"Jika aku harus mati, maka aku akan mati karena Allah dan kembali pada Allah, bukan menjadi budakmu."
"Hati - hati Jingga, Semakin tinggi kemampuanmu, maka semakin Allah akan menguji dirimu. Tetaplah menjadi manusia yang baik, menolong sesamamu dan yang bukan sesamamu."
"Karena semakin tinggi kemampuanmu, semakin pula kamu menjadi incaran oleh mereka yang jahat."
Dalam perjalanan nya membantu sosok - sosok yang tersesat, Rupanya kemampuan Jingga semakin meningkat. Jingga mulai berurusan dengan para calon tumbal yang di tolong nya.
Dampak nya pun tidak main - main, Nyawa Jingga kembali terancam karena banyak sosok kuat yang merasa terusik oleh keberadaan Jingga. Jingga semakin mengasah dirinya, tapi apakah dia bisa kuat dan bisa menolong mereka yang meminta bantuan nya? sementara nyawanya sendiri juga terancam.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Ratna Jumillah, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
EPS. 3. Firasat
Paginya.. Jingga datang ke sekolah bersama Gani, Gani benar - benar seperti seorang bodyguard yang melindungi Jingga, ia bahkan menempatkan dirinya selangkah di belakang nya Jingga.
"Aku juga nggak ngerti, ntar aku mau nanya sama Ustad Sholeh juga." Ujar Jingga, mereka sedang membahas sosok Ratu yang medatangi Jingga semalam.
"Jingga, kamu nggak harus ngelakuin ini kan? Aku khawatir kamu nanti yang kena." Ujar Gani.
"Aku akan mencoba dulu, Ni. Aku nggak mau mengulang kejadian yang sama, seperti waktu aku di bangku SMP." Ujar Jingga, tapi tentu Gani tidak tahu apa maksud Jingga kejadian di bangku SMP.
"Terus ngomong - ngomong, (Jingga berputar menghadap Gani) kenapa kamu dari tadi di belakang aku terus si?" Tanya Jingga.
"Mm, kan aku jagain kamu." Jawab Gani, Jingga pun menepuk kening nya.
Jingga lalu merangkul pundak Gani dan berkata..
"Gani, kita teman sejak kecil.. nggak perlu ada formalitas, aku malah jadi ngerasa jauh dari kamu. Bersikap kayak biasa aja, kita sahabatan dari kecil, kalo kamu bilang gitu itu berarti kamu nggak anggap aku sahabat." Ujar Jingga.
"Ng- nggak gitu, aku cuma menjalankan pekerjaanku aja Ngga." Ujar Gani, dia gugup di rangkul Jingga.
"Pokok nya kamu nggak boleh di belakang, jalan sejajar sama aku. Aku juga bukan siapa - siapa, Ni. Aku cuma anak angkat papa." Ujar Jingga, Jingga tidak mau sahabat kecilnya itu jauh darinya.
Mereka pun berjalan lagi sambil Jingga merangkul Gani, padahal tubuh Gani lebih tinggi darinya yang hanya sebatas pundak Gani. Mereka masuk kedalam kelas dan di dalam kelas Jingga mengedarkan pandangan nya mencari keberadaan Elang, tapi tidak ada.
'Dia nggak masuk, ya?' Batin Jingga.
Tapi ternyata yang di cari baru masuk kedalam kelas dan melihat Jingga yang sedang menatap kearah tempat duduk nya, Elang pun berjalan menghampiri Jingga yang masih berdiri dan itu mengejutkan Jingga.
"Eh!"
Semua itu tak lepas dari perhatian Gani dan teman kelas mereka yang menatap Jingga dengan Elang, Gani tidak suka dengan Elang karena wajah nya terlalu dingin dan tidak sama sekali menunjukan keramahan sejak dia masuk di kelas itu.
"Thanks." Ujar Elang, entah makasih untuk apa.
Elang tak berkata apapun lagi lalu dia pergi ketempat duduk nya, setelah itu Jingga juga pergi ke tempat duduknya sendiri dengan sedikit heran.
Jingga kembali menoleh kearah Elang yang saat ini di belakang nya kembali terdapat asap hitam, Jingga tidak tahu mengapa asap itu tetap kembali lagi di tubuh Elang. Sadar dirinya di tatap, Elang menoleh menatap Jingga, dan seketika Jingga langsung menoleh kedepan.
'Ya Allah, bantu aku.. bantu aku menyingkirkan iblis itu.' Batin Jingga.
Di tempat lain..
Ustad Sholeh sedang duduk sendirian di bawah pohon yang rindang di depan rumah Jingga di kampung, entah mengapa sejak kemarin malam dia bermimpi hal yang aneh, ia terus di datangi seorang ratu yang menatap nya dengan bengis.
Sampai hari ini Ustad Sholeh menjadi memikirkan nya, karena itu berarti ada yang tidak baik - baik saja..
"Semoga tidak terjadi apapun." Gumam Ustad Sholeh.
***
Setelah jam istirahat tiba, Jingga dan Gani berjalan ke kantin sambil mengobrolkan hal yang menurut mereka lucu, dan saat itu Elang rupanya menunggu Jingga di koridor sambil menyenderkan tubuhnya di dinding dan melipat kedua tangan nya di depan dada.
Tiba - tiba Elang berjalan menghampiri Jingga dan Gani, Jingga sampai tegang sendiri karena muka Elang seperti orang yang marah.
"Lu, bisa ikut gue?" Ujar nya menatap Jingga.
"Aku?" Tanya Jingga menunjuk dirinya sendiri.
"Ya, gue mau ngomong." Ujar Elang, lalu meraih tangan Jingga, tapi Gani menahan tangan Jingga yang satunya.
"Ngomong di sini aja, emang nggak bisa!?" Gani langsung menghalau dan maju kedepan Elang.
Semua yang melihat itu menutup mulut, mengira Jingga sedang menjadi rebutan cinta. Apalagi mereka sejak melihat interaksi Jingga dengan Elang, dan kini mereka mengira ada cinta segi tiga antara Jingga, Elang dan Gani.
"Bukun urusan lu, minggir!" Ujar Elang menatap Gani dengan tatapan dingin, lalu kembali menarik tangan Jingga lumayan keras.
"Aduh!" Jingga sampai terhuyung, Gani pun panik.
"Jingga!" Gani menahan tubuh Jingga.
"Yang sopan lu sama anak cewek, lepas!" Ujar Gani, tapi Elang enggan melepaskan tangan nya.
"Lu yang lepas, gue mau ngomong sama dia." Ujar Elang, ia masih menggenggam erat tangan Jingga.
"Oi! Kelian berdua lepas nggak!" Jingga mengibaskan kedua tangan nya dari Elang dan Gani.
"Apa si!? Liat tuh, di liatin sama orang orang jadinya." Ujar Jingga. Memang mereka bertiga sedang jadi tontonan sekarang.
"Gue mau ngomong sama lu, temen lu aja yang rese!" Ujar Elang, lalu membuang muka.
Jingga kesal sekarang, tapi dia langsung beristighfar dalam hatinya. Jingga pun menatap Gani dan menggeleng.
"Nggak apa - apa Ni, aku ngomong dulu sama Elang. Kamu duluan ke kantin aja gih.." Ujar Jingga. Elang pun menatap Gani dengan remeh dan tersenyum miring.
"Tapi Ngga.." Gani khawatir, apalagi Elang kelihatan dingin dan seperti anak nakal.
"Nggak apa - apa." Ujar Jingga, ia menepuk lengan Gani.
"Ayo kalo mau ngomong." Ujar Jingga pada Elang lalu menarik tangan Elang pergi.
"Wahh.. Jingga lebih milih sama si Elang kutub utara itu, bodoh banget.. Padahal Gani lebih ganteng, terus sikap nya lembut sama cewek." Ujar yang melihat kejadian itu.
Gani hanya bisa menatap kepergian Jingga dengan Elang dengan tatapan khawatir, bagaimanapun Jingga adalah tanggung jawab utamanya.
Sementara itu, Jingga dan Elang sampai di pinggir lapangan bola karena di sana yang tidak begitu ramai.
"Kenapa?" Tanya Jingga.
"Lu, bisa liat apa yang ada di badan gue, kan?" Ujar Elang, dan Jingga tertegun mendengar nya.
"Maksudnya?" Jingga pura - pura tidak mengerti.
"Lu.. bisa liat bayangan hitam yang ada di badan gue, bener kan!?" Ujar Elang.
Jingga menatap Elang dan menatap asap hitam yang kini membentuk seperti siluet kepala dan setengah badan manusia di belakang Elang, lalu kembali menatap Elang. Asap itu seakan memperingati Jingga untuk tidak ikut campur lagi.
"Tolong gue." Ujar Elang, seketika Jingga kembali tertegun. Tidak Jingga sangka Elang yang selalu dingin dan cuek meminta tolong padanya.
"Gue tau lu bisa liat, lu bahkan sempet ngusir bayangan itu. Tolong gue.." Ujar Elang lagi.
Jingga terkejut bahwa Elang ternyata tahu dia pernah mengusir bayangan di tubuh Elang sebelum nya.
"Tapi aku nggak yakin aku bisa, asap nya balik lagi." Ujar Jingga dan melirik asap yang ada di belakang Elang, Elang pun terdiam.
"Kalo boleh tau, kenapa asap itu ngikutin kamu?" Tanya Jingga, Elang pun menatap Jingga.
"Ceritanya panjang.." Sahut Elang.
"Mungkin kalo aku tahu asal muasal nya, lebih gampang untuk di tindak lanjuti." Ujar Jingga, Elang pun menatap Jingga sambil berpikir dalam benak nya.
"Pulang sekolah, bisa ikut gue?" Tanya Elang, Jingga pun mengerutkan alis nya.
"Kemana??" Tanya Jingga.
"Akan gue ceritain ke lu, tapi nggak di lingkungan sekolah." Ujar Elang, Jingga berpikir sejenak lalu kemudian mengangguk.
"Okay." Sahut Jingga, Elang pun sedikit tersenyum tipis.
"Thanks, kamu.." Elang menggantung.
"Jingga, namaku Jingga." Ujar Jingga mengulurkan tangan nya sambil tersenyum.
Elang pun menjabat tangan Jingga, aneh memang mereka berada di dalam satu kelas tapi Elang tidak kenal Jingga. Mungkin kenal, hanya saja Elang acuh dengan sekitar di tambah karena kedua nya memang sama - sama pendiam dan Jingga juga tak banyak berinteraksi dengan teman kelas nya selain urusan sekolah.
"Thanks, Jingga." Ujar Elang, dan Jingga tersenyum sambil mengangguk.
Setelah selesai sekolah, Jingga berjalan dengan Gani, dia menuju ke perpustakaan karena Gani ingin meminjam buku untuk dia belajar, dan saat itu Jonah mendatangi Jingga.
"Jingga.." Jonah muncul dengan wajah sedih.
"Eh, kamu kenapa?" Tanya Jingga.
"Nggak punya temen main.. Kamu nya sibuk." Jonah tampak sedikit sedih, karena dia baru mendapat teman (Stela) dan teman nya sudah pergi lebih cepat.
"Kenapa kamu nggak pergi? Kamu nggak mau ke tempat yang lebih baik??" Tanya Jingga dan Jonah tampak diam berpikir.
"Aku.." Jonah menggantung dengan wajah sedih nya.
"Jonah.. kamu semestinya sudah tidak di sini, kalo kamu nungguin sesuatu.. kasih tau aku biar aku bantu kamu cari." Ujar Jingga, Jonah malah menghilang tiba - tiba. Jingga celingukan karena tiba - tiba Jonah menghilang tanpa aba - aba atau pamit.
"Jonah.. kamu marah?" Panggil Jingga tapi Jonah tidak muncul lagi.
Sejak Jingga mengenal Jonah, dia sama sekali belum di beri tahukan apa penyebab dia masih berada di sana dan tidak mau pergi ke tempat yang seharusnya. Jingga tahu Jonah terikat dengan sesuatu yang masih membuat nya berada di dunia, tapi Jonah tidak pernah memberi tahu.
Jingga tidak pernah memaksa Jonah untuk bercerita, semua tergantung Jonah sendiri. Jingga pun akhir nya pergi dan mencari Gani yang sedang mencari buku di rak yang lain.
"Dapet Ni?" Tanya Jingga dan Gani mengangguk sambil menunjukan bukunya.
BERSAMBUNG...
Bakar aja skalian dgn rumahnya. Jangan kasih kesempatan idup, berbahaya tuh orang
pokok Ny Makasih 😍,
Msh Ada 2 Jones Belum Ada Jodoh Ny tu