ‘kan?” Var langsung duduk di samping Bening, mengabaikan tatapan bingung Lail dan Azara yang menyorotnya.
“Ke sini ngapain?” tanya Bening, senyum cerah pun terpampang di wajahnya.
“Jajan lah, emang mau ngapain lagi? Aneh kalau ke kantin padahal mau berak.” Jawab Var asal ceplos.
Lail nyaris membuka lebar mulutnya saat mendengar kata kotor itu. Terlepas dari wajah cantik dan senyum lebarnya, Var adalah gadis dengan mulut tak terkendali. Sepertinya kamus kata kotornya jauh lebih luas seiring Lail mengenalnya.
“Oh ya, Lail, Zar. Ini Isvara. Isvara, mereka Lail sama Azara.” Bening akhirnya memecah dinding keempat dan memperkenalkan ketiganya. Isvara tersenyum lebar pada Lail dan Azara.
Lail mengangkat sebelah alisnya. Menurutnya Isvara itu aneh. Bagaimana tidak? Mereka seperti sudah saling kenal semenjak masa orientasi sekolah. Tetapi sejak hari pertama mereka tidak saling bicara. Meninggalkan Bening pada keputusasaan karena saat ini dia dijauhi pasukan oranye.
Bruk!
Di tengah percakapan, hal tak mengenakkan pun terjadi. Ada kakak kelas yang tidak fokus saat berjalan dan asyik bercanda sehingga dia menyenggol Isvara. Tidak sampai di sana, mangkuk bakso yang dipegang kakak kelas itu pun tumpah, berhambur mengotori seragam Isvara.
Hening. Tidak ada kata maaf keluar dari mulut si kakak kelas. Isvara terlihat dongkol, alisnya berkedut tak karuan, dia benar-benar marah. Isvara mengibaskan kuah bakso yang mengalir membasahi hampir setengah badannya. Dia berdiri, menghadap kakak kelas itu dengan memelotot.
“Maaf, ya?” ucap kakak kelas itu dengan nada mengejek.
“KON**L!” Isvara berteriak kesal.
Kali ini Lail tidak terkejut.
Isvara menarik kerah si kakak kelas, mencengkeramnya dengan kuat. Bening dan Azara yang panik berusaha menghentikan Isvara sebelum terjadi kekacauan. Kedua teman si kakak kelas itu seperti hendak mencakar wajah Isvara, yah, wajahnya yang cantik.
Dalam sekejap mereka menjadi pusat perhatian seisi kantin. Pertengkaran nampak akan meletus. Karena wajah Isvara dan ketiga kakak kelas itu memerah, menahan emosi yang semakin memuncak. Kedua teman si kakak kelas mulai mencakar tangan Isvara, Azara mencakarnya balik. Sedangkan Bening terus berupaya melepaskan cengkeraman Isvara pada kerah si kakak kelas. Keadaan makin pelik, para pedagang yang penasaran pun mulai mendekati TKP.
Di tengah kekacauan itu, Lail masih sibuk mengunyah batagor yang belum sempat dia kunyah karena situasi terlanjur kacau. Dia menelan batagornya susah payah, terasa menyangkut di tenggorokan karena drama di depannya.
Baru masuk udah ada musuh. Biasanya kalau bukan salah satunya yang resek, dua-duanya yang resek.
Baru saja Lail punya ide bagus menghentikan drama tak berguna ini. Mendadak ada piring rotan bekas makan nasi uduk terlempar melewati banyak orang dan mendarat tepat di wajah si kakak kelas. Saat piring terjatuh ke tanah, terlihat ada sisa sambal dan kecap orak-arik tempe memenuhi wajah juga seragamnya. Jangan lupakan nasi uduk yang bertengger sempurna di helai rambutnya.
Lail mencari pelaku pelemparan itu. Tapi tanpa dicari pun dia akan menemukannya. Karena si pelaku berlari menuju Isvara dengan cepat. Bukan hanya satu, tapi lima orang. Lail tak bisa menyembunyikan keterkejutannya ketika tahu kalau kelima orang itu adalah pasukan oranye (tanpa Bening).
“VAR!” Teriak gadis yang paling depan. Badannya tinggi besar, nah kalau boleh body shaming, dia bisa masuk kategori obesitas. Badannya memang tinggi, tapi beratnya melebihi rata-rata yang harus dia miliki dengan tinggi segitu. Kalau kata cewek zaman sekarang, namanya gemoy. Ada dua di antara lima personil anggota oranye yang gemoy.
Si kakak kelas melepaskan cengkeraman tangan Isvara dengan kasar. Dia kemudian mengajak kedua temannya untuk meninggalkan kantin sebelum mereka ditangkap oleh pasukan oranye. Bisa berbahaya, mungkin takut dimakan hidup-hidup.
Lail meringis, drama ini memang selesai, untuk yang hari ini. Tapi pasti akan berlanjut di lain hari jika masalah kedua orang yang bersangkutan belum menemukan titik terang.
Isvara digiring oleh kelimanya ke kelas atau ke UKS untuk mengganti seragam. Kasus ini harusnya segera dilaporkan ke BK dan keduanya akan dipanggil dalam waktu dekat. Para pedagang yang menonton pun kembali ke gerobak dagangannya masing-masing.
Azara menghampiri Lail sambil setengah menangis, ternyata adegan cakar-cakaran itu melukai lengannya. Ada bekas guratan memanjang dari siku sampai pergelangan tangan. Lail bisa melihat darah menetes dari celah gurat bekas cakaran.
Lail menghela napas panjang, “Ayo ke UKS.”
Sepanjang jalan menuju UKS, yang terdengar di telinga Lail dan Bening ialah rintihan Azara. Ingin sekali Lail menyeletuk kalau itu hanyalah luka kecil, tapi dia diingatkan dengan masa kecilnya di mana dia menangis tersedu-sedu karena kakinya dicakar kucing. Memang pelakunya berbeda, tapi luka yang didapat tetap luka cakar.
Saat memasuki UKS, bisa ia dapati ada Isvara di sana. Guru UKS memberikannya kaos polos selagi seragamnya dicuci di mesin cuci khusus guru. Ternyata benda itu ada gunanya juga di situasi pelik ini.
Kelima pasukan oranye itu memandangi Lail, Azara dan Bening yang berjalan melewati mereka. Hanya Lail yang membalas tatapan mereka. Azara terlalu sibuk dengan lukanya. Sedangkan Bening? Sepertinya dia tak mau melihat wajah orang-orang yang sudah putus hubungan dengannya.
“Oh, sayang. Lenganmu terluka! Sini Ibu bantu cuci bekas lukanya.” Guru UKS berlari kecil mendekati Azara kemudian membimbingnya ke wastafel untuk membersihkan luka.
Lail kembali memandang mereka berenam, ternyata beberapa dari mereka masih ada yang menatapnya. Karena canggung, Lail langsung membuang muka. Tak ada yang menyadari Bening terus menunduk dalam sampai luka Azara selesai dirawat oleh Guru UKS.
... ****...
Esok harinya, selesai jam istirahat pertama.
“Gue dapet kertas bimbingan dari Guru BK.”
Lail dan Azara yang sedang asyik bergosip pun berhenti. Mereka berdua mencuri pandang pada siswi terpendek di kelas ini. Wajahnya dihiasi riasan tebal meski baru duduk di tahun pertama SMU. Bukan itu yang menarik perhatian Lail, melainkan fakta kalau yang mendapat kertas bimbingan BK bukanlah Isvara yang terlibat cekcok kemarin. Melainkan siswi yang duduk di belakang Bening.
Semua siswi di sekolah ini tahu jika kertas bimbingan adalah kertas legendaris dari Guru BK yang diperuntukkan kepada mereka yang melanggar peraturan sekolah. Yang paling ringan adalah bolos sekolah, sampai kasus berat seperti tawuran, hamil di luar nikah, punya pekerjaan sebagai pelac*r dan kasus berat lainnya.
Jangan kaget hamil di luar nikah dan BO tertulis dalam peraturan, itu karena ada siswi yang pernah melakukannya. Kebanyakan dari siswi tahun ketiga. Seperti sudah menjadi tradisi setiap tahunnya, beberapa bulan sebelum kelulusan, akan ada siswi yang dikeluarkan karena kedua kasus itu. Lail mendengar banyak gosip sejak pertama kali menginjakkan kaki di sekolah ini.
“Lo kenapa bisa dapet?” tanya siswi yang duduk di samping Giselle, yang mendapat kertas bimbingan.
“Gue bolos kemarin.” Jawabnya dengan nada santai.
Luar biasa, Lail takkan bisa bereaksi seperti itu kalau diberi kertas legendaris. Capnya sebagai anak normal akan terganti menjadi pembuat onar. Lail lebih memilih bunuh diri daripada terkenal sebagai siswi pembuat onar.
Aku gak bakal mau sekolah lagi kalau Bu Dea ngasih tuh kertas legend. Mending pindah sekolah!
Terdengar suara derap langkah kaki yang sangat ribut. Seolah disengaja agar mengganggu siapapun yang mereka lewati. Itu adalah geng kakak kelas yang kemarin nyaris baku hantam dengan Isvara, mereka tergelak dengan suara keras, mengganggu kenyamanan seisi kelas.
Ketua pasukan oranye, si gemoy nomor 1 pun dongkol. Dia menggebrak jendela yang dilewati para kakak kelas sampai salah satunya menggebrak jendela balik.
Wajah Lail terlanjur masam melihatnya.
Ini antara mereka yang resek atau temen sekelasku yang emosinya pendek.
Lail merasa jika kehidupan sekolahnya tidak akan seindah yang dia lihat di sinetron dan drama. Ini kelas terburuk yang pernah dia masuki seumur hidupnya. Parahnya lagi, mereka tidak akan mengacak kelas sampai lulus.
Aku masih berharap...
TBC