NovelToon NovelToon
Antara Cinta Dan Perjuangan

Antara Cinta Dan Perjuangan

Status: sedang berlangsung
Genre:Romantis / Cinta Terlarang / Cinta Murni
Popularitas:1.5k
Nilai: 5
Nama Author: Raira Megumi

Ahmad Hanafi, seorang laki-laki cerdas dan tangguh yang ikut serta dalam perjuangan memerdekaan bangsa Indonesia dari jajahan negeri asing yang telah menjajah bangsanya lebih dari 300 tahun.
Saat mengabdikan seluruh jiwa dan raganya demi bangsa yang dicintainya, ia dibenturkan pada cinta yang lain. Cinta lain yang ia miliki untuk seorang gadis cantik yang sulit ia gapai.
Rosanne Wilemina Van Dijk adalah nama gadis yang telah memporak-porandakan keyakinan Ahmad Hanafi akan cintanya pada bangsa dan negaranya.
Cintanya pada dua hal yang berbeda memberikan kebimbangan luar biasa pada diri seorang Hanafi.
Pada akhirnya, cinta siapa yang akan dipilih Hanafi? Cintanya pada bangsa Indonesia? atau pada Rosanne? atau ada wanita lain?

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Raira Megumi, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

3. Memaksa Bertemu

Satu minggu kemudian, Hanafi ditugaskan untuk menemui seorang gubernur Hindia Belanda di kediamannya. Seharusnya Hanafi ditemani Ramli tetapi Ramli ditugaskan ke tempat lain. Tanpa gentar, Hanafi datang sendiri mendatangi kandang singa. Ia sama sekali tidak takut walau menghadapi para penjajah itu sendirian. Nyawanya sudah ia persembahkan demi kemerdekaan tanah airnya.

“Hai, kita bertemu lagi,” sapa seorang gadis cantik saat Hanafi memasuki gerbang kediaman Gubernur Hindia Belanda bernama Edward Van Dijk.

Hanafi berusaha tidak menanggapi sapaan Rosanne.

“Untuk keperluan apa Anda datang kemari? Apakah untuk menemuiku?”

“Saya tidak ada urusan dengan Anda. Saya hendak bertemu Tuan Edward Van Dijk.”

“Dia adalah kakak laki-laki saya. Mari saya antar Anda menemuinya. Dia baru saja tiba.”

“Terima kasih,” ucap Hanafi berusaha sopan. Ia mengikuti langkah Rosanne memasuki bangunan yang sebenarnya tidak ingin ia datangi.

Dua jam Hanafi berada dalam ruangan pribadi Edward Van Dijk. Sepertinya tidak ada titik temu dalam diskusi mereka. Ia pulang dengan menahan emosi. Seperti yang sudah ia duga, pembicaraan dengan gubernur itu adalah pekerjaan yang sia-sia. Sebelumnya dia sudah mendebat Ramli untuk tidak membicarakan keinginan mereka untuk membentuk sebuah organisasi pada sang gubernur tetapi usulnya tidak diterima oleh Ramli sehingga dengan terpaksa ia berhadapan dengan orang yang tidak ingin ia temui dalam hidupnya selama lebih dari dua jam.

“Apakah Anda sudah selesai menemui kakak laki-laki saya?” tanya Rosanne sesaat setelah Hanafi keluar dari ruangan kerja Edward.

Hanafi sedikit mengangguk dan langsung meninggalkan Rosanne yang masih berdiri mematung.

“Tunggu, Tuan! Saya belum mengetahui nama Anda.” Rosanne menangkap lengan Hanafi menahan supaya tidak pergi.

“Bisakah Anda melepaskan lengan saya? Tidak pantas seorang gadis bersikap seperti yang Anda lakukan sekarang.” Hanafi menatap tajam tepat pada manik Rosanne.

“Maafkan saya. Saya hanya ingin mengetahui nama Tuan.”

“Mengetahui nama saya bukanlah masalah yang penting. Tidak ada gunanya mengetahui nama saya.”

“Penting bagi saya!” ucap Rosanne tegas.

“Selamat tinggal. Semoga kita tidak pernah bertemu lagi.” Hanafi menghentakkan lengannya.

Rosanne terkejut dengan gerakan tiba-tiba dari Hanafi. Ia tidak akan menyangka jika niat baiknya untuk berteman ditolak mentah-mentah oleh laki-laki yang telah menarik perhatiannya sejak kali pertama bertemu.

**************

Dua hari kemudian, Rosanne berdiri di depan sebuah rumah tua yang terletak di pinggiran kota. Setelah bertanya kesana kemari, ia akhirnya menemukan tempat tinggal Hanafi. Entah kenapa sejak pertama kali melihat Hanafi, jantungnya berdegup tidak normal. Dia tertarik dan ingin mengenal lebih jauh sosok pemuda yang selalu bersikap dingin kepadanya. Setelah kepergian Hanafi dari rumahnya dua hari yang lalu, ia langsung bertanya pada kakak laki-lakinya perihal nama pemuda yang tadi menemui kakaknya.

“Ada keperluan apa Nona cantik seperti Anda berkunjung ke rumah orang rendahan seperti saya?” tanya Hanafi sinis.

“Terima kasih karena Anda berpikiran kalau saya cantik.”

“Untuk apa Anda datang ke rumah saya?” tanya Hanafi tanpa merubah nada suara sinisnya.

“Saya ingin mengenal Anda lebih jauh. Hm, saya suka tempat tinggal Anda.” Rosanne mengambil kipas lipat berenda yang cukup besar lalu mengipasi wajahnya dengan kipas tersebut. Sebuah sikap khas dari para gadis bangsawan Eropa.

“Oh, jadi kalau Anda menyukai sesuatu, Anda akan mengatakan suka dan setelahnya mengambilnya sesuka hati seperti negara kalian yang mengambil tanah kami?”

“Tidak. Bukan begitu maksud saya. Saya suka alam pemandangan di sekitar rumah Anda. Saya tidak bermaksud mengambil rumah Anda.”

Rosanne melihat kelompok anak-anak berusia sekitar 8 hingga 10 tahun berkumpul di teras rumah Hanafi.

“Apa yang Anda lakukan bersama anak-anak itu?” tanya Rosanne penasaran.

“Saya mengajar mereka mengaji,” jawab Hanafi. Nada suaranya sudah tidak sekeras sebelumnya.

“Apa itu mengaji?”

“Membaca Al-Quran. Kitab suci agama Islam.”

“Oh, boleh saya ikut bergabung?”

Entah kenapa Hanafi tidak lagi marah pada Rosanne. Ia mengangguk mendengar permintaan Rosanne.

Rosanne memerhatikan Hanafi yang mengajarkan Al-Quran dari awal hingga akhir. Ia terpana mendengar suara Hanafi yang merdu saat membaca ayat suci Al-Quran.

“Suara kamu merdu,” puji Roasanne setelah Hanafi selesai mengajar anak-anak mengaji.

“Hm, saya tidak membutuhkan pujian dari Anda.”

“Memuji atau tidak memuji adalah hak saya. Seharusnya Anda tidak berhak untuk melarang saya memuji kemerduan suara Anda.”

Hanafi tidak berniat untuk membalas perdebatan yang ditawarkan Rosanne. Untuk menghindari perempuan cantik yang terus mengganggunya sejak mereka bertemu, Hanafi bergegas menuju belakang rumah untuk mengecek hewan-hewan ternaknya.

“Anda hendak pergi ke mana? Saya adalah tamu Anda dan tidak sepatutnya Anda membiarkan tamu Anda sendirian.”

“Saya tidak mengundang Anda. Jadi, saya tidak memiliki kewajiban untuk menjamu ataupun menemani Anda.”

“Oh, seharusnya Anda tidak berbicara seperti itu kepada saya?”

“Selain mengambil kebebasan kami, Anda pun menuntut kami untuk menyenangkan Anda? Hah?” hardik Hanafi.

“Bukan begitu maksud saya. Saya…”

“Silahkan Anda pulang. Tidak ada lagi hal penting yang ingin Anda sampaikan kepada saya, kan?”

Hanafi berjalan cepat menuju kendang hewan-hewan ternaknya diikuti oleh Rosanne.

“Untuk apa Anda mengikuti saya?” Hanafi bertanya dengan nada tinggi berharap nyali Rosanne ciut.

“Saya ingin melihat apa yang Anda kerjakan.”

Hanafi mengambil tumpukan rumput untuk dibagikan kepada hewan-hewan ternaknya. Setelah selesai membagikan rumput dan Jerami, ia masuk ke kandang untuk membersihkan kotorannya.

“Anda tidak ikut saya ke dalam sini, huh?” tanya Hanafi sinis saat melihat Rosanne kesulitan dengan gaun panjangnya. Ia terlihat khawatir gaun mahalnya terkena kotoran hewan ternak.

“Saya melihat dari sini saja.” Rosanne menemukan sebuah kursi dan duduk di atasnya sambil melihat Hanafi bekerja.

Hanafi meneruskan pekerjaannya. Keringat mengucur deras membasahi baju yang dipakainya. Ia hendak membuka kaus yang sudah basah oleh keringat seperti yang biasa ia lakukan jika sedang bekerja di kandang ternak.

“Ah…”

Saat ia setengah jalan melepaskan kausnya, terdengar suara Rosanne terkesiap.

Hanafi melirik ke arah Rosanne yang terkejut karena mengira dirinya akan melepaskan pakaian.

“Huh, menyusahkan saja.” Setelah merapihkan kembali kausnya, Hanafi kembali bekerja.

Hanafi selesai membersihkan semua kotoran hewan ternak di kendang. Ia mendorong satu wadah besar berisi kotoran ke sudut kendang. Setelah semua kotoran hewan ternak terkumpul, besok ia akan meneruskan pekerjaannya membuat pupuk kandang dari kotoran hewan.

Hanafi berasal dari keluarga berada walaupun bukan dari kalangan bangsawan. Ayahnya adalah seorang petani besar dan ibunya masih keturunan dari bangsawan. Ia sudah tidak tinggal dengan kedua orangtuanya. Hanafi tinggal sendiri dan menghidupi dirinya dengan menggarap tanah ladang pemberian orangtuanya dan mengelola peternakan dengan beberapa ekor sapi dan kambing.

Sebenarnya ia memiliki beberapa orang pekerja. Hanya saya hari ini semua pekerjanya kompak meminta izin tidak bekerja karena urusan keluarga, seperti istri yang melahirkan, yang sakit, dan juga yang karena orangtuanya sakit.

Walaupun lahir dari keluarga berada dan ada darah bangsawan dari ibunya, Hanafi tidak seperti anak bangsawan lain yang enggan pergi meladang. Dibantu oleh para pekerjanya, Hanafi menggarap sendiri lahan pertanian miliknya yang cukup luas. Ia beruntung karena masih keterunan bangsawan sehingga keluarganya masih memiliki hak untuk memiliki tanah sendiri walaupun proses untuk mendapatkan hal tersebut sangat sulit.

“Sudah selesai pekerjaannya?” tanya Rosanne sambil mengasongkan saputangan berenda miliknya.

“Apa ini?”

“Untuk membersihkan keringat Anda.”

“Tidak perlu.”

Tidak menerima penolakan, Rosanne mengelap keringat Hanafi yang membasahi wajah dengan saputangannya.

“Apa yang Anda lakukan?” Hanafi terkejut dengan tindakan Rosanne yang berani.

“Membersihkan keringat Anda dengan saputangan saya.”

“Sepertinya Anda tidak memahami apa yang telah saya katakan.” Hanafi merebut saputangan dari tangan Rosanne dan mengelap keringatnya sendiri.

Rosanne tersenyum melihat Hanafi yang mengelap keringat dengan saputangan pemberiannya.

**********

to be continued...

1
Nurgusnawati Nunung
Hanafi mulai berubah, jd luluh
Nurgusnawati Nunung
Hanafi orang yang tegas..
Nurgusnawati Nunung
hadir...
Anna Kusbandiana
lanjut ya, thor...👍
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!