Hamil tanpa seorang suami karena diperk0sa, itu AKU!
Tidak tahu siapa Ayah dari anakku, itu AKU!
Seorang anak kecil selalu dipanggil ANAK HARAM itu PUTRAKU!
Apa aku akan diam saja saat anakku dihina?! Oh tidak! Jangan panggil aku seorang IBU jika membiarkan anakku dihina!
Jangan panggil Putraku ANAK HARAM!
Lantas, akankah suatu hari wanita itu bisa bertemu dengan Ayah kandung dari putranya?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Rere ernie, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
24. Tidak Mau Menyakitinya Lagi.
Setelah mendengar penjelasan dari Dokter Elise, Keindra semakin merasa bersalah. Ternyata dirinya lah yang menjadi faktor pemicu panic attack pada Alsya.
Keindra berdiri dan menatap taman dari balkon kamar, ia menatap ke satu titik di kejauhan. "Seharusnya aku bersyukur bukan? Meski rumah tanggaku hancur, aku dipertemukan dengan anak kandungku? Anak dari hasil buah kebejatan ku? Harusnya aku merelakan Alsya... tapi kenapa ada rasa sakti di hatiku. Alsya hanya ibu dari anakku, aku bahkan baru mengenalnya. Tapi kenapa, perasaan ku kacau seperti ini?!"
Keindra mencengkram pinggiran pagar balkon, setitik air mata jatuh. Ia telah terlambat mencari keberadaan Alsya 8 tahun lalu, kini penyesalan begitu menc3k1knya.
"Aku harus pergi dari sini... demi Alsya! Aku ingin dia sembuh sepenuhnya! Jika aku masih satu tempat dengannya, ada kemungkinan kami akan bertemu dan Alsya akan takut kembali padaku. Enggak! Aku nggak mau menyakitinya lagi! Cukup selama 8 tahun ini dia terluka dan hidup sengsara karena aku. Aku harus pergi...!"
Keindra menelepon Brian agar datang ke kamarnya.
Tak berapa lama Brian masuk ke dalam kamar, pria yang menjadi orang kepercayaan di rumah itu berjalan ke arah balkon dimana Keindra masih berdiri.
"Ada apa?"
"Aku ingin menangani perusahaan yang berada di Jerman, kau urus kepergian ku hari ini juga! Mungkin... aku nggak akan pernah kembali kesini lagi, Brian."
Brian menghela nafas pelan, "Jangan ambil keputusan dengan gegabah, Ayahmu baru saja memintaku mengurus pesta penyambutan Ammar sebagai anggota baru di rumah. Di pesta itu... Tuan besar akan memperkenalkan Ammar sebagai putramu, meksipun anak diluar nikah tapi Tuan besar bilang, dia tidak malu mengakui Ammar sebagai cucunya. Kau harusnya bersyukur, Tuan besar menerima perbuatan mu dan mengakui Ammar sebagai cucunya. Jika kau ingin pergi... setidaknya setelah pikiran mu jernih. Kau juga masih harus menghadiri sidang perceraian mu dengan Gina."
"Mengenai sidang perceraian, kau urus saja dengan pengacara. Mengenai pesta Ammar, aku akan datang saat waktunya tiba. Tapi sekarang... selain ingin menghindari Alsya agar wanita itu tidak terserang kepanikan lagi saat bertemu dengan ku dan dia tak tersakiti lagi olehku, aku juga harus menata kembali hatiku yang hancur oleh pengkhianatan Gina dan juga... aku harus berusaha mengikhlaskan Alsya menikah dengan adikku sendiri." Keindra tetap teguh dengan keinginannya.
"Oke! Tapi bukan ke luar negeri... Aku akan siapkan Apartemen milikmu, sebaiknya untuk sementara kau tinggal disana! Jika kau keluar negeri... kau akan terlihat seperti pengecut! Sekali lagi kau ingin lari dari tanggung jawab, heh?" ledek Brian.
Keindra menatap tajam Brian, "Apa maksud mu lari dari tanggung jawab ku lagi? Aku nggak punya tangung jawab lagi, bukan? Papa bilang aku harus menikahi Alsya untuk mempertanggung jawabkan perbuatanku! Tapi... kini tangung jawab itu sudah gugur dengan Arya menikahi Alsya! Tanggung jawab apalagi?!"
"Anakmu! Kau bertanggung jawab mendidik nya dan menyayanginya sebagai Ayah kandungnya Ammar! Ganti masa-masa 7 tahun anak itu yang tanpa kehadiran seorang Ayah, berikan semuanya yang tidak kau berikan selama 7 tahun ini pada anakmu! Sejak dia dilahirkan sampai sebesar sekarang, anakmu kekurangan kasih sayang dan uang!"
Keindra tertegun mendengar jawaban dari Brian, karena merasa kecewa dan sakit hati ia bahkan melupakan hal penting di hidupnya saat ini. Anaknya! Bocah lucu dan pintar, bahkan sangat tampan seperti dirinya!
"Sial! Hampir saja... Aku kembali bodoh! Untung kau mengingatku, Brian! Thanks...."
Brian tersenyum tipis, "So...??? Pilihanmu, Apartemen?"
Keindra mengangguk.
"Hari ini aku ingin segera pindah! Kau benar... meski aku gagal bertanggung jawab pada Alsya, setidaknya aku nggak mau gagal jadi Ayah terbaik untuk Ammar." Keindra menghela nafas lega, sedikit mengambil sisi positif dari kejadian beberapa hari ini.
"Aku siapkan unit mu sekarang, sekalian aku akan menghubungi party decorations untuk acara seminggu lagi penyambutan Ammar. Aku pergi!"
Brian menepuk bahu Keindra kemudian berlalu.
Drrrrrrrrtt...
Ponsel Keindra bergetar dalam mode silent, pria itu mengangkat nya. Keindra mengenali nomer yang memanggil, hatinya diliputi kecemasan. "Halo, apa terjadi sesuatu dengan Mama?"
"Apa?!"
BIP!
Keindra mematikan ponsel, membalikkan tubuh dan berlari keluar kamar menuju rumah sakit jiwa.
.
.
Brian pergi ke Apartemen yang akan ditempati Keindra, saat membuka pintu unit apartemen pintu unit penghuni lain di samping terbuka memunculkan sosok seorang wanita yang familiar.
Dia? Astaga! Aku lupa dari informasi, wanita ini memang mempunyai apartemen di gedung ini... tak menyangka akan bertetangga dengan Tuan muda Keindra! Apa ini yang namanya jodoh tertukar? Brian terkekeh dalam hatinya merasa lucu.
"Halo? Anda penghuni baru, Tuan?" tanya Felicia.
"Saya hanya seorang suruhan, Nona. Tuan muda saya yang akan tinggal disini, saya titip dia ya Nona... soalnya dia Duda yang sedang patah hati."
Felicia tercengang, baru pertama kali ia bertemu dengan seseorang yang begitu blak-blakan dan sok akrab.
"Ah... s-saya tidak janji, Tuan. Apalagi penghuninya seorang lelaki, saya tidak terbiasa mudah akrab apalagi harus ikut mengurusi kehidupan nya. Maaf... tapi saya menolak permintaan Anda." Felicia berkata dengan tegas, "Saya permisi, semoga Tuan muda Anda betah tinggal disini."
Brian tertohok, ia terlalu antusias ingin menjodohkan Keindra dan Felicia sampai ia lupa jika Felicia tidak mengenal dirinya meskipun ia mengenal Felicia dari penyelidikan saat wanita itu akan dijodohkan dengan Arya.
Brian mengg4ruk kepalanya yang tidak gatal, dia memandang punggung Felicia yang berjalan ke arah lift.
Sementara Felicia menunggu lift terbuka dengan tubuh berdiri di depan pintu, ia melirik ke arah Brian dan tersenyum simpul merasa tertarik pada lelaki yang menurutnya apa adanya.
Apa aku bisa bertemu dengannya lagi? Felicia masih mencuri-curi pandang ke arah Brian, pria yang tampak gagah dan tentu saja tak kalah tampan dari Arya dan Keindra.