Cecil dan Kevin sepasang kekasih. Hubungan mereka terkendala restu dari mamanya Cecil. Namun, karena rasa cintanya yang begitu besar, Cecil pun berani menantang orang tuanya.
Padahal, tanpa Cecil sadari, dia hanya dimanfaatkan Kevin. Gadis itu sampai rela menjual barang-barang berharga miliknya dan bahkan meminjam uang demi menuruti permintaan sang kekasih.
Apakah hubungan yang toxic ini akan bertahan? Sadarkah Cecil jika dia hanya dimanfaatkan Kevin?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon mama reni, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab Empat Belas
Cecil menarik napas lega saat telah berada di lantai bawah gedung apartemen itu. Dia terus berjalan hingga ke halamannya. Berhenti di taman dan duduk sambil merenung apa yang baru saja terjadi.
Bohong jika dia tak berpikir tentang apa yang Kevin katakan tadi. Dia takut jika pria itu benar-benar menyebarkan videonya. Cecil mengusap wajahnya dengan kasar.
"Aku harus bagaimana? Jika benar Kevin menyebarkan video itu, aku tak tau harus menaruh di mana mukaku ini," gumam Cecil dalam hatinya.
Setelah cukup lama mempertimbangkan pulang atau tidak, akhirnya Cecil memutuskan kembali ke rumah walau apa pun nanti ucapan mamanya. Dia memang salah. Dia harus siap menerima apa pun sikap dan perlakuan mamanya nanti.
Cecil berdiri di depan pintu rumah Mama Nicky, menatap pintu yang familiar namun terasa asing, padahal baru satu minggu meninggalkan rumah ini. Satu minggu penuh pertikaian, air mata, dan seutas harapan bahwa semuanya akan baik-baik saja. Sekarang, di bawah sinar remang-remang lampu jalan, hatinya berdebar menyaksikan pintu itu seolah ada magnet yang menariknya kembali.
Dia menarik nafas dalam-dalam, mencoba menenangkan diri. "Aku pasti bisa melakukannya," gumamnya pelan sebelum mengulurkan tangan dan mengetuk pintu.
Tak lama, suara langkah kaki terdengar dari dalam. Pintu dibuka, dan Mama Nicky muncul di ambang pintu, tampak terkejut dan sekaligus cemas. Wanita paruh baya itu mengerutkan dahinya dan matanya tampak berkaca-kaca.
"Cecil ..." Suara Mama Nicky bergetar. “Kau kembali, Nak?”
Cecil mengangguk, merasa lumpuh sejenak di hadapan sosok wanita yang selama ini dia cintai meski sering tidak sependapat. “Mama, aku … aku minta maaf.”
Cecil lalu memeluk mamanya. Tangisannya pecah dalam dekapan wanita itu. Cukup lama keduanya saling berpelukan. Beberapa saat kemudian, mama Nicky melepaskannya.
“Masuklah dulu,” kata Mama Nicky sambil menggeser tubuhnya, memberi jalan agar Cecil bisa masuk ke dalam rumah.
Dalam hati, Cecil merasa lega, seolah langkahnya di dalam rumah itu membuatnya kembali menemukan bagian dari dirinya yang hilang. Ternyata sambutan dari sang mama tak seburuk pikirannya. Mama Nicky masih menerima dirinya.
Ruangan itu tidak banyak berubah. Aroma makanan yang dimasak Mama Nicky memenuhi udara, membuat perutnya lapar. Dia mengingat saat-saat ketika mereka berbagi cerita sambil memasak bersama. Namun, pelukan hangat itu kini terasa dingin karena pertikaian yang pernah terjadi di antara mereka.
“Cecil, kenapa kau pergi kemarin, Nak?” tanya Mama Nicky sambil menutup pintu. Suaranya penuh kekhawatiran. "Aku tidak mengerti kenapa kau lebih memilih Kevin."
Cecil menarik napas dalam-dalam. "Mama, aku tidak mengerti kenapa aku bisa terjebak dalam semua ini," jawabnya, suaranya hampir bergetar. “Aku pikir Kevin baik untukku. Aku selalu percaya dia akan membuatku bahagia.”
“Dan apa buktinya? Dia tidak pernah menghormati keputusanmu. Dia tidak memperlakukanmu seperti yang layak kau dapatkan,” Mama Nicky menanggapi, nada suaranya mulai naik, walau ia berusaha tetap tenang. “Kau terlalu larut dalam cinta buta.”
“Mama, tolong ... aku tahu Mama hanya ingin yang terbaik untukku. Dan sekarang aku telah merasakannya ...," jawab Cecil.
Tak ada yang bisa dia katakan. Dia memang salah karena tak mendengar ucapan mamanya.
“Merasa apa, Cecil? Merasa terluka? Merasa dikhianati?” Mama Nicky memotong dengan tajam.
Cecil terdiam, matanya menatap ke lantai. “Ma, maaf. Aku tak pernah mendengar kata-katamu. Sekarang aku janji, apa pun yang Mama lakukan untukku, tak akan aku bantah lagi!" seru Cecil dengan kepala menunduk.
Sebenarnya malu pulang, beruntung mama masih menyambut dengan tangan terbuka.
Mama Nicky mendekat, mata mereka bertemu. Dalam cara tertentu, Cecil merasakan empati dan cinta yang tak akan pernah hilang di antara mereka. “Kau akhirnya melihat siapa dia sebenarnya.”
“Iya, Mama. Aku salah. Aku seharusnya mendengar apa yang Mama katakan. Maafkan aku.” Air mata mulai membasahi pipinya. “Aku seharusnya tidak pergi begitu saja. Aku terlalu egois.”
Mama Nicky menarik napas dalam-dalam, mengingatkan diri untuk tidak melanjutkan pertengkaran. “Aku hanya ingin yang terbaik untukmu. Semua yang aku lakukan, aku lakukan karena aku mencintaimu.”
Cecil merasa hatinya hancur mendengar kata-kata itu. Dirinya semakin merasa bersalah karena pernah membantah ucapan mamanya.
“Mama, aku tahu. Dan aku sangat menghargainya, tapi kadang hati ini sulit memahami,” ujarnya dengan suara lirih.
Mereka duduk di meja makan. Cecil memperhatikan rumah yang selama ini dianggapnya sebagai tempat aman, namun kini terasa sedikit berbeda. Mama Nicky mulai menyiapkan makanan.
“Mama, sup ini pasti enak. Aku selalu merindukan masakan Mama,” ujar Cecil, mencoba meredakan suasana canggung. Dia sengaja mengalihkan pembicaraan agar mama tak membahas Kevin. Hatinya masih sangat terluka atas pengkhianat pria itu.
Mama Nicky tersenyum kecil. “Tentu saja. Itu favoritmu sejak kecil. Sekarang, cobalah.”
Cecil mengambil sendok dan menyicipi sup yang dihidangkan. Rasanya masih sama, hangat dan menenangkan. “Enak sekali,” dia berusaha menyampaikan kejujuran dalam suaranya. “Mama memang koki terhebat.
“Terima kasih, Cecil,” balas Mama Nicky dengan wajah berseri. “Kau tahu, saat kau pergi, aku merasa kehilangan bagian dari diriku. Hari-hariku terasa sepi tanpa kehadiranmu.”
Cecil menelan ludah, hatinya nyeri mendengar pengakuan itu. “Maafkan aku Mama. Aku seharusnya tidak pergi dengan cara seperti itu. Mungkin jika aku sedikit lebih bersabar, semuanya bisa berbeda.”
Mama Nicky menggeleng. “Sayangku, cinta tidak bisa dipaksakan. Aku hanya ingin agar kau tahu, tidak ada yang lebih penting bagiku selain kebahagiaanmu. Jika Kevin memang tidak membuatmu bahagia, maka kau tidak perlu bersamanya.”
“Benar, Mama. Aku belajar hal itu dengan cara yang sulit. Aku seharusnya lebih mempercayai ucapan mu, Ma." Cecil berkata, rasa sesal mengganjal di tenggorokannya. “Aku janji akan lebih mendengarkan semua perkataan mu, Ma.”
“Kau tahu, Cecil. Hidup itu seperti memasak. Kadang, kita perlu mencampurkan bahan yang berbeda untuk menemukan resep yang tepat,” kata Mama Nicky, mencoba menjelaskan dengan cara yang ringan.
Cecil tersenyum, merasa hangat di dalam hatinya. “Dan yang terpenting, kita harus memastikan bahannya fresh, kan?” balasnya, menggoda.
Mama Nicky tertawa, atmosfer yang penuh ketegangan mulai mencair. “Benar! Jangan sampai memasukkan bahan kadaluarsa.”
Mereka berdua bercerita sambil tersenyum dan tertawa. Cecil seperti mendapatkan kehangatan dan kehidupan baru. Dia baru menyadari jika enam bulan belakangan sejak mengenal Kevin mereka berdua sangat jauh. Tak ada komunikasi dan senda gurau seperti saat ini.
Ketika keduanya sedang asyik becanda, Cecil menerima pesan dari sahabatnya. Dia membukanya, ternyata video dia dan Kevin yang telah di edit, hanya memperlihatkan wajahnya saja. Sedangkan wajah Kevin ditutupi. Gadis itu menarik napas dalam, dia sudah harus siap menerima konsekuensi atas semua yang dia lakukan.
Sukses truus Mak...
Terima kasih mam Reni sukses selalu lope lope juga mam 😍😍
semoga sehat selalu dan bertambah sukses mom 🤲🏻🤲🏻 love,,, love,,, sekebon juga mom 😘😘
Pada mampir yuk dikarya sederhana ku /Smile//Good//Pray/