Di dunia yang dikendalikan oleh faksi-faksi politik korup, seorang mantan prajurit elit yang dipenjara karena pengkhianatan berusaha balas dendam terhadap kekaisaran yang telah menghancurkan hidupnya. Bersama dengan para pemberontak yang tersembunyi di bawah tanah kota, ia harus mengungkap konspirasi besar yang melibatkan para bangsawan dan militer. Keadilan tidak lagi menjadi hak istimewa para penguasa, tetapi sesuatu yang harus diperjuangkan dengan darah dan api.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Khairatin Khair, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
16
Ares duduk sendirian di ruang dalam Perpustakaan Tersembunyi, jauh dari rekan-rekannya yang sedang memulihkan diri setelah pertempuran melawan para penjaga bayangan. Pikirannya masih dipenuhi oleh apa yang baru saja ia temukan—dan oleh kekuatan gelap yang kini tumbuh di dalam dirinya. Artefak yang berdenyut di tangannya terasa semakin berat, seolah-olah kegelapan di dalamnya terus mencoba mengambil alih kendali.
Liora, yang baru saja kembali dari memeriksa area di sekitar perpustakaan, mendekatinya dengan langkah hati-hati. "Ares, kita harus segera bergerak," katanya, suaranya tegas namun penuh perhatian. "Penjaga bayangan mungkin kembali. Kita tidak bisa tinggal di sini lebih lama lagi."
Ares mengangkat kepalanya, matanya tampak lelah. "Aku tahu," gumamnya. "Tapi ada sesuatu yang tidak bisa aku abaikan. Setiap kali aku menggunakan kekuatan ini, semakin sulit untuk mengendalikannya."
Liora duduk di sebelah Ares, menatapnya dengan ekspresi penuh rasa empati. "Kita sudah terlalu jauh, Ares. Aku mengerti kekhawatiranmu, tapi tanpa kekuatan itu, kita tidak akan bisa melawan bayangan yang lebih besar yang akan datang."
Ares terdiam. Ia tahu Liora benar. Tetapi setiap kali ia menggunakan artefak itu, ia bisa merasakan batas antara dirinya dan kegelapan semakin kabur. Sejak dia menyentuh gulungan kuno di altar, rahasia besar tentang asal usul Valyria telah membebani pikirannya. Kekaisaran ini dibangun di atas perjanjian gelap, dan kekuatan yang tersembunyi di balik bayang-bayang itu terus berusaha bangkit.
"Aku merasa seperti...," Ares memulai, tetapi tidak menyelesaikan kalimatnya. Matanya menatap artefak di tangannya, mencoba memahami rasa takut yang terus tumbuh di dalam dirinya. "Aku merasa seperti sesuatu di dalam artefak ini terus menarikku ke dalam. Aku takut bahwa suatu saat nanti aku tidak akan bisa keluar lagi."
Liora menatapnya dengan serius. "Lalu, apa yang kau rencanakan? Apa kau benar-benar ingin menghancurkan kunci itu, atau...?"
Ares terdiam sejenak sebelum menjawab, "Aku ingin menghancurkannya. Tapi aku tahu bahwa jika kita tidak hati-hati, kegelapan yang tersembunyi dalam kekaisaran ini bisa lepas sebelum kita siap."
Liora menyentuh bahunya dengan lembut. "Kau tidak harus melakukan ini sendirian, Ares. Kita semua di sini bersamamu."
Ares tersenyum kecil, meskipun rasa berat di hatinya tetap ada. "Aku tahu. Tapi pertempuran ini... terasa seperti pertarungan yang harus aku selesaikan sendiri."
---
Beberapa jam kemudian, kelompok kecil pemberontak meninggalkan Perpustakaan Tersembunyi. Tujuan mereka berikutnya adalah Benteng Akhir, sebuah reruntuhan di pegunungan utara yang dipercaya sebagai tempat di mana kunci-kunci lainnya disembunyikan. Menurut legenda, benteng itu dulunya merupakan pusat kekuatan bagi para kaisar pertama Valyria—tempat di mana mereka memulai ritual sihir gelap untuk menguasai kekaisaran.
Perjalanan mereka melewati hutan dan pegunungan semakin sulit, tidak hanya karena medan yang terjal, tetapi juga karena perasaan bahwa mereka terus diawasi. Ares bisa merasakan aura kegelapan semakin kuat setiap kali mereka mendekati tujuan mereka. Artefak di tangannya mulai berdenyut lebih kuat, seolah-olah merespons kehadiran kekuatan yang lebih besar di dekat mereka.
"Tempat ini terasa... hidup," gumam salah satu prajurit pemberontak yang berjalan di belakang Ares. "Aku tidak suka perasaan ini."
Liora menoleh, mengamati sekeliling dengan waspada. "Kita harus tetap fokus. Ini hanya awal."
Ketika mereka akhirnya tiba di Benteng Akhir, suasana berubah menjadi semakin mencekam. Benteng itu tampak seperti reruntuhan biasa, tetapi ada sesuatu yang aneh di udara—seperti bisikan halus yang menyelubungi mereka, datang dari celah-celah tembok yang sudah hancur.
Ares memimpin kelompoknya masuk ke dalam benteng, setiap langkah mereka bergema di antara reruntuhan. Di tengah-tengah benteng itu, mereka menemukan sebuah altar batu yang serupa dengan yang ada di Perpustakaan Tersembunyi. Namun, kali ini, aura sihir yang mengalir dari altar itu jauh lebih kuat—lebih gelap dan lebih menakutkan.
"Ini dia," kata Ares dengan suara rendah. "Kita sudah dekat."
Liora memeriksa sekeliling altar, mencoba menemukan petunjuk tentang kunci yang mereka cari. "Jika ada kunci lain yang disembunyikan di sini, kita harus menemukannya sebelum bayangan menyerang lagi."
Ares mendekati altar itu dan meletakkan artefak yang ia bawa di atas batu. Begitu benda itu menyentuh altar, seluruh benteng mulai bergetar. Sebuah cahaya hitam memancar dari artefak, dan dari dalam tanah muncul bayangan-bayangan gelap yang bergerak dengan cepat, seolah-olah mereka telah menunggu saat ini selama berabad-abad.
"Ini jebakan!" teriak salah satu prajurit, menghunus pedangnya dengan cepat.
Namun, Ares tahu bahwa bayangan ini berbeda dari yang mereka hadapi sebelumnya. Bayangan-bayangan ini tampaknya bukan hanya penjaga, melainkan bagian dari kekuatan yang terikat pada kunci-kunci kuno tersebut. Mereka bergerak dengan cara yang jauh lebih mengancam, mengelilingi Ares dan kelompoknya seperti lingkaran yang tak terputus.
"Ares, kita tidak bisa melawan mereka!" seru Liora, pedangnya terhunus, tapi jelas sia-sia melawan musuh yang tak tersentuh.
Ares menatap bayangan-bayangan itu dengan tajam, lalu kembali memfokuskan perhatiannya pada artefak yang masih berdenyut di atas altar. "Aku tahu," katanya pelan, "tapi ini adalah satu-satunya cara."
Dengan cepat, Ares menggenggam artefak itu dan membiarkan kekuatan gelap di dalamnya meledak keluar. Cahaya hitam memancar dari tubuhnya, menciptakan gelombang energi yang menghantam bayangan-bayangan di sekelilingnya. Namun, kali ini, Ares merasakan sesuatu yang berbeda. Energi itu semakin sulit dikendalikan, seolah-olah kegelapan di dalam artefak itu mulai menguasai dirinya.
"Ares, hentikan!" teriak Liora, suaranya penuh ketakutan. "Kau akan kehilangan kendali!"
Tapi Ares tidak bisa mendengarnya. Kekuatan yang ada di dalam dirinya semakin besar, dan kegelapan itu mulai mengaburkan pikirannya. Suara-suara dari dalam artefak semakin keras, menggema di kepalanya, memaksanya untuk melepaskan lebih banyak kekuatan.
"Serahkan dirimu pada kami," bisik suara dari dalam artefak. "Kekuatan ini adalah takdirmu. Kau tidak bisa melarikan diri."
Ares merasakan dirinya semakin tenggelam dalam kegelapan, dan untuk pertama kalinya, dia meragukan apakah dia benar-benar bisa keluar dari lingkaran ini. Namun, di saat terakhir, dia mendengar suara lain—suara yang lebih lembut, lebih menenangkan. Cahaya dari wanita berambut putih yang ia temui di medan pertempuran sebelumnya muncul kembali dalam pikirannya, membawa secercah harapan.
"Kau tidak sendirian, Ares," suara wanita itu terdengar. "Temukan keseimbangan di dalam dirimu. Jangan biarkan kegelapan mengendalikanmu."
Dengan susah payah, Ares mencoba menarik dirinya kembali. Dia berfokus pada cahaya itu, mencoba mengingat keseimbangan yang telah dia pelajari sebelumnya. Perlahan, cahaya hitam yang menyelimuti dirinya mulai memudar, dan bayangan-bayangan di sekeliling mereka menghilang.
Liora berlari mendekatinya, membantunya tetap berdiri. "Ares, kau baik-baik saja?"
Ares mengangguk pelan, meskipun napasnya masih tersengal. "Aku... aku baik-baik saja. Tapi kita harus menemukan cara untuk menghancurkan kunci ini sebelum aku benar-benar kehilangan kendali."
Liora menatap Ares dengan cemas, tetapi juga dengan keyakinan. "Kita akan menemukan cara, Ares. Bersama-sama."
---
cerita othor keren nih...