Air Mata Istri
Di Dapur Unit Apartemen, pukul 08.00.
"Dasar wanita mandul!" Gumam Desi menatap Fatimah.
Di dapur Fatimah sedang memasak sup kesukaan dari Yusuf, suaminya. Tiba-tiba datanglah Desi.
“Istri macam apa, udah lima tahun nikah tapi belum bisa kasih keturunan buat suaminya. Aduh kasihan banget anak aku harus dapat istri yang mandul.” Desi sengaja untuk menyindir Fatimah yang sedang mengaduk sayur sup ayam. Dia bahkan tidak peduli perasaan dari Fatimah yang merupakan menantunya.
Fatimah hanya berusaha untuk menahan perasaannya yang begitu pedih. Dia berusaha untuk menahan air matanya agar tidak jatuh di kedua pelupuk matanya. Dia berusaha tetap tegar selama tinggal bersama ibu mertuanya yang super bawel dan cerewet.
“Dasar wanita nggak berguna! Harusnya tahu diri lah menikah selama lima tahun tapi nggak ada hasil sama sekali! Padahal pingin cepet-cepat nikah, eh ternyata....”
Fatimah berusaha untuk menutup kedua telinganya.
“Ya ampun, Ini masakan apa, Fatimah? Kamu masak kayak sampah gini!” Omel Desi ketika dia mencicipin perkedel buatan Fatimah.
“Udah, nggak enak masih aja masak! Kamu itu istri nggak becus! Harusnya putraku tidak menikah dengan wanita seperti kamu yang mandul dan gak becus urus-urusan rumah tangga! Bahkan ngerawat diri aja nggak pernah!” Lanjut Desi.
Fatimah berusaha untuk menelan semua kata-kata dari Desi. Dia tidak melawan sepatah kata pun dari Desi. Dia hanya terdiam saat itu. Bahkan dia berusaha keras untuk menghadapi kenyataan bahwa dirinya bukanlah perempuan yang sempurna.
“Mama malu sekali punya menantu seperti kamu Fatimah! Beberapa tetangga-tetangga di luar selalu menanyakan kapan kamu hamil? Kamu harusnya ijinkan suami kamu menikah lagi dengan perempuan lain, jika kamu tidak bisa sama sekali menjadi seorang istri yang sempurna!”
Fatimah tetap menahan rasa sakitnya sendirian. Dia berusaha untuk tetap tenang dan sabar. Dia menikah hanya untuk ibadah. "Ya Allah, jangan biarkan diri ini terpancing emosi," batinnya.
Desi sangat dongkol. "Aduh, kamu itu malu-maluin mama. Masa udah lima tahun kamu nikah sama Yusuf, belum juga isi!"
"Sabar Fatimah Kamu pasti bisa untuk bertahan, " batin Fatimah, dia menahan sesak di dadanya.
*
Pukul 19.00, Taman kota, sepulang kerja. Yusuf melihat ada pedagang martabak manis kesukaan Fatimah. Dia mulai berinisiatif untuk memberikan martabak manis favorit Fatimah.
“Aku akan membelikan satu kotak untuk istriku.” Yusuf menggumam sambil menghentikan motornya. Dia mulai memarkirkan motornya di sekitar area pedagang martabak manis pak kumis.
Yusuf adalah seorang lelaki pekerja keras. Dia bekerja di sebuah perusahaan swasta di bagian IT. Dia sangat menyayangi sosok Fatimah sejak pertama kali dia bertemu di sebuah panti asuhan “AT- Taubah”.
Yusuf segera melangkahkan kedua kakinya menuju ke pedagang martabak manis. Lalu dia menghentikan kedua langkah kakinya tepat di gerobak pedagang martabak manis.
“Bang, Saya mau pesan satu martabak manis tanpa topping kacang," ujar Yusuf. Dia tahu karena Fatimah alergi terhadap kacang. Dia sama sekali tidak bisa mengkonsumsi kacang-kacangan.
“Siap, Mas!” balas pedagang martabak manis. “Tunggu sekitar 30 menit ya, Mas.”
Yusuf pun menunggu selama 30 menit.
Yusuf akan memberikan kejutan martabak manis untuk Fatimah.
"Semoga aja kamu suka, Sayang," batin Yusuf, dia duduk di depan rombong 'Martabak Pak Kumis.'

Ilustrasi Gerobak Martabak
Yusuf duduk, dia memegang ponselnya, dia membuka galeri foto istrinya.

Ilustrasi Yusuf Nunggu Martabak Sambil main ponselnya.
"Semoga kamu belum tidur, Sayang," gumam Yusuf, dia tersenyum kecil.
*
Di Kamar, Pukul 21.00.
Fatimah duduk melamun di tepi ranjang kamarnya. Helaan napas berat.
"Ternyata orang ketiga, bukan cuman pelakor, tapi keluarga," Fatimah merasa sesak di dada, dia mendonggakkan kepalanya ke atas langit kamarnya. "Aku nggak boleh lemah, karena aku akan berjuang demi ibadah seumur hidupku. Apapun yang terjadi aku nggak akan nyerah."
Fatimah sedang merenung, lalu mendengarkan ada suara ketukkan pintu.
[TOK!]
[TOK!]
[TOK!]
"Apa itu mas Yusuf?" Gumam Fatimah, dia cepat-cepat menghapus air matanya. Dia segera menutupnya dengan riasan tipis. "Huft! Jangan sampai mas Yusuf tahu, kalau aku habis nangis."
Fatimah berjalan keluar, dia berusaha tenang. "Pasti mas Yusuf."
Fatimah menghentikan kedua langkah kakinya. Tangan kanannya meraih ke gangang pintu.
[CKLEK!]
Fatimah mencium aroma makanan hingga merasuk ke kedua rongga hidungnya.
"Mas?!" Fatimah menguratkan senyuman di wajahnya.
“Mas Yusuf bawa martabak manis pak Kumis?” Tebak Fatimah.
Yusuf tersenyum, lalu dia memberikan satu kantong kresek berisi satu kardus martabak manis ke Fatimah.
"Makasih, Mas," senyuman bahagia Fatimah, lalu dia juga membawakan tas Yusuf.
"Sama-sama sayangku," balas Yusuf, dia tersenyum, lalu dia menutup pintu unit apartemennya.
Fatimah berjalan masuk, ia menaruh tas Yusuf di sofa ruang tamu, lalu ia menuju ke dapur.
Yusuf duduk di sofa ruang tamu, dia sedikit lelah dengan pekerjaan di kantornya.
Fatimah membuka kardus martabak manis favoritnya. Dia juga membuatkan kopi untuk Yusuf. Dia juga menyiapkan baskom untuk merendam kaki Yusuf.

Ilustrasi Martabak Manis Pak Kumis
Yusuf tersenyum, ia memberikan sebuah kresek berisi sekotak martabak manis.
Desi keluar kamar, dia menghampiri Yusuf yang duduk di sofa ruang tamu.
"Heem... Terlalu memanjakan istri nggak baik, Yusuf. Lagian istri kamu ini nggak berguna sama sekali,” ceplos Desi menatap sinis ke Fatimah. "Kamu harusnya hemat, jangan terlalu buang-buang duit, apalagi buat istri yang nggak ada gunanya!"
"Mama, jangan mulai lagi," Yusuf menatap kedua sorot mata Desi.
“Ya ampun, kamu nggak ada gunanya nikah sama perempuan mandul ini. Harusnya kamu nikah lagi sama perempuan yang bisa kasih kamu keturunan. Mama malu setiap kali tetangga nanya kapan Fatimah hamil?” Desi menaikkan nada suaranya.
Fatimah mendengarnya hingga ke dapur. Dia merasa sesak di dadanya.
"Kamu harusnya menikah lagi dengan wanita lain, Suf. Wanita yang lebih subur, bukan malah kamu bertahan sama wanita mandul kayak dia!" Ucap Desi.
"Cukup, Ma. Yusuf sampai kapanpun nggak akan menduakan cinta Fatimah, walau dia tidak bisa mengandung benih keturunan dari Yusuf," balas Yusuf.
"Yusuf, mama itu cape jadi omongan tetangga dan temen-temen arisan mama. Sampai kapan mama harus menahan malu punya menantu mandul seperti Fatimah?!"
Di Dapur Fatimah merasa sesak, dia mencengkeram tangannya di ujung bajunya. Dia meneteskan air matanya.
"POKOKNYA MAMA INGIN KAMU MENIKAH LAGI! MAMA NGGAK PEDULI! KAMU HARUS NURUT SAMA MAMA! ATAU KAMU JADI ANAK DURHAKA!" Putus Desi.
"Ma, aku nggak mungkin melakukan semua itu, karena aku ...."
"Mas, aku nggak masalah kalau kamu nikah lagi, aku nggak mau jadi istri yang egois," cetus Fatimah, dia tersenyum. Dia membawa secangkir teh hangat, lalu dia letakkan di meja ruang tamu. "Tenang aja, Mas. Aku ikhlas."
"Sayang kamu bicara apa, kenapa kamu..."
“Kamu udah dengerin apa kata istrimu barusan?" Desi menatap Yusuf. "Dia setuju kalau kamu menikah lagi, lagian istri kamu akan mendapatkan surga, kalau dia mau dimadu."
Fatimah tersenyum, dia menatap Yusuf dengan kedua mata berkaca-kaca. "Mas, aku siap untuk dimadu sama kamu."
Yusuf memberikan isyarat mengelengkan kedua kepalanya. "Enggak, Sayang. Aku yang nggak sanggup bersikap adil membagi cintaku untuk wanita lain."
"Mas..."
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 75 Episodes
Comments