Berawal dari penghianatan sang sahabat yang ternyata adalah selingkuhan kekasihnya mengantarkan Andini pada malam kelam yang berujung penyesalan.
Andini harus merelakan dirinya bermalam dengan seorang pria yang ternyata adalah sahabat dari kakaknya yang merupakan seorang duda tampan.
"Loe harus nikahin adek gue Ray!"
"Gue akan tanggungjawab, tapi kalo adek loe bersedia!"
"Aku nggak mau!"
Ig: weni 0192
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon weni3, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 31
Andini yang fokus dengan handphone tak menyadari jika lampu pejalan kaki berubah merah. Apa lagi mobil dari arah kanan berjalan begitu kencang, beruntung dengan cepat Raihan menarik tubuh Andini. Hingga keduanya saat ini terpental di bahu jalan dengan posisi Andin yang menindih tubuh Rai.
Akibat dari itu membuat punggung Rai begitu sakit, sudah terjatuh masih harus menahan tubuh Andin. Tapi cukup lega karena istrinya yang baik-baik saja.
"Kak...." Andini membuka mata saat tadi sempat terpejam karena tubuhnya yang tiba-tiba mendapat tarikan dan jatuh.
Raihan tersenyum melihatnya, "Kakak nggak apa-apa?"
"Yang penting kamu selamat..ugh..." Raihan meringis merasakan punggungnya yang begitu sakit. Andika segera mendekati dan membantu Raihan.
"Bisa bangun nggak dek, ini kasian Raihan loe tindihin!"
"Oh i..iya kak," jawab Andin gugup.
"Andini ayo gue bantu," Tia dan Riri datang membantu Andin untuk berdiri. Andini yang masih syok agak deg degan dan kakinya lemas. Hingga dia membuka sepatunya dan duduk di trotoar.
"Loe nggak apa-apa?"
"Cuma lemes aja, kaget. Tapi itu kak Rai kasian," Andini menatap Raihan dengan rasa bersalah.
"Kamu ini ya, makanya jalan pakai mata! kenapa nggak ketabrak aja tadi sekalian? dasar nyusahin!" bentak Bu Flo yang tiba-tiba mendekat.
Mendengar itu membuat Raihan geram, dia tak terima Andin di bentak-bentak hingga hampir meneteskan air mata.
"Cukup Bu Flo, anda tidak seharusnya menyalahkan. Ini tidak sengaja, jadi tidak perlu di permasalahkan. Dan saya minta maaf untuk meeting selanjutnya bisa di lanjut lusa, karena saya butuh istirahat."
Andika membantu Rai untuk kembali ke kantor, sempat melirik sekilas ke arah adiknya dan mengusak kepala Andini sebelum akhirnya jalan lebih dulu. Begitupun dengan Bu Flo dia segera pergi dari sana.
Andini masih diam, ada rasa bersalah di hatinya. Apa lagi teringat ucapan Rai tadi dengan senyum yang ia paksakan.
"Din, ayo balik!" ajak Tia yang siap membantu Andini untuk berdiri.
Andini segera memakai sepatu dan bangkit lalu melangkah menuju kantor bersama kedua sahabatnya. Mereka sempat mengantar Andini sampai ruangannya kemudian kembali ke ruangan mereka masing-masing.
Sejak kembali ke tempat duduknya Andini hanya diam, dia ingin sekali melihat Rai tapi tak ada keberanian untuk datang ke ruang atasan. Hingga waktu pulang membuatnya segera beberes dan siap meninggalkan kantor.
"Mbak Erna bareng turunnya..."
"Ayo Din," ucap Erna kemudian ke duanya berjalan bersama.
"Kamu pulang sama siapa?"
"Aku bawa mobil mbak, kalo mbak gimana? apa mau bareng aku?" tanya Andini menawarkan diri.
"Aku naik taksi juga nggak apa-apa, udah biasa walaupun kadang nebeng temen."
"Kalau mau bareng aku, ayo mbak aku antar!"
"Makasih Andini, mbak sudah pesan taksi." Erna menunjukkan layar ponselnya yang terdapat tampilan taksi online.
"Yach mbak...tadi bareng aku aja padahal, tapi ya sudah. Ayo bareng ke depannya mbak aku juga mau ke parkiran. Taksinya sudah sampai kan?"
"Iya, itu sepertinya..."
Mereka berdua berjalan bersama menuju parkiran, sebelum masuk ke dalam mobil taksi Erna sempat melirik mobil yang Andini pakai.
"Ini mobil kamu?"
"Iya mbak, aku duluan ya...."
"Oh iya hati-hati Andin!" seru Erna yang masih mengamati mobil merah yang mulai meninggalkan parkiran.
"Kayak kenal mobilnya, punya siapa ya ..."
Andini tiba di rumah setelah hampir 40 menit menghabiskan waktu di jalan. Waktu pulang kerja jalanan lumayan padat, rasanya begitu lelah saat keluar dari mobil. Melirik sekilas mobil Rai yang sudah terparkir rapi.
"Sudah pulang, kapan pulangnya...."
Andini segera masuk ke dalam rumah, melihat simbok yang sedang mengobrol dengan wanita paruh baya seumurannya.
"Mbok," sapa Andini.
"Eh udah pulang to nduk.."
"Ini siapa mbok?"
"Oh Iki tukang urut, baru mau pamit pulang. Andini mau di urut juga?"
"Nggak mbok makasih, memangnya siapa yang habis di urut mbok?" tanyanya heran.
"Den Rai katanya habis jatuh nduk, tadi pulang di antar sama mas Andika. Badannya pada sakit, simbok suruh ke dokter nggak mau katanya minta urut aja."
Mendengar itu Andini segera naik ke atas, dia ingin segera melihat keadaan Raihan saat ini. Masuk ke kamar dan melihat Raihan sedang tertidur, mungkin setelah di urut tubuhnya rileks hingga terlelap dan tak tau jika Andini sudah pulang.
Melangkah mendekat dan duduk di pinggir ranjang, menatap wajah tampan yang tadi membuatnya cemas.
"Maafin aku kak Rai, karena aku kakak jadi sakit begini. Makasih sudah nolong aku kak..."
Sedikit mengusap kening Rai kemudian beranjak menuju kamar mandi untuk segera bersih-bersih. Raihan masih terlelap saat Andini sudah rapi dengan baju rumahannya, memutuskan turun ke bawah setelah melirik jam makan malam sudah tiba.
"Mbok...."
"Iya nduk..." simbok tengah sibuk menyiapkan makan malam. "Den Raihannya mana nduk?"
"Belum bangun mbok, biar aku siapin makannya aja mbok. Kasian kalo harus turun, aku bawa ke kamar aja makannya." Andini segera menyiapkan makan untuk Raihan, simbok yang melihatnya tersenyum senang. Bersyukur melihatnya mulai ada perhatian yang terselip di sana.
"Kak Rai, kalo malam minum kopi mbok?"
"Terkadang iya nduk, habis makan suka ngopi sambil lanjut kerja. Tapi kalo lagi sakit gini mending nggak usah aja, nanti malah melek terus matanya."
"Iya juga ya mbok, apa aku buatkan susu aja ya mbok. Biar seger badannya, kopi terus kan nggak bagus. Nanti kalo nggak mau ya aku minum." Andini berjalan menuju dapur sambil cekikikan.
"Ya nggak apa-apa to nduk, bekas suami mah nggak masalah, dulu simbok sering."
"Akunya nggak apa-apa, tapi kan nggak tau kak Rai mbok, nanti kalo jijik gimana." Andini membuatkan susu coklat untuk Rai, berharap badannya kembali sehat dan besok bisa kembali melakukan aktivitas.
"Ya nggak to nduk, kalo sudah menikah menjadi suami istri ya saling berbagi. Nggak kenal kata jijik yang penting bahagia sehidup semati."
Andini tertawa mendengar ucapan simbok, ada rasa geli ketika membayangkan. Karena dia yang memang awalnya belum siap berumah tangga.
"Kok malah ketawa to nduk?"
"Geli aja mbok, nggak kebayang gitu. Andini masih ajaran mbok, kalo kata mobil mah masih amatiran. Belum handal, jadi masih harus banyak tanya."
"Jalani aja nanti naluri sebagai istri akan terbuka sendiri, dulu simbok malah umur 15 tahun sudah menikah. Di jodohkan pula, boro-boro kenal cinta nduk, liat aja simbok males tapi menghasilkan anak 3, terus piye kalo gitu. Ujung-ujungnya ya cinta nduk, kalo kata Jawa, witing tresno jalaran seko kulino."
"Apa itu mbok?"
"Cinta karena biasa, walaupun awale nggak cinta tapi kalo lama-lama ketemu tiap hari juga pasti rasanya timbul nduk. Yang penting jangan seperti batu, di ketuk malah nyakitin yang mengetuk. Den Rai sudah mencintai Andini, buka sithik atine biar den Rai bisa isi sedikit demi sedikit."
Andini tersenyum mendengarkan nasihat dari simbok, "makasih ya mbok, doain aja yang terbaik buat Andin dan kak Rai, ya udah ini susunya udah jadi. Andin naik dulu ya, keburu malem kasian kak Rai belum makan."
"Iya nduk," simbok tersenyum melihat Andini yang kembali ke kamar dengan membawa nampan berisikan makanan, tanpa ia sadari dirinya pun belum makan. Tapi lebih memikirkan Rai yang sedang butuh perhatian.
Andin masuk dengan perlahan, meletakkan nampan di atas nakas dan memposisikan diri untuk membangunkan Raihan.
"Pules banget tidurnya, nggak laper apa ya .."
Andini menggoyangkan tangan Rai perlahan, "Kak Rai..." seruannya tak kunjung membuahkan hasil.
"Kak bangun dulu yuk, makan malam nanti tidur lagi." Andini menepuk pipi Rai, hingga suaminya terjaga.
"Andin..."
"Kak, makan dulu ya udah aku siapin."
Raihan melirik kesamping nakas ada nampan yang terisi makanan. Kemudian dia berusaha untuk bangun dan menyandarkan tubuhnya di kepala ranjang yang sebelumnya sudah di beri bantal oleh Andini.
"Makan kak..." Andini menyodorkan sendok yang berisi nasi dan lauk ke arah Rai. "Buka mulutnya kak!"
Raihan menerima dengan senang hati, melihat Andini yang telaten menyuapi hingga habis.
"Pinter anak mamah, habis! minum susunya ya..." ledek Andini membuat Rai tertawa.
"Susunya kak di minum dulu..."
"Tumben..."
"Iya kan kakak lagi sakit ngga boleh minum kopi terus, biar sehat sekali-kali minum susu ya."
"Mana?"
"Ini kak.." Andini memberikan segelas susu pada Raihan.
"Kok nggak di buka?"
"Apanya?"
"Susunya...."
Andini mengikuti arah mata Raihan, hingga dia sadar susu mana yang Rai maksud, "Kak Rai, sakit-sakit mesum ikh!" ucapnya sambil memukul lengan Rai.
"Kok kdrt sich dek, katanya susu ya mana sini buka biar aku minum."
"Bukan ini, tapi ini...." Andini menaruh satu gelas susu di tangan Raihan.
"Susu ini nggak cepet buat sehat dek, mau nya yang itu..." rengek Rai dengan wajah melas.
"Manjanya....nggak mau!" Andini menutupi dadanya dengan kedua tangan. Matanya menajam hingga Raihan rasanya ingin tertawa.
"Nggak sayang, bercanda....makasih ya buat perhatiannya."
"Aku yang makasih kak, Kakak sudah menolong aku tadi. Andai Kakak nggak menolong, aku nggak tau nasib aku sekarang bagaimana...."
"Ssstt ..." Raihan menutup mulut Andini dengan jari telunjuknya, "jangan bicara begitu, aku nggak akan biarin kamu celaka, lain kali hati-hati ya."
"Hhmm...masih sakit kak?"
"Sudah mendingan, nggak perlu khawatir hanya butuh sedikit perhatian kamu pasti sembuh." Raihan tersenyum menatap wajah Andin, kemudian meletakkan kembali gelas susu di nampan.
"Ini masih ada satu piring, kamu belum makan?" tanyanya dengan wajah selidik.
"Belum kak, ini mau makan." Andini mengambil piring itu tetapi dengan cepat Rai merebutnya.
"Biar kakak suapin ya.."
"Aku bisa makan sendiri kak, kan Kakak yang lagi sakit malah jadi aku yang di suapin." Andini kembali merebut piring yang ada di tangan Rai. Kemudian memakan makanannya dengan lahap.
"Tadi pulang sendiri?"
"Hhmm...."
"Maaf ya, masih kesel nggak hatinya?"
"B aja."
Raihan tersenyum sambil merapikan anak rambut yang menutupi wajah Andini. "Aku suka kamu sudah mulai cemburu."
mkasih bnyak thorr🫰