Raisa terpaksa menikah dengan Adam, bodyguard dari Papanya sendiri, karena insiden di satu malam yang telah di rencanakan pesaing partai Papanya.
Posisi Papanya yang menjadi orang momor satu dari sebuah partai politik membuat Raisa terpaksa menerima pernikahan yang sama sekali tidak pernah ia inginkan itu demi menyelamatkan Papanya juga nama baiknya sendiri karena foto-foto vulgarnya itu telah di sebar luaskan oleh orang tak di kenal.
Namun bagaimana Raisa yang keras kepala dan sombong itu menerima Adam sebagai suaminya sedangkan Raisa sendiri selalu menganggap Adam hanyalah penjilat dan pria yang mengincar harta Papanya saja.
Rasa bencinya pada Adam itu tanpa sadar telah menyakiti hati pria yang menurutnya kaku dan menyebalkan itu.
Bagaimana juga Raisa berperang melawan hatinya yang mulai tertarik dengan sosok Adam setelah berbagai kebencian ia taburkan untuk pria itu??
mari ikuti perjalanan cinta Raisa dan Adam ya readersss...
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon santi.santi, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Maafkan aku
"Mas, bisa bicara sebentar??"
Adam mengangguk, melepaskan tangan Raisa yang memegang pergelangan tangannya, lalu berbalik kembali duduk di sofa.
Sementara, Raisa harus berkali-kali menarik nafasnya dengan dalam, saat mengikuti Adam dari belakang.
"Duduklah!!" Perintah Adam pada Raisa yang tetap berdiri di saat Adam sudah kembali duduk di tempatnya tadi.
Perlahan Raisa mulai mendekat, dia duduk di samping Adam seperti waktu Gaby duduk berdua dan makan siang di kantor waktu itu.
Sekarang, giliran Raisa sudah memberanikan dirinya untuk menahan Adam di kamarnya. Kini dia justru mati gaya, dan kehilangan kata-katanya.
"Kalau nggak jadi, aku ke belakang dulu. Aku sudah lelah"
Lagi-lagi Raisa menahan tangan Adam ketika pria itu ingin beranjak.
"Tunggu Mas!!"
Terpaksa Adam kembali duduk, sesungguhnya kesabarannya tak sebanyak dalam pikiran Raisa.
"A-aku mau minta maaf"
Adam masih diam, dia belum bereaksi sama sekali. Tak ada yang tau juga, apa sebenarnya yang ada di dalam otaknya saat ini.
"Aku minta maaf karena selama ini aku sudah keterlaluan sama kamu. Maafkan kata-kata ku yang terus membuat kamu sakit hati"
Raisa mati-matian menahan dirinya agar tidak menangis meski suaranya sudah mulai bergetar.
"Aku terlalu sombong dan selalu memandang kamu sebelah mata" Raisa benar-benar meremas tangannya sendiri. Mencoba untuk pura-pura kuat di hadapan Adam ternyata tidak semudah yang ia bayangkan.
"Apa kamu tau kalau sudah hamil apa belum??"
Deg...
Hancur..
Remuk hati Raisa Rasanya..
Bukan itu yang Raisa harapkan keluar dari bibir Adam. Dia hanya butuh satu kata saja, atau sebuah anggukan untuk menanggapi permintaan maafnya. Tapi Adam justru menanyakan keadaannya saat ini. Raisa menjadi semakin kalut, mengingat ucapan Adam yang akan melepaskannya di saat Raisa tidak hamil.
"K-kenapa memangnya??"
"Aku akan melepaskan kamu, biar kamu bebas dari pria miskin menjijikkan ini"
Deg..
Lagi...
Hati Raisa seperti di lempar bongkahan batu yang besar.
Sakit...
Dia seperti tidak suka mendengar Adam akan melepaskannya.
"Kalau aku hamil??" Raisa menanyakan kemungkinan yang lain. Bahkan di hati kecilnya seperti berharap jika akan tumbuh malaikat kecil di dalam perutnya.
"Kalau begitu, kubur impian mu untuk bebas dari ku setidaknya sampai anakku lahir. Setelah itu, apapun yang kamu minta, akan aku turuti termasuk bercerai"
Raisa memejamkan matanya, menutup bibirnya dengan rapat karena dia ingin sekali berteriak di depan wajah Adam.
Dia tau jika suaminya itu kecewa kepadanya, tapi tidak seharusnya dia terus saja membahas perceraian.
"Kalau aku tidak mau bercerai??"
Adam menoleh menatap Raisa, lalu menyunggingkan senyuman sinisnya.
"Kenapa?? Bukannya kamu pernah bilang sendiri, juga sama teman-teman kamu itu??"
Raisa kembali tak berkutik karena memang dia pernah meloloskan kata perpisahan itu satu hari sebelum pernikahan mereka.
"Atau demi Papa??"
"Demi apa????"
"Aku juga nggak tau demi apa, tapi aku merasa berat"
Perasaan aneh itu kembali menyerang Raisa. Perasaan Yang Raisa sendiri sering tak bisa mengendalikannya.
Melirik pria gagah di sampingnya.
"Sepertinya itu yang terbaik. Daripada kamu tersiksa terikat seumur hidup dengan ku, lebih baik ku lepaskan"
"Beri aku waktu" Raisa menatap Adam penuh keyakinan.
Raisa pasrah dengan keputusan yang dia ambil kali ini. Entah nanti bagaimana hasilnya, akan membuatnya bahagia atau justru menambah luka. Tapi Raisa ingin mencobanya, menerima Adam sebagai sosok suami untuknya.
"Untuk apa??" Adam tidak membuang waktunya percuma, hanya demi menunggu sesuatu yang sudah bisa ditebak hasilnya.
"Mungkin benar aku melakukan ini demi Papa, tapi terserah Mas Adam percaya atau tidak, aku akan mencoba menerima pernikahan ini"
"Kalau hasilnya sama saja, bukankah hanya buang-buang waktu??"
"Kita tidak akan tau kalau belum mencoba"
Anggap saja Raisa sudah gila saat ini. Tapi dia sudah benar-benar memikirkan semuanya sejak berhari-hari yang lalu.
Dia ingin memberi sedikit rasa pada pernikahannya yang begitu hambar itu. Mengubah hubungan yang seperti neraka menjadi lebih berwarna. Bukannya dia mulai tertarik pada Adam, atau sebenarnya rasa itu sudah ada namun belum di sadari Raisa, tapi dia bertekad untuk mempertahankan pernikahannya dengan Adam.
Meski saat ini belum berpikir untuk selamanya, namun setidaknya untuk beberapa bulan ke depan.
"Kesempatan itu sebenarnya sudah ada sejak awal Sa. Tapi kamu sendiri yang selalu menampiknya"
Raisa merasa tersayat-sayat saat melihat tatapan kekecewaan dari Adam akhir-akhir ini.
"Maaf"
Seorang Raisa, gadis pongah itu sudah beberapa kali mengucapkan kata maaf untuk Adam.
Untuk apalagi dia bersikap keras kepala, menolak segala takdir yang sudah digariskan untuknya itu. Berjuang untuk pria yang dia cintai juga sudah tidak mungkin lagi. Perbuatan Rio sungguh tidak bisa di maafkan.
Membuka lembaran baru dengan pria baru juga Raisa sudah tidak berminat. Mengingat video skandalnya dengan Adam sudah tersebar, pastinya dia yang akan di pandang sebelah mata oleh pria-pria di luar sana. Atau, ada yang memang sengaja mendekatinya demi keuntungan mereka pribadi, melihat bagaimana berkuasanya Satya.
"Tidurlah, ini hampir pagi" Adam memilih mengakhiri pembicaraan yang menurutnya belum mencapai titik akhir itu.
"Kamu nggak mau tidur di sini aja Mas??" Adam kembali menoleh pada Raisa. Sesungguhnya wanita cantik itu tampak mempesona dengan rambut panjang yang di gerai juga tubuhnya yang di balut piyama berbahan satin.
"Enggak, sofanya nggak muat menampung tubuhku"
Sofa di kamar Raisa bukannya berukuran kecil tapi karena Adam yang memiliki tinggi 185 cm membuat kaki Adam selalu menggantung jika tidur di sana.
"Kalau gitu, tidur di ranjang aja"