Jesika terpaksa menggantikan adik angkatnya untuk menikah dengan pria kaya, tapi mentalnya sakit. Namun, keterpaksaan itu membawa Jesi tahu akan seberapa tersiksanya kehidupan Jonathan dengan gangguan mental yang dia alami.
Mampukah Jesi menyembuhkan sakit mental sang suami? Lalu, bagaimana jika setelah sakit mental itu sembuh? Akankah Jona punya perasaan pada Jesi yang sudah menyembuhkannya? Atau, malah sebaliknya? Melupakan Jesi dan memilih menjauh. Temukan jawabannya di sini! Di Suamiku Sakit Mental.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Rani, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
*Episode 3
"Ada apa sih, kak? Rencana apa yang mereka punya buat aku? Kalau itu yang bikin mama sama Mila bahagia, aku akan ikuti rencana mereka."
"Jesika! Ya Tuhan .... Kapan sih kamu mau mengikuti apa yang kakakmu ini katakan, Jesi? Kaka capek lho kalo kamu begini terus." Jaka langsung memasang wajah putus asa saat mendengar jawaban Jesika.
"Ya udah ya udah. Aku dengerin kak Jaka deh kali ini. Tapi, kalau emang bisa aku nolak, maka aku akan nolak yah."
Percuma dong kalo kek gitu ucapan kamu. Ujung-ujungnya, gak akan dengerin juga. Karena kamu itu mana mau nolak apa yang mama inginkan."
"Kak. Kamu gak tahu bagaimana posisi aku. Aku dengan kakak sama Mila itu beda jauh. Kalian anak kandung mama. Mau bagaimanapun, kalian tetap akan mama anggap sebagai anak jika bikin ulah. Tapi aku .... "
Jesika terlihat sedih saat mengucapkan kata-kata itu. Jaka yang tahu apa yang Jesika rasakan, langsung mengambil tangan adik angkatnya ini untuk dia genggam.
"Maafkan kaka, Jesi. Kaka tahu kehidupan kamu sangat sulit di rumah ini. Apalagi setelah kepergian papa. Kamu semakin merasa tidak tenang lagi di rumah ini, bukan?"
"Tapi, kamu tenang saja. Selagi kakak ada di sini, kakak tidak akan membiarkan kamu disakiti oleh mama sama Mila. Kaka sudah berjanji pada papa untuk menjaga kamu dengan baik. Maka kaka tidak akan melupakan janji itu."
Jesika tersenyum manis dengan apa yang kaka angkatnya katakan. Sungguh, dia merasa tidak sendirian saat dia punya seorang kaka angkat seperti Jaka.
"Lalu ... apa rencana mama buat aku, kak? Katakanlah sekarang supaya aku bisa mempertimbangkan permintaan kakak."
Jaka tidak langsung menjawab. Dia tatap kedua mata adik angkatnya dengan lekat.
"Mama ingin menikahkan kamu dengan Jonathan."
"Apa?"
Seketika, tubuh Jesika langsung lemas. Karena terkejut sekaligus takut, Jesika tidak bisa memikirkan apapun selain kata-kata yang Jaka ucapkan barusan.
"Ya. Mama ingin mengantikan Mila dengan kamu. Ini semua atas saran Mila. Dia tidak ingin menikah dengan Jonathan yang sekarang sedang sakit mental. Maka dia menyarankan pada mama untuk menukar dia dengan kamu."
Jesika tidak mampu menjawab apa yang Jaka ucapkan satu patah katapun. Karena sekarang, ada banyak rasa yang menguasai hatinya. Sedih, kesal, takut, kecewa, dan putus asa. Semuanya dia rasakan di satu detik yang sama.
Ini adalah permintaan besar. Entah bagaimana caranya dia akan menolak permintaan itu. Karena sejak kecil, Jesi tidak pernah bisa menolak apa yang mamanya katakan. Termasuk, memberikan pacarnya untuk Mila. Semua itu dia lakukan demi baktinya pada keluarga angkat yang sudah membesarkan dia sejak kecil.
"Jesika. Dengarkan kaka yah. Kali ini saja. Tolak permintaan mama. Kaka tidak ingin kamu hidup menderita dengan pria sakit mental yang sangat berbahaya seperti Jonathan. Jesi, kamu sudah sangat menderita selama ini. Maka kaka tidak ingin kamu menderita lagi." Jaka bicara dengan wajah serius. Sepertinya, dia sangat tidak ingin Jesika menikah dengan Jona yang di kabarkan sedang sakit mental yang parah.
Jesika menundukkan wajahnya. Sungguh, dia sangat ingin menolak. Tapi bagaimana caranya? Sedangkan hal kecil saja tidak bisa ia tolak. Lalu bagaimana dengan hal besar? Semakin tidak mungkin lagi untuk dia tolak, bukan?
Melihat adik angkatnya sedang bingung, Jaka langsung membuang napas secara kasar. Lalu, dia angkat wajah adik angkatnya ini dengan cara mengangkat dagu si adik angkat.
"Kamu dengar apa yang kaka katakan, kan Jesi?"
"Aku dengar, kak. Tapi ... bagaimana caranya aku bisa menolak? Ini permintaan besar yang pastinya akan membuat mama marah besar jika aku tolak, kak."
"Kamu selalu mengikuti semua yang mama katakan. Tapi, apakah mama pernah mengikuti apa yang kamu inginkan? Mama bukan papa, Jesi. Dia tidak sayang padamu. Ingatlah! Yang merawat kamu dari kecil hingga tumbuh dewasa seperti sekarang ini bukan mama. Tapi papa."
"Jadi, kamu berjasa hanya pada papa, yah. Bukan pada mama. Lagipula, kali ini saja, tolong dengarkan kakak. Aku kakakmu, bukan? Kamu selalu mendengarkan apa yang Mila katakan. Tapi tidak pernah mendengarkan apa yang kakak katakan. Kamu sebenarnya sayang kakak atau tidak sih?"
Pertanyaan Jaka barusan langsung membuat Jesika berkaca-kaca. Dia langsung menghambur ke dalam pelukan kakak angkatnya dengan cepat.
"Aku sayang kamu, kak. Tentu saja sangat sayang. Karena selama ini, sejak aku kecil sampai sebesar sekarang. Hanya kakak yang aku punya selain papa. Jadi, tentu saja aku sayang pada kakak."
"Kalau kamu sayang kakakmu ini, tolong dengarkan dan ikuti apa yang kaka katakan. Bisakah?" Jaka berucap sambil membelai lembut rambut adik angkatnya itu.
Namun, ada yang tidak Jesika dan Jaka sadari. Dibalik pot besar tanaman hias yang rimbun, ada sepasang telinga yang sedang mendengar pembicaraan mereka berdua.
Si pemilik telinga terlihat sangat kesal dengan obrolan itu. Dia menggenggam erat tangannya. Juga memukul daun tanaman hias dengan kasar karena kesal.