Dunia tak bisa di tebak. Tidak ada yang tau isi alam semesta.
Layak kehidupan unik seorang gadis. Dia hanyalah insan biasa, dengan ekonomi di bawah standar, dan wajah yg manis.
Kendati suatu hari, kehidupan gadis itu mendadak berubah. Ketika dia menghirup udara di alam lain, dan masuk ke dunia yang tidak pernah terbayangkan.
Detik-detik nafasnya mendadak berbeda, menjalani kehidupan aneh, dalam jiwa yang tak pernah terbayangkan.
Celaka, di tengah hiruk pikuk rasa bingung, benih-benih cinta muncul pada kehadiran insan lain. Yakni pemeran utama dari kisah dalam novel.
Gadis itu bergelimpangan kebingungan, atas rasa suka yang tidak seharusnya. Memunculkan tindakan-tindakan yang meruncing seperti tokoh antagonis dalam novel.
Di tengah kekacauan, kebenaran lain ikut mencuak ke atas kenyataan. Yang merubah drastis nasib hidup sang gadis, dan nasib cintanya.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon M.L.I, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Dia hanya sebuah benda. [1]
^^^Senin, 20 Juni 2023 (06.40)^^^
Aliran angin begejolak cepat menebar kilatan hembusan, dedaunan sekitar pecah berhambur naik, debu-debu tumpah berterbangan.
Surai kecoklatan panjang sekitar pipi berisi terlihat hanyut dalam gelora udara, mengubak area sekitaran wajah bekas luka beset sisi kanan, kibasan laju dua kendaraan mendobrak raga terperanjat seorang gadis.
Dia terpatung di tengah lintasan, jalan bebatuan dan semen kasar tidak seperti permukaan aspal. Di apit auman gas menanjak mobil ganda yang mengesek kuat jalanan untuk berputar singgah.
Serentak perhatian insan-insan teralihkan akibatnya, mereka bersorak ramai untuk berkerumun, berduyun-duyun mendekat ke pakiran dua mobil mewah yang telah menyatu di halaman depan gedung.
Termasuk teriak histeris kaum pengguna rok yang membabi buta. Sedikit menarik perhatian gadis lain berbaju biasa, korban himpitan dua mobil itu semula, netranya melirik polos dari jarak jauh. Tepat ketika dua pelaku pengemudi keluar pelan dari dalam kereta modern.
Kilauan cahaya berpancar penuh, menyorot pada satu penglihatan wajah, yang tampak bertahap mengeluarkan kaki hingga tubuh dan kepala dari daun pintu mobil.
berpostur tinggi di atas rata-rata, matanya tajam di bawah siluet alis lebat dan hitam, dengan bibir merah muda yang ranum.
Parasnya tampan, balutan tubuh cukup berisi bak model menjadi eksistensi raganya, serta tatapan datar yang dingin di atas garis rahang yang tajam.
Rambut panjang menjadi penutup acak kening depan, berwarna hitam dan lurus bervolume. Satu hal yang mencolok jauh di sana, hidung mancungnya yang melebih kapasitas kelaziman.
Seakan tak mau kalah, pria berparas campuran tampan dan manis di samping pakiran mobil pria pertama, ikut memberi godaan dalam lambatan waktu, matanya tajam menyorot tapi terlihat lembut dan melengkung ke bawah ketika tersenyum.
Keluar dari mobil merah menyala, bibirnya lebih berisi dan bulat kecil dengan tambahan alis lebat yang legam, membuat lelaki jangkung itu memikat.
Rambut kehitamannya belah tengah, terlukis panjang juga lurus. Terlihat dia lebih ramah di banding pria berhidung mancung dari mobil mewah putih mengkilap sebelumnya.
Terpancar ketika pria manis itu sesekali menebar senyuman ramah dan menyapa gadis-gadis fanatik di sekitaran.
" Aslan!!!!! Iefan!!!!!!! "
Udara bergelayut di sekitaran lamunan Natha, membuat gadis itu segera sadar untuk kembali ke keberadaan awal.
Pesona dua pria tak dikenal mencuri atensinya sejenak, seakan ada waktu lambat yang menemani pengeluaran insan ganda tengah kerumunan tersebut, sampai dia sempat terhanyutkan sebelumnya.
Lamun tidak berjeda lama, seseorang sekelibat mengapai tubuh Natha. Membekap mulut sang gadis, dia menarik paksa dan membawanya dari hanyutan insan-insan di gerombolan halaman.
Tak ada yang menyadari, sampai raga Natha telah berpindah di lempar kasar tengah hamparan gedung kosong.
Suara dentuman terdengar bergema. Menyajikan pemandangan kursi dan meja lama yang bertebaran terbengkalai.
Di sana sunyi, banyak pecahan beling hasil kaca yang lama, salah satunya menjadi alas Natha di lempar saat ini. Berakibat pada salah satu pergelangan Natha yang tergores dari sisa kaca dekatnya.
Darah segar perlahan menetes lewat lengan kecil tak berisi, membasahi ujung pergelangan baju gadis itu, ada noda merah yang semakin membesar di serat-serat kain kemeja putih.
Natha menyatukan alis merasa perih, menatap nanar darah yang bergulir. Rasanya hampir tak mungkin saat ini dia tengah bermimpi jika tubuhnya saja bisa merasakan sakit dan berdarah.
Kebingungan berkelut di benak sang gadis, dia beralih naik memandangi ketiga insan di jejeran muka. Baru sadar ada tiga gadis yang berdiri tajam mengelilinginya tengah kekosongan lokasi gedung.
Mereka berpakaian seragam Sekolah Menengah Atas ternama. Dilihat dari busana yang dikenakan, ketiga gadis ini pasti merupakan oknum yang tidak benar.
Tergambar jika sifat yang suka membully juga mengerjai siswa-siswa yang lemah di sekolahan. Tertonjol dari model busana mereka yang seksi dan berbentuk ketat.
Salah satu orang memiliki tubuh yang berisi, dengan balutan seragam pass body, juga kancing dada yang terbuka satu di atas.
Rambutnya tergerai panjang, hampir menyelimuti hingga ke bokong, di tambah aksesoris make up yang mencolok, dengan jaket kulit yang crop.
Juga kedua temannya sisi sebelah yang mengapit, salah satu dari mereka berambut pendek, dia memakai rok mini, berpasangan kaos kaki panjang atas lutut, dengan sepatu bot tinggi, dan permen bertangkai di bibir kecil.
Tak kalah sejoli di sebelah memakai seragam ketat yang berbentuk, rambutnya di gerai juga, tapi berwarna agak keorenan gelap, dengan make up full, dan sepatu both berwarna coklat.
Tak seharusnya pakaian anak sekolahan tersohor di manca negeri ini terlihat demikian, pikir Natha.
Termasuk tindakan mereka yang mengapa malah menyeret Natha ke kawasan gedung tak terpakai belakang sekolah, dia bahkan berseragam baju biasa.
Tidak bisakah mereka membedakan mana siswa dari Sekolah Menengah Atasnya sendiri atau bukan.
" Cih. " Seorang gadis tersenyum sinis, matanya menyipit melirik darah yang semakin basah di lengan putih baju Natha.
Menjadi pelaku yang membekap juga menyeret sang korban dengan kekerasan. Rautnya tampak muak. " Kenapa! Mau nangis? "
Dia bertanya dengan menantang sekaligus mencemooh. Kesal menanggapi sikap lemah tak berdaya dari reaksi Natha.
Kepala Natha diam menunduk, dia menggenggam erat dalam batin, mengutuk mengapa dirinya sekarang tak melawan, melainkan duduk bersimpuh, dengan tetesan air mata yang tiba-tiba terkeluar ke permukaan tanah.
Natha kaget sendiri melihat genangan matanya. Kedua cekungan netra gadis itu sungguh mengeluarkan aliran air, tersedu-sedu lalu menoleh menatap ketiga pelaku yang masih duduk di Sekolah Menengah Atas. Seharusnya Natha melawan, dia jelas lebih tua dari mereka.
Wanita yang memakai sepatu both di sisi kiri tertawa, berjalan maju sambil duduk mendongak paksa kepala Natha, namanya Ruby.
" Kenapa Natha? Ada yang sakit? Aduh-aduh, kasian banget ya nasib lu. Yang sabar ya, orang miskin emang di takdirkan kaya gini. Tapi... lu tenang aja, penderitaan lu ngga lama kok, palingan ya... sampai lu mati aja. "
Mulut Ruby naik turun mengejek. Gerakan tangannya sesekali mencibir kecil, seakan jijik mendekat ke Natha.
Tawa Sania berpaut puas setelah temannya berbicara, merasa lucu dengan guyonan ekstrim sesama kelompok.
Sementara Sekar hanya tersenyum sinis dengan angkuh, gadis yang selalu diam sejak awal. Rambutnya tergeraian hitam panjang, dan tubuh langsing serta proposional, dalam kata sempurna.
Mereka menindas Natha di tengah sunyinya gedung tak terpakai.
Tangisan Natha pecah, dia tersedu-sedu menahan isak. " Pliss... lepasin aku, aku ngga bermaksud untuk mendorong kamu kemarin. "
Suara Natha lirih, dia seakan memohon dengan lelah, bahkan tidak berani untuk balas menatap mata tiga gadis di depannya.
" Ha? Dorong? Ngedorong apa! Gila sih ni mimpi. " Masih Natha meyakini perasaan diri sendiri, walau sempat terkesiap dengan semua kenyataan dan deruan sakit sekarang.
Tapi dia tetap mengira jika kejadian ini adalah sebuah bunga tidur.
Sekar kaget, dia cepat memegangi wajah Natha setelah kalimat-kalimat dari gadis di bawah ini berkeluaran.
Panik juga berusaha mengelap buliran dengan lengan cardigan yang dia pakai. Alisnya bertaut khawatir, penuh rasa khawatir dan cemas.
" Cup-cup! Udah jangan nangis. Lu ngga salah kok Natha. Lu tenang aja. Gue yang salah. " Elusan telapak tangan Sekar menurun, kalimat-kalimat baik penenangnya berubah menjadi cengkraman tiba-tiba di dagu Natha.
" Gue yang salah karena ngebiarin lu masih hidup sampai sekarang! " Tiba-tiba tatapan gadis itu berubah bertukik tajam, dia mengambil sebilah beling dari lantai.
Menyorot wajah Natha dan juga pecahan kaca tersebut silih berganti. Entah bagaimana ekspresi panik itu bercampur dengan tatapan psikopat di dalamnya, haus untuk menyatukan ujung kaca yang dia pegang pada muka Natha yang pucat.
Ada senyuman kecil di bibir Sekar, tapi genggaman tangan Natha di bawah mengalihkan perhatiannya.
Sekar melirik takjub tangan-tangan Natha yang mengenggam erat kerikil di tanah. Seolah tengah mengulum kemarahan besar. Hasil dari rasa kesal Natha yang sesungguhnya dalam jiwa.
Manik-manik penglihatan sekar melebar, mengerti betul gadis di tengah genggam jari-jemarinya ini sedang menahan geram.
Bertolak belakang pada reaksi Ruby dan Sania yang silih berganti menatap panik. Beling itu bukan hal sebatas candaan, Sekar pasti sudah punya rencana lain dengan pecahan tersebut.
" Se-sekar. " Ruby memanggil ragu, dia berniat untuk menanyakan eksistensi beling tersebut. Takut jika Sekar akan melakukan hal kelewatan batas.
Tapi di tahan dengan dengusan dari Sekar. " Suuuuuttttt!!!! " Dia menaikan ujung satu jari di dekat bibirnya.
Bermaksud agar kedua temannya di belakang berubah diam. Lantas dia cepat beralih kembali menatap wajah Natha sambil menyeringai.
" Ngga papa jangan takut Natha... " Pelan suara Sekar mendayu membujuk.
" Ngga papa kok. Aku ngga bakal marah sama perbuatan kamu kemarin. Tenang aja... " Tapi ada seyuman terselubung di setiap sela perkataan lembut gadis itu.
Akal sehat jiwa Natha tidak bodoh untuk menyadari, benda tajam itu sudah berada sedikit demi sedikit di ambang atas matanya.
Entah bersiap hal apa yang akan gadis psikopat di depannya lakukan. Raga luar Natha menangis mengeleng seiring pandangan nanar pecahan tersebut.
Sementara batinnya juga sadar, gadis berpapan nama Sekar Tamorika Amar di sisi atas saku kanan bajunya tersebut sudah gila.
Dari gerakan dan tatapan matanya, gadis itu akan melakukan tindakan di luar batas. Tapi tubuh Natha tak kunjung berhasil untuk melawan, juga bergerak sesuai keinginan dari saraf-saraf otak.
Hingga sekejab tanpa ragu Sekar tiba-tiba saja mengayunkan benda bening bersisi tajam itu untuk menghujam permukaan wajah Natha.
Gadis penuh ceceran air mata di bawah hanya bisa reflek mengatup kelopak mata, memiringkan wajahnya, baik di raga luar maupun dalam batin kesadaran penuh.
Sudah pasrah jika akan terjadi suatu hal pada permukaan raganya detik berikut.
Cruengg!!!
Sampai suara hempasan beling antar beling membuat Natha terperangah sadar, perlahan kembali membuka mata untuk mencari kenyataan yang terjadi.
Keadaan sunyi dan tegang menyelimuti permukaan kabut sekitaran depannya.
Seseorang tiba-tiba saja mucul dan menahan tangan Sekar dengan erat, membuat gadis sombong itu bungkam bertemu muka, sampai tanpa sadar melepas beling yang dia pegang ke bawah dataran tanah dengan rasa takut.
Kedua insan di depan Natha saling bertatapan sekilas waktu, antara gadis bernama Sekar dan seorang pria yang tidak asing untuk di kenali.
Sebelum itu, manik kecoklatan milik netra tajam sosok pria tersebut berpindah haluan ke raga tak berdaya Natha sisi bawah. Ada pancaran tajam dan marah dalam gejolak cengkramannya yang semakin mengeras, setelah menemukan keadaan Natha.
Seolah merasa marah ketika melihat kondisi memprihatinkan gadis di bantalan tanah.
Bola penglihatan Natha melebar selepas mengingat, pria tersebut adalah siswa tampan yang keluar dari mobil mewah tengah halaman depan gedung megah tadi.
Pria berparas dingin dan tajam itu rupanya menjadi orang yang menyelamatkan Natha pagi ini.
Dia menatap Natha untuk sesaat waktu, tatapan mereka saling bertemu di keheningan detik, dengan mata Sekar yang nanar atas kemunculan tiba-tiba Aslan di tengah keduanya.
Angin seakan bertiup kencang, menerpa dedaunan, menonton keadaan beku antar dua manusia yang berjenis kelamin berbeda.
Sejak penglihatan di tengah kerumunan tadi, ini adalah perjumpaan Natha secara langsung bersama raga eksotis sosok pria pujaan para gadis tadinya.
Aslan menghempas tangan Sekar di udara, membuat gadis itu bungkam tak berkutik. Mundur menjauh dengan takut.
Masih memancarkan tatapan kaget. Cepat dua sejoli gadis itu di belakang, menarik temannya yang tertangkap basah di peluang waktu.
" Senyumlah, rekaman ini akan menjadi siaran lu nanti. " Suara serak basah lelaki lain keluar, berbicara pelan tapi menusuk.
Wajahnya santai dengan tatanan bibir yang mengurai manis. Rupanya berasal dari pria jakung yang tadinya ikut keluar seiring dari mobil merah menyala dengan pria dingin depan Natha saat ini.
Jantung Sekar dan kedua temannya seakan berhenti berdetak, mereka membelalak mencari cepat sumber camera di ujung belakang.
Tampak gerakan tangan beringsut membentuk pola garis melengkung senyum, dari telunjuk jari pria bernama Iefan, di salah satu sisi halaman yang menjadi juru pemegang camera.
Pria itu menebar lengkungan dengan nyaman, membabat habis nafas ketiga wanita pembully yang sudah ketakutan setengah ubun-ubun.
Mereka menjadi diam membatu, penuh peluh dan keringat cemas, semua tindakan jahat mereka telah terekam lengkap dalam benda canggih penangkap gambar.
" Semua tindakan lu, udah terekam full dari awal mula kejadian. Gue ragu setelah ini jika di ekspose apakah akan tetap semua orang menganggap lu sebagai korban, atau justru pelaku yang berpura-pura sebagai korban? " Iefan berujar tenang pada area posisinya.
Aslan tersenyum kecil di sudut ujung bibir kanannya. Menaikan alis seakan bertanya dengan polos. " Tuduhan kalian udah mentah, bukti ini akan menunjukan siapa sebenarnya pelaku dan korban yang terdesak. "
Aslan mulai mendekat, dia menusuk tajam mata Sekar. Mengintimidasi gadis tersebut, bertanya dengan nada yang pedas.
Sekar bungkam, tubuhnya bergetar hebat, dia menaik takut pandangan untuk membalas tatapan Aslan. Hingga tiba-tiba saja bersimpuh pasrah, setelah tertekan dengan tidak berdaya.
" Maafkan gue Aslan! Gu-gue mengaku salah! Bisakah kalian ngga menyebarkan video itu. " Dia mencoba memeluk kaki Aslan, menunduk-nunduk dengan permohonan.
Sayangnya Aslan bahkan tidak secuilpun mengidah, tidak tergerak selangkahpun untuk kasian, tatapannya tetap begis dan tajam.
Lalu dengan santainya seorang gadis bangkit kesakitan, mengapai lengan Aslan dengan pelan, menyela di antara aktivitas keduanya.
" Udah... Kalian maafin aja mereka. Kejadian kemarin udah berlalu, dan tetap biarlah menjadi berlalu. " Serak-serak suara Natha terkeluar pelan. Mencoba memberikan pendapat di sela dua insan depannya.
Padahal di jiwa pikiran asli Natha sudah memaki diri sendiri, mengapa bibirnya yang sejak tadi seolah terlem, tiba-tiba saja mengucapkan kalimat menjijikan untuk para gadis tak berperasaan ini.
Setelah semua tindakan lewat batas yang hendak mereka lakukan padanya. Bayangkan saja jika laki-laki bernama Aslan tersebut, tidak datang tepat waktu.
Maka hal apa yang akan di terima Natha mentah-mentah akibat beling dari tangan Sekar. Lalu bisakan sekarang dia berbicara untuk melepaskan mereka dengan begitu mudah.
Cepat para gadis yang melihat aura Aslan sedikit menurun, melarikan diri di kesempatan.
Mencoba menyelamatkan sebelum dua laki-laki itu berubah pikiran usai mendengar kalimat Natha.
Kendati di sela limpahan waktu, ujung mata Natha tak sengaja bertemu satu, dengan netra milik Sekar di halaman atas ketika hendak pergi.
Helaian rambutnya menjuntai panjang, dengan warna mata yang berbeda, dia seolah menyorot dengan artian lain kepada Natha. Seakan jika keduanya pernah bertemu sebelum ini.
Wuss...
Angin bergelayut di celah waktu, menerpa kecil anak-anak rambut di sekitaran muka Natha.
Membuat tubuh gadis itu tiba-tiba saja terduduk lemas, dia sempat mencoba melirik wajah dingin pria penolongnya yang telah berpindah untuk menghujam penampakan Natha. Dari biras silau mentari posisi atas.
Aneh lama kelamaan tatanan itu semakin silau dan buram, penuh cahaya dari cemaran atas, bibir-bibir kecil Natha yang baru mendapat kembali kendali tubuh terlihat bergerak samar sebelum dunia di pandangannya terlanjur meredup dan hitam.
Brukkk!!
...~Bersambung~...