Karena permintaan kakeknya , Ellena dan Luis terpaksa menikah dan hidup bersama tanpa cinta dalam pernikahan mereka. Akankah Ellena mampu bertahan dalam pernikahan itu, atau justru memilih untuk pergi? Hanya waktu yang mampu menjawabnya.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Lusica Jung 2, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Sangat Merepotkan
Luis sedang sibuk meneliti berkas-berkas medis di ruangannya ketika ponselnya berdering. Dia melihat layar, dan nama Ellena tertera di sana. Mengangkat alisnya, dia mengangkat telepon, namun yang dia dengar di ujung sana adalah suara yang tidak biasa.
"Luis... suamiku yang tampan...," suara Ellena terdengar aneh dan ngelantur.
"Ellena? Ada apa denganmu?" tanya Luis kebingungan, merasa ada yang tidak beres.
"Di club malam... aku di sini...," jawab Ellena terputus-putus, suaranya semakin tidak jelas.
Luis merasakan kekhawatiran yang jarang muncul dalam dirinya. Tanpa banyak bicara lagi, dia segera meninggalkan rumah sakit dan menuju ke club malam yang disebutkan Ellena. Hatinya berdegup kencang, meskipun ekspresinya tetap datar dan dingin.
"Luis, kau mau kemana? Kenapa buru-buru sekali?" tanya Adelia melihat Luis yang pergi dengan terburu-buru. Namun tak ada jawaban, dia mengabaikan pertanyaan wanita itu dan keberadaannya.
Adelia menoleh, menatap punggung Luis yang semakin menjauh dengan tatapan yang sulit dijelaskan. Dia merasa jika kekasihnya itu semakin dingin. Adelia menghela nafas panjang, kemudian dia berbalik dan melanjutkan pekerjaannya yang sempat tertunda. Sementara Luis bergegas ke club' malam tempat Ellena berada.
.
.
Sesampainya di club malam, Luis dengan cepat menemukan Ellena yang sedang berbaring di sofa dengan mata tertutup. Dia tidak tidur, dan segera membuka matanya saat merasakan kehadiran seseorang.
"Oh, kau sudah datang, suamiku yang tampan dan dingin," ucap Ellena dengan suara khas orang mabuk, sambil tertawa-tawa.
Luis menghela napas dalam-dalam, menahan rasa frustasi. "Ellena, apa yang kau lakukan di sini?"
Ellena dengan langkah tertatih-tatih menghampiri Luis, lalu berhambur ke dalam pelukannya. "Aku sangat tidak beruntung karena harus menikahi pria dingin sepertimu. Kenapa kakek memaksaku menikah denganmu? Kenapa, Luis?"
Luis tetap diam, hanya memegang bahu Ellena untuk menyeimbangkannya. Dia tidak suka melihatnya dalam keadaan seperti ini, meskipun dia sendiri tidak paham apa yang harus dia lakukan.
"Ellena, kita pulang sekarang," ujarnya. Nada bicaranya dingin dan datar.
Ellena tertawa lagi, suaranya menggema di ruangan yang sedikit sepi. "Pulang? Kenapa harus pulang? Di sini menyenangkan, Luis. Tidak seperti rumah kita yang sepi dan dingin."
Luis menatapnya dengan tatapan tajam. "Kau mabuk, Ellena. Kita pulang sekarang."
Dia menarik Ellena meninggalkan ruangan VIP, membawanya keluar dari club malam. Namun, di tengah perjalanan, sesuatu yang tidak diharapkan terjadi. Ellena tiba-tiba muntah, dan muntahannya mengenai pakaian Luis. Luis menahan rasa jijiknya, menghela napas panjang sebelum melanjutkan langkahnya menuju mobil.
"Sial," gumam Luis, membuka lalu membuang kemejanya yang terkena muntahan ke tempat sampah terdekat. Dan sekarang dia hanya mengenakan singlet putih sekarang.
Ellena masih tertawa, meskipun suaranya mulai lemah. "Dimana-mana wanita sangat merepotkan," kata Luis sinis, lebih kepada dirinya sendiri.
Dalam perjalanan pulang, Luis tetap diam. Ellena terbaring di kursi penumpang, tertidur lelap akibat pengaruh alkohol. Luis mengendalikan emosi yang campur aduk di dalam dirinya. Dia tahu ada banyak hal yang harus dibicarakan, banyak hal yang harus dia pahami tentang istrinya. Tapi malam ini, yang paling penting adalah membawa Ellena pulang ke rumah.
Di rumah, Luis dengan hati-hati membaringkan Ellena di tempat tidur. Dia membersihkan wajahnya dengan lembut, menghapus sisa-sisa muntahan yang ada. Luis melihat wajah Ellena yang tenang saat tidur, dan sejenak dia merasa ada sesuatu yang hilang dalam dirinya. Tapi segera, dia mengesampingkan perasaan itu dan kembali menjadi dirinya yang dingin.
***
Keesokan paginya, Ellena terbangun dengan rasa sakit kepala yang hebat. Dia melihat sekeliling dan menyadari bahwa dia sudah berada di rumah. Kepalanya berdenyut-denyut, dan dia mencoba mengingat apa yang terjadi semalam. Namun, ingatannya kabur. Dia hanya ingat ketika ia menghubungi Luis, kemudian pria itu datang, dan dia mengungkapkan isi hatinya. Setelah itu, semuanya gelap.
Saat Ellena masih bertarung dengan ingatannya, tiba-tiba Luis muncul dari pintu, mengenakan kemeja abu-abu yang lengannya digulung sampai siku. "Kau sudah bangun. Minum ini," katanya sambil memberikan segelas air dan obat penghilang rasa sakit. Suaranya dingin dan datar, seperti biasa.
Ellena mengambil gelas itu dengan tangan gemetar. "Terima kasih, Luis," katanya pelan, lalu menelan obat itu. "Apa yang terjadi semalam?"
Luis duduk di ujung tempat tidur, menatapnya dengan tatapan datar. "Kau mabuk dan muntah di pakaianku," jawabnya tenang.
Ellena menutup wajahnya dengan tangan, merasa malu setengah mati. "Astaga, aku... aku benar-benar tidak ingat," katanya, suaranya bergetar karena malu.
Luis hanya mengangguk, tanpa menunjukkan banyak reaksi. "Istirahatlah. Aku keluar dulu," ucapnya dan berlalu.
Setelah beberapa saat, Ellena merasa sedikit lebih baik dan memutuskan untuk bangun. Dia ingin melakukan sesuatu sebagai permintaan maaf, jadi dia berpikir untuk menyiapkan sarapan. Tapi masalahnya, Ellena tidak pernah masuk dapur, apalagi memasak. Tetapi dia tetap memutuskan untuk mencobanya.
Dia memasuki dapur dan mulai mencari bahan-bahan. Setelah menemukan beberapa telur dan roti, dia menyalakan kompor dan meletakkan penggorengan di atasnya. Ellena mencoba menggoreng telur, tapi tidak butuh waktu lama sesuatu yang tidak diinginkan terjadi. Api tiba-tiba menyala lebih besar, membakar minyak di penggorengan.
Ellena panik, tidak tahu harus berbuat apa selain berteriak. "Luis! Tolong!" teriaknya dengan panik.
Luis segera berlari ke dapur dan melihat api di penggorengan. Dengan cepat, dia memadamkan api itu menggunakan handuk basah. Setelah api padam, dia menatap Ellena yang tampak ketakutan.
"Kau ceroboh, Ellena," katanya dingin, melihat tangan Ellena yang memerah dan sedikit melepuh. Sebagai seorang dokter, dia tahu apa yang harus dilakukan. "Ayo, kita obati tanganmu."
Dia membimbing Ellena ke wastafel dan membilas tangannya dengan air dingin. Kemudian dia mengambil kotak P3K dan mengoleskan salep pada luka bakar di tangan Ellena.
Ellena memanyunkan bibirnya, menahan air mata. "Aku hanya ingin menjadi istri yang berguna," katanya pelan.
Luis menghela napas, tatapannya tetap datang ketika menatap Ellena. "Ellena, tidak perlu memaksakan diri. Kau tidak perlu membuktikan apapun."
Ellena menunduk, merasa bingung. "Aku hanya ingin melakukan sesuatu untukmu, aku ingin meminta maaf karena sudah muntah di pakaianmu semalam."
Luis tetap diam, hanya fokus pada tangan Ellena. Setelah selesai, dia menutup kotak P3K dan menatapnya. "Jangan memaksakan diri lagi, kita bisa memesan sarapan dari luar. Jangan lakukan hal-hal yang bisa membahayakan dirimu sendiri. Aku terjadi padamu"
Ellena mengangguk. Dia tahu hubungan mereka masih jauh dari sempurna, tapi dia berharap ada cara untuk membuatnya lebih baik. Sementara itu, Luis kembali ke ruang kerjanya, tenggelam dalam pikirannya sendiri. Dia tahu ada banyak yang perlu diperbaiki, tapi untuk saat ini, dia hanya bisa fokus pada hal-hal yang ada di depannya.
Dalam keheningan rumah yang megah itu, dua anak manusia yang terikat oleh pernikahan tetap berusaha mencari cara untuk saling mengerti, meski jarak di antara mereka masih terasa begitu lebar.
***
Bersambung
agar bisa menyenangkan suamimu...❤️❤️