Andrian, seorang pria sukses dengan karir cemerlang, telah menikah selama tujuh tahun dengan seorang wanita yang penuh pengertian namun kurang menarik baginya. Kehidupan pernikahannya terasa monoton dan hambar, hingga kehadiran Karina, sekretaris barunya, membangkitkan kembali api gairah dalam dirinya.
Karina, wanita cantik dengan kecerdasan tajam dan aura menggoda yang tak terbantahkan, langsung memikat perhatian Andrian. Setiap pertemuan mereka di kantor terasa seperti sebuah permainan yang mengasyikkan. Tatapan mata mereka yang bertemu, sentuhan tangan yang tak disengaja, dan godaan halus yang tersirat dalam setiap perkataan mereka perlahan-lahan membangun api cinta yang terlarang.
Andrian terjebak dalam dilema. Di satu sisi, dia masih mencintai istrinya dan menyadari bahwa perselingkuhan adalah kesalahan besar. Di sisi lain, dia terpesona oleh Karina dan merasakan hasrat yang tidak terkonfirmasi untuk memiliki wanita itu. Perasaan bersalah dan keinginan yang saling bertentangan.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon sorekelabu [A], isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 3
Bab 3: Terjebak di Dalam Lift
Andrian menekan tombol lift dengan sedikit kehilangan sabar. Hari itu sudah cukup melelahkan. Rapat yang panjang dan tidak ada ujungnya, ditambah dengan tumpukan pekerjaan yang terus menggunung. Dia hanya ingin kembali ke kantornya dan menyelesaikan beberapa laporan sebelum pulang.
Ketika pintu lift akhirnya terbuka, dia melangkah masuk sambil memeriksa ponselnya, berharap tidak ada email urgent yang harus segera ditangani.
Karina, sekretarisnya, menyusul masuk ke dalam lift dengan membawa beberapa berkas yang harus diserahkan kepada Andrian.
"Selamat siang, Pak Andrian," ucap Karina sambil tersenyum, menggeser rambutnya yang tergerai ke belakang telinga. "Ada yang bisa saya bantu sebelum Anda pulang?"
"Tidak untuk saat ini. Terima kasih, Karina," jawab Andrian, tidak mengalihkan pandangannya dari layar ponsel.
Tiba-tiba, lift berhenti mendadak. Lampu-lampu di dalam menggantung redup sejenak sebelum kembali stabil, tetapi lift tidak bergerak. Andrian menekan tombol-tombol dengan cepat, tetapi tidak ada respon. Keduanya terjebak.
"Kenapa lift ini tidak bergerak?" tanya Karina, sedikit panik saat dia menunggu suara mesin berderak kembali.
Andrian menatap layar ponsel yang tidak menunjukkan sinyal. "Sepertinya kita terjebak. Saya akan tekan tombol darurat."
Saat Andrian menekannya, lift tetap tak bergeming. Dalam situasi tegang itu, tanpa disangka-sangka, gedoran asing yang parah terjadi, dan lift bergoyang sedikit. Karina yang berdiri di samping Andrian reflek bergerak maju, satu tangannya menggenggam berkas-berkasnya dan tangan lainnya meraih lengan Andrian dengan erat.
Dalam hitungan detik, tubuhnya dipeluk hangat oleh Andrian, yang juga terkejut oleh situasi tersebut.
Satu detik berlalu, kemudian dua detik, ketika mereka saling berpandangan dalam keheningan. Karina merasa wajahnya memanas. Dia berusaha mengalihkan pandangan, tetapi itu malah membuat kedekatan mereka semakin intens. Hanya ada suara detak jantung yang terdengar di antara mereka.
"Maaf," bisik Karina, mencoba untuk mundur, tetapi Andrian menangkap tubuhnya, tidak ingin melepaskan saat situasi tidak menentu seperti ini.
"Tidak masalah," jawab Andrian, nadanya lebih lembut daripada yang dia duga. "Ini situasi darurat."
Hati Karina berdetak lebih cepat. Setiap detak jantungnya terasa jelas dan kuat saat dia merasakan kehangatan tubuh Andrian. Tidak bisa dipungkiri, ada magnet tak terlihat di antara keduanya, dan dalam keheningan lift, keintiman itu semakin terasa.
Karina mencoba berpikir rasional. Dia adalah sekretaris, dan Andrian adalah bosnya. Sebuah garis yang seharusnya tidak pernah dilanggar. Namun, saat ini, semua aturan itu seolah menghilang seiring dengan kedekatan mereka.
"Seharusnya kita bicara tentang ini setelah kita keluar," kata Andrian, seolah membaca pikirannya. "Kita tidak tahu berapa lama kita akan terjebak di sini."
Karina mengangguk, canggung dengan kata-kata yang baru saja diucapkan Andrian. Namun, saat mereka terjebak dalam momen itu, rasa ketegangan dan keinginan tumbuh dalam diam.
Tiba-tiba, suara interkom berbunyi dan menyelamatkan mereka dari kebisuan. "Kami sedang dalam proses memperbaiki lift. Silakan tunggu sebentar."
"Semoga tidak lama," kata Andrian, sedikit lega. Tetapi dalam hati, dia merasa bingung dengan perasaannya saat itu.
Keduanya terdiam, tetapi tidak bisa mengalihkan pandangan dari satu sama lain. Dalam hati, baik Andrian maupun Karina tahu bahwa momen ini akan menjadi titik balik dalam hubungan mereka. Naungan kasih yang tak terucap dan permainan antara atasan dan bawahan akan diuji segera setelah mereka keluar dari lift.
Dan saat lift akhirnya kembali bergerak, keduanya tahu bahwa mereka tidak akan pernah melihat satu sama lain dengan cara yang sama lagi.
heheheh mF cmn sekedar.....
asli sakit aku baca nya nasib melindaaa
dn Adrian buta