Apakah anda mengalami hal-hal tak wajar disekitar anda?
Seperti suara anak ayam di malam hari yang berubah menjadi suara wanita cekikikan? Bau singkong bakar meskipun tidak ada yang sedang membakar singkong? Buah kelapa yang tertawa sambil bergulir kesana-kemari? Atau kepala berserta organnya melayang-layang di rumah orang lahiran?
Apakah anda merasa terganggu atau terancam dengan hal-hal itu?
Jangan risau!
Segera hubungi nomor Agensi Detektif Hantu di bawah ini.
Kami senantiasa sigap membantu anda menghadapi hal-hal yang tak kasat mata. Demi menjaga persatuan, kesatuan, dan kenyaman.
Agensi Detektif Hantu selalu siap menemani dan membantu anda.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Eko Arifin, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Chapter 3 - Kinanti
Ardian tertegun setelah mendengar jawaban Neng Kinanti. Tiada sebiji jambupun ada niat terselubung di dalam senyumannya. Tugas yang diberikan oleh tuannya terdahulu untuk menjaga "Barang Berharga", namun setelah beliau telah tiada arti "Barang Berharga" tersebut pun lambat laun telah berubah.
Dari yang "Menjaga" berubah arti menjadi "Melindungi".
Arti "Barang Berharga"nya tertunjuk kepada "Keluarga" di rumah ini.
Jujur saja, Ardian sedikit terkejut akan niat Neng Kinanti untuk melindungi keluarga pak Santosa.
Niat itu tidak datang dari tuan yang telah menenamnya, melainkan niat tulus dari lubuk hatinya yang terdalam.
"Bentar, bentar, bukannya gue gak nyambung ya, cuma pengen tau aja, alasan Neng Kinanti ingin melindungi pak Santosa dan sekeluarga itu apa?" tanya Ardian karena tidak ingin gegabah dalam urusan ini.
"Mereka orang-orang baik bang. Saya lihat mereka itu senang membantu sesama, rajin beribadah, keluarga yang harmonis, humoris, dan tidak suka neko-neko, serta anak-anaknya pun patuh dan tidak membangkan." jelas Kinanti dengan senyum kecilnya.
Setuju dengan penjelasan Neng Kinanti, Ardian mengangguk pelan. Energi positif di seluruh ruangan di rumah ini sudah cukup menjadi bukti yang absolut.
"Saya menyakini bahwa orang-orang baik seperti pak Santosa dan sekeluarga adalah orang-orang yang harus di lindungi karena ada juga orang-orang yang tidak suka dengan keluarga ini" lanjut Kinanti sambil menyisir rambut panjangnya dengan belaian tangannya.
"Jika pak Santosa merasa terganggu akan kehadiranmu, dan dia ingin mengusirmu. Bagaimana pendapat Neng Kinanti?" tanya Ardian yang masih ingin mengupas reaksi sosok di depannya.
"Saya sih gak ada masalah. Karena Buhul itu, saya juga tidak bisa leluasa pergi begitu saja. Tetapi kalau bisa, saya juga ingin tetap di sini. Udah nyaman mas dengan kondisi sekarang." jawab Kinanti tanpa berhenti menyisir rambutnya.
"Nyaman bagaimana? Apa karena udah lama berada di sini atau-"
"Bukan begitu mas. Saya suka aja melihat kebaikan-kebaikan yang telah di lakukan oleh keluarga pak Santosa, terutama sama si Eneng, anak perempuannya"
"Maksud loe?"
"Saya selalu merasakan ketenangan setiap mendengar dia melantunkan ayat-ayat kitab suci, jadi udah betah aja di sini tetapi kalau pak Santosa tidak berkenan, saya pun rela jika harus pindah."
Neng Kinanti mengingat hari-hari dimana anak perempuan pak Santosa melatunkan ayat-ayat Al-Qur'an di rumah ini yang membuatnya tenang dan damai.
Jujur, kebanyakan makhluk ghaib yang Ardian temui, mereka lebih memilih mementingkan ego mereka sendiri, hanya sebagian kecil yang dia temui bisa dengan lapang dada melepas wilayah yang telah mereka huni.
Ardian berasumsi, energi-energi positif inilah yang berperan penting untuk perubahan Kinanti yang membuatnya yakin, jika sosok ini di usir, dia akan kembali ke sifat awalnya.
Tanpa pak Santosa sadari, mereka itu peran penting dalam kehidupan Neng Kinanti.
"Ya sudah, nanti saya coba berdiskusi dengan pak Santosa. Mungkin ada solusi yang terbaik untuk kalian berdua." ucap Ardian memberi harapan.
"Yang bener mas!?" Kinanti yang kelewat bahagia yang membuatnya berdiri dan membungkuk ke depan, wajah pucatnya yang bagaikan mayat itu hanya beberapa centimeter di depan muka Ardian.
"Iya, nanti keluh kesahmu akan ku sampaikan kepada beliau." Ardian menahan dirinya sekuat mungin untuk tidak memberikan tamparan keras ke muka Kinanti.
"Hihihihihihihi..." tawa Kinanti pecah karena kegirangan tetapi membawa kengerian penusuk hati bagi yang mendengarnya.
Plak!
"Wanjir! Kenapa kau gampar aku lagi bang!? Sakitlah ini!" pekik Kinanti setelah tersungkur ke lantai.
"Udah gue bilang gak usah pake ketawa! Bikin kuping gue sakit aja."
"Ini manusia ringan kali tangannya. Hati-hati kalau udah punya istri sama anak bang. Jangan dikit-dikit main gampar. Kasihan..." kata Kinanti sambil mengelus-elus pipinya yang kembali sakit.
"Iya deh iya." kemudian Ardian berdiri dari tempat duduknya.
"Gue mau ngobrol dulu sama pak Santosa perihal masalah ini. Loe sembunyi dulu dan inget, gak usah pake acara ketawa-ketiwi apalagi nangis. Mereka masih awam soal urusan kayak gini." pinta Ardian sebelum berjalan kearah pintu depan.
"Siap bossku!" sahut Kinanti sambil memberikan hormat dengan tegap layaknya seorang tentara sebelum perlahan menghilang bagai asap putih yang di tiup angin.
Ardian pun melangkah keluar rumah dan menemui pak Santosa yang sedang berpelukan dengan istrinya bagaikan Teletubbies.
"Ada apa pak, bu? Kok kaya ketakutan gitu?" tanya Ardian basa basi meskipun sudah tahu alasannya.
"Lah? Masnya gak denger tadi suara perempuan cekikikan?" Pak Santosa bercerita sambil bergidik setelah mendengar kengerian suara cekikikan Kinanti.
"Iya mas. Suaranya ngeri, pake banget lagi. Masnya gak takut?" tanya si Ibu.
"Maaf ya pak, bu, sudah saya bilangin tuh dhemit jangan ketawa cuman ya, udah kodratnya Neng Kinanti begitu. Mohon dimaklumi." jelas Ardian yang sedikit tertawa karena lucu aja lihat reaksi pak Santosa berserta istri.
"Neng Kinanti?" tanya sepasang suami istri itu serentak.
"Iya pak, bu, itu nama sosok wanita di dalam rumah dan saya sedikit mengerti tentang masalah di sini. Kalau boleh, bisa kita berbicara sebentar?"
Sepasang suami istri itu setuju dan duduk di kursi teras rumah bersama dengan Ardian.
"Jadi gini pak, Neng Kinanti ini sama sekali tidak ada niat untuk jahil dan mengganggu keluarga bapak." ucap Ardian membuka intro untuk diskusi.
"Tapi mas, kalau tidak punya niat begitu kenapa susah di usir. Orang-orang pinter yang kemarin saya panggil tidak ada yang berhasil." sahut pak Santosa memberi keterangan.
"Ada beberapa kemungkinan pak, yang pertama, karena memang sulit sekali untuk menemukan titik di mana sosok ini berasal, yang kedua, orang pinter yang bapak undang tidak memahami bahasa Mantra yang ada di Buhul tersebut."
"Buhul?" tanya Ibu menyaut.
"Buhul itu benda yang di jadikan medan sihir pak, bu. Teknik Buhul sudah ada sejak jaman dahulu, lebih tepatnya di jaman Babylonia. Salah satunya untuk menanam makhluk ghoib." jelas Ardian.
"Jadi maksud mas, ada yang menanam sosok perempuan itu di rumah saya?!" tanya pak Santosa kaget.
"Iya pak, bu. Kalau saya lihat dari jenis Buhul dan Mantranya, kemungkinan Neng Kinanti sudah ada di sini sejak abad ke-12... tetapi ini masih spekulasi saya pribadi."
"Buju buneng. Selama itu!?"
"Pantes susah di usir, orang udah dari dulu dia di sini." ucap si Ibu.
"Maaf ya pak, bu, saya potong. Neng Kinanti tidak keberatan di pindahkan, itu hasil setelah saya berkomunikasi dengan dia, cuman-" Ardian diam tidak melanjutkan perkataannya untuk melihat reaksi suami istri tersebut.
"Cuman apa mas? Butuh darah ayam? Kembang tujuh rupa? Atau sesajen? Tak sudi kalau itu persyarataan mas! Lebih baik saya di ganggu daripada harus berbuat yang tidak sesuai dengan ajaran saya! ucap pak Santosa tegas yang membuat Ibu terbelalak
"Ta-tapi pak, Ibu takut."
"Gak ada tapi-tapi bu! Toh selama dua bulan kita pindah ke sini! Tidak ada yang terluka!"
"Yah, bapak ini gimana. Kan jadi horror rumah kita."
"Gak masalah bu! Asal kita tetap teguh beribadah dan mengingat Allah! Karena hanya pada-Nya kita memohon perlindungan bu."
"Ya udah deh, Ibu nurut bapak aja."
Ardian terkekeh mendengar jawaban pak Santosa yang membuat suami istri tersebut kebingungan.
"Kok masnya ketawa? Ada yang lucu?" tanya pak Santosa yang sedikit marah mendengar tawa ejek Ardian.
"Lucu aja pak, gimana tidak? Bapak ini bisa bilang begitu tapi tetep aja manggil orang pintar buat ngusir itu hantu."
"Saya berikhtiar mas, dan bila orang pintar itu meminta sesuatu yang sudah saya sebutkan tadi. Sayapun tak sudi menurutinya!" jawab Pak Santosa dengan lantang.
Di sisi lain Ardian kagum dengan prinsip pak Santosa yang membuatnya sedikit menundukan kepalanya, menghormati pak Santosa layaknya yang muda menghormati yang tua.
"Mohon maaf atas ketidaksopanan saya pak. Saya sengaja memancing reaksi bapak seperti apa."
"Maksud masnya gimana?"
"Banyak orang yang melenceng dari ajaran agama hanya untuk menuruti keinginan mereka. Seperti minta perlindungan, pesugihan, santet, dan lain-lain. Karena itu, profesi dukun masih eksis bahkan di jaman modern seperti sekarang." Ardian menjelaskan maksud dari memancing reaksi bapak Santosa.
"Orang-orang seperti bapaklah yang bisa menekan profesi dukun. Karena rendahnya rasa percaya kepada Tuhan, manusia mudah di goyahkan oleh hal-hal duniawi."
Ardianpun selesai menjelaskan maksudnya. Dia sangat menghormati orang-orang seperti pak Santosa yang berpegang teguh atas ajaran agamanya.
"Lha terus maksud mas "cuman" itu gimana ya? Kok bapak gak nyambung."
"Maksudnya pak, Neng Kinanti ini sudah betah tinggal di rumah bapak, meskipun begitu, dia berkenan di pindahkan jika bapak tidak suka akan kehadirannya." jelas Ardian.
"Waduh, gimana ini pak? Udah betah katanya. Ibu takut kalau di pindahkan nanti bisa kembali ke rumah atau jadi benci sama keluarga kita." kata Ibu sambil merangkul tangan bapak karena takut hal-hal tak diinginkan terjadi ke depannya.
"Bapak juga gak tau, bu. Ini masnya bikin bingung. Gak ngasih solusi yang sat set sat set, terus beres gitu." ucap bapak yang sedikit mengejek Ardian tetapi dia tidak marah sama sekali.
"Bapak mau solusi?" tanya Ardian.
"Ya jelas lah mas, masa ya jelas dong."
"Ya sudah, mari ke dalam rumah, saya ajak bapak dan ibu untuk musyawarah mufakat dengan Neng Kinanti." ajak Ardian dengan senyum kecilnya.
"Wong edan!"
"Bapak baru tahu ya..." ucap Ardian santai.
Setelah beberapa waktu menolak solusi dari Ardian, pak Santosa berserta istrinya pun akhirnya menyetujui usulannya untuk bermusyawarah dengan Kinanti, tetapi dengan syarat Ardian yang menjadi perantara di antara mereka, yang otomatis keselamatan keluarga pak Santosa menjadi tanggung jawabnya.
Mereka bertiga melangkah perlahan ke arah pintu tetapi pak Santosa dan istrinya masih gemetar ketakutan.
"Bapak yakin mau menemui sosok perempuan itu?" tanya Ibu yang merangkul tangan kanan suaminya.
"Iya, bu, biar semua jelas, kalau gak gini, nanti malah menjadi ketakutan yang berlebihan. Hanya kepada-Nya kita harus takut bu, bukan kepada bangsa Jin." jawab pak Santosa sambil mengumpulkan keberaniannya.
"Tapi tetep aja ngeri pak..."
"Tenang pak, bu, Neng Kinanti bisa di ajak musyawarah dengan baik. Saya tidak mendapati kesulitan yang berarti saat berkomunikasi denganya." ucap Ardian, mencoba menenangkan pasangan suami istri tersebut.
Sepasang suami istri itu menangguk dan berhenti di depan pintu bersama Ardian.
"Mari berdo'a dulu pak, bu, agar di lancarkan urusan kita." pinta Ardian yang di setujui pak Santosa berserta Istra sebelum mereka memejamkan mata dan perlahan membuka pintu dan masuk ke dalam rumah.
"Good morning people!"
"AAAAAAHHHHH!" pak Santosa dan istrinya teriak sekencang-kencangnya saat Neng Kinanti muncul di hadapan mereka secara tiba-tiba.
"AAAAAAHHHHH!" Ardian kaget akibat teriakan pasangan suami istri tersebut.
"AAAAAAHHHHH!" Kinanti pun ikut kaget mendengar teriakan keras mereka bertiga.
"AAAAAAHHHHH!" dan mereka pun berteriak bersama-sama.
Plak!
"Pantteekkk!" teriak Kinanti yang sudah tertampar dan tersungkur ke lantai.