Hampir empat tahun menjalani rumah tangga bahagia bersama Rasya Antonio, membuat Akina merasa dunianya sempurna. Ditambah lagi, pernikahan mereka langsung dianugerahi putri kembar yang sangat cantik sekaligus menggemaskan.
Namun, fakta bahwa dirinya justru merupakan istri kedua dari Rasya, menjadi awal mula kewarasan Akina mengalami guncangan. Ternyata Akina sengaja dijadikan istri pancingan, agar Irene—istri pertama Rasya dan selama ini Akina ketahui sebagai kakak kesayangan Rasya, hamil.
Sempat berpikir itu menjadi luka terdalamnya, nyatanya kehamilan Irene membuat Rasya berubah total kepada Akina dan putri kembar mereka. Rasya bahkan tetap menceraikan Akina, meski Akina tengah berbadan dua. Hal tersebut Rasya lakukan karena Irene selalu sedih di setiap Irene ingat ada Akina dan anak-anaknya, dalam rumah tangga mereka.
Seolah Tuhan mengutuk perbuatan Rasya dan Irene, keduanya mengalami kecelakaan lalu lintas ketika Irene hamil besar. Anak yang Irene lahirkan cacat, sementara rahim Irene juga harus diangkat. Di saat itu juga akhirnya Rasya merasakan apa itu penyesalan. Rasya kembali menginginkan istri dan anak-anak yang telah ia buang.
Masalahnya, benarkah semudah itu membuat mereka mau menerima Rasya? Karena Rasya bahkan memilih menutup mata, ketika si kembar nyaris meregang nyawa, dan sangat membutuhkan darah Rasya. Bagaimana jika Akina dan anak-anaknya justru sudah menemukan pengganti Rasya?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Rositi, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
3. Sebatas Istri Pancingan?
Sepasang buku nikah Rasya taruh di meja, persis di hadapan Akina.
Kini, mereka memang sudah ada di kediaman orang tua Rasya yang megah. Berbeda dengan rumah Akina dan Rasya tinggal selama hampir empat tahun lamanya, rumah tersebut memiliki empat lantai dan dibangun di atas tanah hampir 2 hektar. Selain itu, dari segi arsitektur maupun perabotan dan isinya, semuanya serba mahal. Karena memang, Rasya berasal dari keluarga berada dan tinggal di ibukota. Hingga meski pada kenyataannya Akina juga berasal dari keluarga berada, kenyataan Akina yang memang berasal dari kampung, tetap bisa jadi bahan cemooh bahkan hinaan. Karena memang, orang tua Akina tidak seberada orang tua Rasya.
Akan tetapi, pantas kah seorang suami mencemooh latar belakang seorang istri, hanya karena sang suami merasa derajatnya lebih tinggi?
Di ruang makan dengan penerangan yang sangat terang dari banyaknya lampu di sana termasuk lampu hias, Akina tidak hanya berdua dengan Rasya. Karena di sana masih ada Irene yang kini didampingi ibu Ismi maupun Rasya. Sementara Aqilla dan Asyilla sengaja diurus oleh para ART di ruang keluarga depan.
Setelah menaruh sepasang buku nikah dan satu buah map entah berisi apa di hadapan Akina, dengan segera Rasya langsung berdiri di sebelah Irene. Akina duduk persis berhadapan dengan Irene. Kebersamaan mereka hanya dipisahkan dengan meja kaca tebal berbentuk oval yang luas.
Satu lawan tiga, itulah yang terjadi sekarang. Seolah, Akina yang sebelumnya dianggap membuat kerusuhan oleh Rasya maupun Irene, akan dihakimi. Apalagi setelah keduanya menceritakannya kepada ibu Ismi, wanita anggun yang jemarinya dipenuhi perhiasan itu, langsung menggeleng tak habis pikir. Memang tidak ada kata-kata berarti apalagi makian luapan marah yang terucap dari ibu Ismi. Namun, tatapannya sangat tajam. Tatapannya khas orang mengecam.
“Baca dengan teliti!” tegas Rasya sambil bersedekap, tapi kemudian, ia mekap penuh sayang kepala Irene.
Alasan yang juga membuat Akina muak untuk menjalankan perintah suaminya. “Aku ini istri kamu, loh. Aku beneran bukan penjahat apalagi teroris. Coba sekarang aku balikkan ke kalian. Andai suami mbak Irene lebih fokus urus keluarganya, sementara istri dan anaknya juga harus diurus. Memang, enggak selama dua puluh empat jam. Namun jika kebutuhannya di waktu yang sama, istri dan anak tetap harus diutamakan,” ucap Akina tersedu-sedu. Ia membiarkan air matanya berlinang meski itu membuat pandangannya jadi buram.
“Aku beneran enggak pernah menuntut yang lain. Coba sekarang aku tanya, kapan aku ngeluh? Dalam hal apa pun, kapan aku melakukannya?” sedih Akina.
“Saat aku butuh suamiku tapi Mama telepon. Termasuk saat aku lahiran dan mama telepon Mas Rasya buat temenin Mama. Aku terima lahiran sendirian, meski anak yang aku lahirin kembar dan yang adzanin anak-anakku justru ... papaku!”
“Uang bulanan kurang, aku diam. Bahkan susu buat anak-anak sampai dikirimi mbahnya dari kampung. Termasuk pakaian dan mainan yang hampir semuanya dari keluargaku. Pernah, aku ngeluh? Bahkan ketika enggak ada satu butir pun beras di rumah?” berat Akina tak kuasa membendung kesedihannya. Ia jadi kerap menghela napas dalam demi meredam sesak di dadanya. Sakit, rasanya benar-benar sakit
Kalian jangan berpikir, Akina mendapatkan kehidupan mewah, hanya karena menjadi menantu dari keluarga kaya raya. Gambaran hidup layaknya seorang ratu karena menikahi bos besar dari perusahaan X, sungguh tidak ada di kehidupan Akina. Meski Rasya tipikal suami patriarki, Rasya juga tidak mengizinkan Akina kerja. Akina bahkan tetap tidak diizinkan bekerja ke keluarga Akina sendiri yang memang kebanyakan pebisnis bahkan artis. Masalahnya, walau tidak diizinkan bekerja. Sedangkan Rasya maupun keluarganya kaya raya, uang bulanan untuk Akina itu UMR rasa banyak tagihan. Jadi, demi memenuhi kebutuhan si kembar, Akina tak kuasa menolak kiriman dari orang tuanya.
Di hadapan Akina, Irene turut menitikkan air mata. Tubuh Irene juga jadi terguncang pelan. Namun, alih-alih menenangkan Akina yang jelas sangat menderita, ibu Ismi malah merangkul penuh sayang Irene. Irene lah yang ibu Ismi tenangkan.
“Cepat buka cek semuanya karena kamu tidak lebih dari istri pancingan!” sergah Rasya benar-benar geregetan. Hingga karena itu juga, ia menjadi sosok yang sangat keji.
Akina yang dongkol dengan cara sang suami, dengan segera meraih buku nikah sesaat setelah ia menghela napas kasar. Betapa terkejutnya Akina lantaran buku nikah untuk pihak istri tak hanya berisi foto Irene. Karena di sana juga ada foto Rasya, lengkap dengan identitas Rasya!
“Hah ...? Ini maksudnya bagaimana?” batin Akina langsung linglung. Otaknya mendadak tidak bisa berpikir atau bahkan telanjur lumpuh.
Hampir empat tahun menjalani rumah tangga bahagia bersama Rasya Antonio, membuat Akina merasa dunianya sempurna. Ditambah lagi, pernikahan mereka langsung dianugerahi putri kembar yang sangat cantik sekaligus menggemaskan. Namun kini, dengan kedua matanya sendiri Akina memastikan, bahwa sebelum menikahinya, Rasya telah menikah dengan Irene. Terhitung, lima tahun sebelum Rasya menikahi Akina, ... Rasya sudah menikahi Irene!
Sementara ketika kedua tangan Akina yang gemetaran sekaligus terus mengeluarkan keringat, mengecek isi map. Di sana terpampang foto-foto pernikahan Irene dan Rasya. Ternyata, kedua sejoli itu sudah berpacaran sejak SMP!
Lantas, apa maksud Rasya sekeluarga yang selama ini mengenalkan Irene sebagai kakak perempuan Rasya? Kakak perempuan yang sangat disayangi Rasya sekeluarga. Kakak perempuan yang memang selalu diratukan Rasya sekeluarga!
Juga, apa maksud Rasya mengatakan bahwa Akina hanya sebatas istri pancingan?
Selain semua itu, apakah selama ini yang selalu berkomunikasi dengan Rasya menggunakan nomor kontak ibu Ismi dan sampai Rasya panggil sayang, juga masih Irene?
Terlalu banyak pertanyaan yang memenuhi benak Akina. Kepala Akina seolah akan meledak dan rasanya sangat panas. Mendadak, setelah Akina memaksa otaknya untuk berpikir, ada derit layaknya ketika kereta akan berhenti. Sungguh, otak Akina seolah benar-benar akan meledak.
“Istighfar, Na ....” Jauh di lubuk hatinya, Akina sudah sibuk menyemangati dirinya sendiri.
Keadaan Akina sungguh kacau. Wanita cantik berusia 30 tahun itu mendadak tidak bisa membedakan kenyataan maupun halusinasi. Tatapannya yang basah sekaligus kabur, menatap ketiga wajah di hadapannya. Ketiganya menjadi bertampang keji dan jelas menghakiminya. Cara ketiganya bersikap seolah sengaja menuntut Akina. Bahwa mau tidak mau, suka tidak suka, Akina harus menerima. Apalagi kini, selain sudah memiliki si kembar, Akina justru tengah hamil lagi.
“Kamu istri kedua. Sakitan mana dengan Irene yang selama ini sudah berkorban sekaligus mendukung Rasya?” Ibu Ismi angkat suara. Dalam dekapannya, apa yang ia katakan membuat Irene tersedu-sedu. Tangis Irene pecah. “Irene sudah terlalu banyak berkorban! Demi kamu dan anak-anakmu!” lanjut ibu Ismi. Emosinya kepada Akina makin meluap akibat kesedihan Irene.
“Kenapa aku yang disalahkan? Memangnya sejak awal, kalian memberitahu aku apalagi keluargaku, kalau ternyata, aku istri kedua? Kalau ternyata, aku istri pancingan?!” isak Akina tersedu-sedu.
Akina menuntut keadilan atau setidaknya belas kasihan. Namun, Rasya yang ia tatap memohon, justru menepis tatapannya. Karena yang Rasya lakukan justru memeluk Irene.
“Sayang, ... maaf!” lembut Rasya dengan bibir yang kembali menempel di ubun-ubun Irene.
Detik itu juga, langit kehidupan Akina runtuh! Akina tertunduk loyo dan ingin mati saja. Terlebih, tangis kedua putrinya tak sedikit pun membuat Rasya iba. Rasya malah pergi membopong Irene dan membawanya masuk ke dalam kamar.