NovelToon NovelToon
Air Mata Istri

Air Mata Istri

Status: sedang berlangsung
Genre:Anak Yatim Piatu / Percintaan Konglomerat / Suami amnesia / suami ideal / istri ideal / bapak rumah tangga
Popularitas:13.6k
Nilai: 5
Nama Author: Mawar Hitam Berduri

Fatimah gadis yatim piatu, dia dinikahi oleh Yusuf pengusaha muda dan tampan. Namun dia mengalami banyak sekali konflik rumah tangga mulai dari ibu mertuanya yang tidak menyukai dia. Dia juga divonis sulit hamil karena dia menderita PCOS. Hingga datanglah Gea teman masa kecil Yusuf yang merupakan calon menantu idaman ibu mertuanya. Bagaimana nasib pernikahan Fatimah? Mungkinkah Yusuf tergoda dengan Gea perempuan di masa lalunya?

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Mawar Hitam Berduri, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Bab 3 - Mulut Pedas Mertua

Pukul 03.00 Pagi, kedua mata Fatimah terbuka lebar. Dia menguap berulang kali. Dia berusaha mengumpulkan nyawanya.

[HOAM!]

Fatimah menuruni ranjang, dia menampakkan kedua kakinya di atas lantai.

"Fatimah, kamu nggak boleh ngantuk," gumam Fatimah, dia langsung berjalan ke kamar mandi. Dia mengambil air wudhu.

Tempat wudhu, di dekat toilet rumah.

Fatimah usai berwudhu, lalu dia segera masuk ke dalam kamar. Dia mengambil mukena. Lalu dia segera melaksanakan sholat tahajud empat rakaat, lalu ditutup dengan witir.

"Assalamualaikum warrahmatullah," ucap Fatimah menoleh ke kanan lalu ke kiri.

Fatimah berdzikir, lalu dia mengadahkan kedua tangannya. Air matanya seakan menetes. Dadanya sesak.

"Ya Allah, kenapa engkau berikan hamba ujian seperti ini? Apa hamba sanggup berbagi cinta dengan wanita lain?" Fatimah berkata lirih, air matanya terjatuh seketika. Bibirnya gemetaran.

Sejenak Fatimah membayangkan tentang pernikahan kedua suaminya. "Ya Allah hamba-Mu ini, jauh dari kata sempurna. Bahkan hamba tidak sanggup harus dimadu," batinnya.

Di ranjang kamar Yusuf masih tertidur lelap.

Fatimah masih mengingat kalimat obrolan menyakitkan tentang dirinya di Arisan tadi pagi.

"Ngapain sih jeng Desi masih aja mempertahankan menantu mandul?"

"Betul, Jeng. Masa jeng nggak pengen punya cucu kayak kita-kita."

Fatimah berusaha sabar, dia bahkan masih bisa tersenyum di arisan teman-teman mertuanya. "Ya Allah, wanita mana yang tidak ingin mengandung 9 bulan, bahkan memiliki seorang anak?" Batinnya. "Ya Allah hamba sungguh-sungguh meminta dan berharap kepada-Mu. Bahwa hamba juga ingin dipanggil ibu dari seorang anak yang hamba lahirkan."

Fatimah tak sanggup, dia bersujud di atas sajadah panjangnya. Dia merasakan hatinya tersayat. Air matanya tak sengaja jatuh membasahi kedua pipinya.

"Ya Allah, aku mohon kabulkan doaku, kali ini aja. Aku ingin hidup bahagia bersama keluarga kecilku, ya Allah," ucap Fatimah dari lubuk hati terdalamnya, dia menangis di atas sajadahnya hingga tertidur lelap di atas sajadah.

*

Fatimah tertidur di atas sajadahnya. Hingga terdengar adzan subuh berkumandang.

Yusuf terbangun, dia mengerjap-kerjapkan kedua matanya, dia duduk sejenak di atas ranjang kamarnya, dia menoleh ke samping tidak mendapati istrinya.

"Ke mana Fatimah?" Gumamnya.

Yusuf menemui Fatimah tertidur di atas sajadah, dia langsung turun dari ranjang kamarnya.

"Sayang bangun, udah adzan subuh."

Fatimah terbangun, dia menatap Yusuf.

"Jam berapa mas?"

"Udah jam setengah lima. Ayo kita ambil air wudhu dan sholat berjamaah."

Fatimah tersenyum. Dia menganggukkan kepalanya.

Kemudian mereka jalan bersama ke kamar mandi, mereka mengambil air wudhu. Hingga terdengar gemericik air keluar dari kran kamar mandi.

Fatimah dan Yusuf kembali ke kamar. Mereka berdua membentangkan sajadah. Lalu mereka segera sholat berjamaah.

Fatimah dan Yusuf melaksanakan sholat dua rakaat. Mereka begitu khusyuk. Hingga di akhiri dua salam.

"Assalamulaikum warrahmatullah," ucap Yusuf, lalu diikuti Fatimah.

Usai melaksanakan sholat, mereka lanjut mengaji bersama.

Fatimah melakukan tadarus bersama dengan Yusuf. Mereka membaca surah Al-Waqiah bersama. Setiap ayat-ayat mereka baca pelan-pelan dan merdu.

*

Paginya, Gea lari pagi di komplek rumahnya, dia berkeringat cukup banyak. Dia mulai mengatur pernapasanya. Dia mencium aroma bubur ayam.

"Kayak makan buryam enak nih," gumam Gea, kedua matanya membidik ke gerobak penjual bubur ayam.

Di pojok terlihat penjual bubur ayam 'Mang Ucup' terlihat sangat ramai pembeli. Beberapa orang banyak yang pesan bungkus.

Lalu Gea berjalan ke sana. Dia sudah tidak tahan menikmati semangkok bubur ayam. Dia merasa cacing di perutnya sedang berdemo.

"Pak, satu porsi buryam. Gak pakai kacang, terus tambah topping ayam dan sate telur puyuh. Oh ya telurnya setengah matang ya, Pak," ucap Gea, lalu dia duduk di bangku panjang.

"Siap, Nona cantik!" Balas tukang bubur ayam.

Beberapa pembeli terlihat menikmati bubur ayam. Mereka terlihat lahap.

Gea mengambil sate usus sambil menunggu bubur ayamnya tersaji.

Gea menghabiskan enam tusuk sate usus ayam.

"Non, ini buburnya," ucap tukang bubur ayam menyajikan semangkok bubur ayam pesanan Gea di atas meja.

"Ok, Pak. Terima kasih," balas Gea.

Gea langsung melahap bubur ayam, dia sedikit meniup, sebelum masuk ke mulutnya.

"Emang enak sarapan bubur ayam habis jogging," gumam Gea. Dia begitu menikmatinya. Dia begitu lahap memakan setiap suapan sendok yang masuk ke dalam mulutnya.

*

Hari minggu pagi, pukul 09.00.

[TOK!]

Suara ketukan pintu unit apartemen.

Fatimah langsung melangkahkan kedua kakinya. "Aduh, siapa ya pagi-pagi gini bertamu?"

Sementara Yusuf berendam di bathtub. Dia menikmati suasana di kamar mandi. Dia juga sudah memasukkan bathboom. Dia merasakan rileksasi. Helaan napas berat, setelah menjalani enam hari kerja.

"Ya Allah, aku nggak akan pernah mungkin menduakan dia," gumam Yusuf, dia menikmati air hangat di Bathtub.

Lalu Yusuf segera keluar dari bak mandi, dia membilas tubuhnya dengan air pada shower. Dia segera meraih handuk, dia lilitkan dari pinggang hingga lutut.

Yusuf keluar dari kamar mandi, dia mengebas-kebaskan sedikit rambutnya yang basah. Dia berjalan ke walking closet, dia memilih pakaian santainya.

"Kayaknya pakai ini aja deh," Yusuf mengambil kaos oblong dan celana pendek, dia langsung menatap dirinya di cermin. Dia menyemprotkan parfum aroma maskulin.

Yusuf menaruh kembali handuk di jemuran depan kamar mandinya.

*

Di ruang makan.

"Ya ampun, kamu itu gimana sih Fatimah, jam segini masih malas-malasan! Masak di atas meja nggak ada makanan sarapan pagi untuk suamimu! Kamu mau kasih makan angin?!" Desi menatap Fatimah.

"Iya, Ma. Maaf tadi Fatimah bangun kesiangan."

"Halah! Kamu itu emang dasar istri pemalas! Kamu aja masih berantakan! Aduh!" Desi kesal. "Untung mama bawa makanan, kalau enggak pasti Yusuf nggak keurus sama kamu!"

Fatimah mengelus dada.

"Kamu itu harusnya layani suami dengan baik! Kamu itu emang nggak becus!" Desi kesal.

Fatimah tidak membantah sepatah katapun.

"Yaudah, kamu siapin ini sarapan pagi untuk suamimu! Masa mama harus turun tangan juga buat ngurus suamimu!" Dengus kesal Desi.

"Maaf, Ma."

"Percuma aku maafin kamu, tapi kamu tetep ngulang lagi! Kamu nggak becus!" Omel Desi.

Fatimah membantu menyajikan rendang daging yang dibawa ibu mertuanya. Dia juga sudah menyiapkan nasi.

Nasi dan daging rendang telah tersaji di atas meja makan.

Tatapan wajah Desi begitu sinis

"Dasar menantu nggak becus!" Umpat Desi dalam hati.

*

"Loh mama ke sini? Kenapa mama nggak ngabarin Yusuf, kan Yusuf bisa jemput mama?"

"Halah, kamu itu. Nggak mungkin jemput mama. Kamu kan lebih prioritasin istrimu," sindir Desi.

"Ma, kenapa sih nggak suka banget sama Fatimah? Padahal dia itu sayang sama mama."

"Halah, nggak mungkin."

Fatimah hanya diam, dia menuangkan minuman ke gelas ibu mertuanya dan suaminya.

"Harusnya kamu dulu kalau cari istri yang punya bibit, bobot, dan bebet baik. Bukan sama istri yang nggak bisa kasih keturunan buat kamu," Desi menyindir ke Fatimah, tatapan sinis.

Fatimah berusaha mengabaikan, dia berusaha menjaga hatinya.

"Ma, harusnya jaga perasaan Fatimah, dia juga perempuan seperti mama."

"Ya nggak usah disamakan, lagian mama juga udah menemukan calon istri kedua buat kamu. Yang pasti dia dari keluarga jelas."

Fatimah berusaha sabar, dia mengelus dadanya. Dia menahan air mata di kelopak matanya.

"Ya Allah, aku sungguh nggak sanggup diduakan dengan wanita lain, kenapa engkau memberikan ujian seperti ini?" Batin Fatimah.

"Ma, aku akan cek ke dokter kandungan, tapi aku yakin kalau Fatimah itu bisa punya keturunan," ucap Yusuf.

"Halah! Dia itu nggak akan pernah mungkin bisa, lagian dokter kandungan langganan mama bilang, kalau Fatimah itu akan sulit hamil," ucap Desi.

"Sulit, tapi masih bisa kemungkinan Fatimah bisa hamil, Ma."

"Kemungkinan cuman sepuluh persen kata dokter, itu ya hanya harapan tipis. Sampai kapan mama nungguin, sampai mau mati?!"

"Ma, jangan ngomong gitu. Ini bagian ujian dari Allah."

"Halah, lagian kalau kamu poligami, kn Fatimah bisa mendapatkan surga, lagian ini buat kepentingan bersama," ujar Desi.

"Mas, udah. Aku bersedia buat dimadu sama kamu, aku ikhlas, Mas," balas Fatimah, dia tersenyum.

"Aku yang nggak bisa, Fat. Ini keputusan besar, aku takut nggak bisa adil sama kamu ataupun istri keduaku nanti," Yusuf menolak halus.

"Mas, aku nggak apa-apa. Kamu bisa melakukan perintah ibumu, lagian surgamu masih di ibumu," kata Fatimah.

"Aku nggak bisa, Fat. Aku nggak mau nyakitin kamu." Yusuf menatap Fatimah.

"Lagian, istri kamu udah setuju, yaudahlah. Kamu nurut sama mama," ucap Desi.

"Tapi aku yang keberaratan, Mas."

"Kamu memang sekarang nggak pernah dengerin mama lagi, udah mama cape ngomong sama kamu, Suf! Kamu memang nggak ngertiin mama," Desi langsung beranjak pergi.

"Ma, bukan maksud Yusuf ...."

Desi pergi meninggalkan unit apartemen Yusuf dan Fatimah, dia tampak kesal. Mulutnya komat-kamit. Sepanjang jalan menyusuri lorong, dia ngomel dalam hati.

"Anak nggak pengertian! Pasti ini pengaruh buruk dari Fatimah!" Dengus kesal Desi.

Di ruang tamu, Yusuf dan Fatimah berbincang bersama, usai sarapan pagi. Mereka sambil menikmati kopi.

"Mas, harusnya kamu nggak boleh gitu sama mamamu," ujar Fatimah.

"Enggak sayang, aku nggak bisa melihat kamu sedih atau menderita, aku hanya ingin kamu bahagia sayang," ucap Yusuf. "Aku menikahimu untuk menua bersama, bahkan aku nggak peduli jika kamu pada akhirnya nggak bisa kasih aku keturunan. Kita masih bisa adopsi anak," ucap Yusuf menatap Fatimah, dia mengecup jemari-jemari tangan Fatimah.

"Tapi mas...."

"Nggak usah peduliin ucapan mereka, aku dan kamu yang ngejalani semua ini. Mereka hanya penonton dalam rumah tangga kita. Aku percaya ini adalah takdir yang telah Allah berikan kepada kita," ucap Yusuf. "Besok kita ke Panti Asuhan, siapa tahu kita menemukan anak yang cocok buat kita adopsi."

Yusuf meraih tangan Fatimah kembali.

"Iya, Mas."

*

1
Susi Raghisa
c fatimah mah mani bedegong jeng egois.
Yati Syahira
nenek tua tempramen ntar kena struk baru tahu
Mawar Hitam Berduri: 🤭🤭🤭🤭 begitulah nenek desi
total 1 replies
Yati Syahira
knapa fatima dan adam tdk peegi jauh yg tdk bisa diketemukqn yusuf samq ibunya
Mawar Hitam Berduri: Terima kasih sudah mampir membaca, jawabannya ada di episode selanjutnya. 🥰🥰🥰🥰
total 1 replies
Susi Raghisa
euh pada egois semua..
Susi Raghisa
pasti nanti disuruh cepet nikah sama ulat keket..kayanya aku ga rela deh kalau sampe bener sku mundur deh bacanya..maaf ya kaka bukan ga menghargai karya kaka..karya kaka bagus ko saya suka tp kakau ada poligami maaf.
Mawar Hitam Berduri: Di tunggu saja episode lanjutannya. . .Terima kasih atas jejak komentarnya 🙂☺️
total 1 replies
Muhammad Bagus
kek sinetron ikan terbang

tokoh jahat dibuat lebay jahatnya
tokoh baik dibuat lebay baiknya
Mawar Hitam Berduri: terima kasih atas komentarnya, tapi lebih baik buat baca sampai tamat, karena setiap cerita punya alurnya masing-masing. 🙂
total 1 replies
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!